** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** I DON?T CARE Oleh: HMT Oppusunggu (Bila Jacob Oetama jujur berpihak pada rakyat kecil haraplah artikel bantahan ini dimuat dalam ?Kompas?) Pada tgl 26-2-2005 harian ?Kompas? memuat Iklan satu halaman penuh, yang tentunya sangat mahal, paling sedikit seharga Rp 50 juta. Isinya adalah pernyataan dari 36 cendekiawan dari berbagai profesi yang diberi judul: Mengapa kami mendukung Pengurangan Subsidi BBM. Pernyataan tsb sekaligus dimaksudkan sebagai trompet dukungan terhadap ke-36 para Menteri Kabinet ?SBY?. Sebelum kita memasuki pembahasan materi substantif dari judul tadi, ada baiknya menyimak terlebih dahulu apa latar belakang dari Iklan tadi. Iklan tsb dimuat secara gratis oleh pimpinan ?Kompas?, Yacob Oetama, yang sudah terkenal sejak zaman ORBA sebagai pendukung setia dari yang berkuasa. Bagaikan kata orang sekampung saya dari Pematangsiantar ?Jendral Sudi Silalahi: Jacob Oetama itu adalah ?Si Tumpak Na Monang?. Atau ?menurut Hartojo W.: Kompas adalah satu-satunya di dunia yang tidak punya jarum. Atau: Kompas itu berjiwa konglomerat dalam segala zaman. Andi Mallarangeng harus diberi anjung-anjungan jempol, karena berkat kedudukannya sebagai Juru Bicara Kepresidenan dia berhasil menjalin pengertian dengan pimpinan Kompas dan sekaligus mengkoordinasikan ke-36 para cendekiawan untuk dijadikan tameng pendukung dari Wk Presiden ?YK?, pemrakarsa kenaikan harga BBM. Sungguh jitu sekali Andi menonjolkan dalam Iklan tadi bukan alasan-alasan bagi naiknya harga BBM tapi bagi pengurangan subsidi BBM. Andi mengetahui benar, bahwa rakyat tidak merasa senang jika tidak diberi penjelasan. Dia memahami bahwa rakyat akan menyukai tindakan Pemerintah, bila diberi pengertian yang berterima. Itulah sebabnya mengapa ke-36 cendekiaswan ?juru trompet para Menteri- menyebutkan bahwa subsidi selama ini (termasuk pada zaman ?YK? selaku Menko Kesra) salah sasaran sambil menyenangkan para penyelundup minyak. Rakyat, yang tentunya membenci penyelundup- oleh Andi diberi harapan dan kepercayaan sebagai ?pelepas-dahaga? (outlet) bahwa Pemerintah jujur dan berlaku merakyat. Namun, kepercayaan rakyat tadi belum tentu benar. Tapi bagi seseorang ahli-juru-bicara tipu muslihatnya akan cukup memuaskan, jika ?rakyat bodoh? bisa dicekoki dan menerima alasan sekecil apapun mengenai kenaikan harga BBM pada tgl 1 Maret nanti. Biasanya ?rakyat-bodoh? tidak akan mampu melakukan test atas kebenaran alasan yang diberikan Andi. Risiko akan terbukanya kedok tindakan Pemerintah jelas sudah diperhitungkan Andi. Motif Andi mensosialisasikan kenaikan harga BBM bukan didasarkannya pada kebenaran fakta (truth), tapi pada pembenaran (justification) atas kehausan- di- bawah- sadar dari rakyat kiranya memperoleh jawaban yang memadai atas pertanyaan MENGAPA? Mengapa harga BBM harus dinaikkan? Jawabannya dalam Iklan berkata ? (i) untuk memerangi penyelundup, (ii) kompensasi akan diberikan dalam bentuk beasiswa, perbaikan sarana kesehatan dan bantuan beras murah. Sosialisasi kenaikan harga BBM diharapkan Andi akan menjadi efektif. Dan semata-mata efektivitas-lah tujuan dari Iklan tadi. Tujuannya tadi sama sekali bukan didasarkan pada kebenaran. Penyimpangan dari dasar kebenaran itulah yang merupakan dosa terbesar dari ke-36 cendekiawan karena mereka membohongi rakyat. Apa jadinya Negara ini jika para cendekiawan tsb sampai hati membodoh-bodohi rakyat? Apa jadinya rakyat dan bangsa ini yang masih membangga-banggakan diri, padahal mutu pendidikan para cendekiawan kita sudah begitu rendah dan merosot di bawah yang dicapai oleh Malaysia atau Thailand? Masih bisa merasa banggakah seorang lulusan Fakultas Ekonomi UI yang dididik oleh Profesor Ekonomi Dr. M. Sadli yang nyata-nyata mendukung kenaikan harga BBM 1 Maret mendatang? Penyimpangan Yang Menyesatkan Para cendekiawan tadi sedianya diharapkan akan menjelaskan apa saja alasan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Tapi mengapa penjelasannya beralih dari pembicaraan penyebab menjadi pembahasan akibat dari kenaikan harga tsb. Katanya dalam Iklan: Dengan harga minyak di dunia sekarang, subsidi BBM akan mencapai Rp 70 triliun ? Berapa sekolah dan puskesmas yang dapat kita bangun setiap hari, setiap minggu atau setiap bulan dengan dana Rp 70 triliun itu? Dari mana Andi dan Sadli mengetahui adanya dana Rp 70 triliun? Dari penelitian pembukuan Pertaminakah yang selama ini tertutup bagi publik, atau dari khayalan saja? Perhitungan tsb, andaikatapun benar menurut pembukuan Pertamina, tapi menurut perhitungan ekonomi riil, angka-angkanya melulu keliru saja Sebab kurs valas dewasa ini, lebih-lebih pada tahun 1998-99, terbentuk hanya gara-gara ?monetary crime? BI yang membuat kurs valas membubung tinggi dan memberi Pertamina rezeki nomplok luar biasa. Pada waktu tsb tidak timbul persoalan tentang dana kompensasi bagi rakyat miskin. Malahan Pertamina terus saja diberi subsisi BBM sedang rakyat kecil merana. Dan bila Sadli dan Andi mengerti teori-sterilisasi-devisa petro-$, dana Rp 70 triliun tadi bisa dihilangkan dalam sekejap mata dengan metoda sterilisasi tanpa menimbulkan masalah apa-apa. Pada bagian lain Iklan menyebutkan bahwa menurut perhitungan LPEM-FEUI, subsidi BBM untuk Pertamina bisa dikurangi dengan menaikkan harga BBM asalkan diberi kompensasi bagi keperluan rakyat miskin yang pada dirinya akan menurunkan jumlah kaum miskin di Indonesia. Kata LPEM-FEUI (Dr. Chatib Basri): Dampak Kenaikan BBM atas Jumlah Penduduk Miskin Kondisi awal: 16,25% Kenaikan BBM 30% 16.43% Sesudah Kompensasi 13,87% Perlu dicatat, bahwa sajian angka-angka dari LPEM-FEUI ini bohong-bohongan dan khayalan belaka. Sekaligus kebohongan ini menunjukkan betapa rendahnya mutu ilmu dan penelitian statistik dari lembaga itu sendiri. Angka-angka tsb bukan statistik tapi sekedar angka belaka yang menyesatkan karena tidak ada korelasi harga BBM maupun kompensasinya dengan tingkat kemiskinan. Andaikata benar ada korelasi, maka menurut Chatib Basri, usaha untuk memerangi kemiskinan sangat gampang, karena mencukupi bila memberi bantuan gratis kepada rakyat miskin. Teorinya itu dari mana? Lagi pula ilustrasi grafis ?gambar manusia- dari persentasi yang dimuat dalam tabel Iklan embel-embel belaka yang tidak memiliki arti statistik apa-apa. Problim nyata yang tidak bisa dan tidak mau dipecahkan bahkan disembunyikan saja oleh Andi, Chatib Basri, apalagi oleh Menteri Purnomo Yusgiantoro adalah kejanggalan mengapa Pertamina harus disubsidi setiap tahun, padahal perusahaan ini menceduk laba triliunan rupiah, sedang stafnya menikmati keistimewaan luar biasa dengan memperoleh gaji dan fasilitas yang kolonialisnya luar biasa pula. Tidak ada Dirut atau Direktur Pertamina yang tidak kaya raya berkat Pertamina. Lain lagi soal monopoli palsu dari Pertamina, yang menimbulkan mark-up dari overhead costs (di atas overhead costs kilang-kilang minyak) dan ongkos pengangkutan dan distribusi BBM yang seyogianya bisa dikurangi apabila perusahaan-perusahaan bersangkutan dipisahkan dari Pertamina atau diprivatisasi saja. Di bidang perminyakan Pertamina ini Sadli sendiri sewaktu menduduki jabatan Menteri Pertambangan mati kutu karena bisa didikte oleh Dirut Pertamina dan bukan sebaliknya. Yang Seharusnya Yang seharusnya dilakukan Andi dan kawan-kawannya bukan deduksi dari asumsi-khayalan tentang tersedianya dana kompensasi dari kenaikan harga BBM, tapi terjemahan dan analisis akibat dari kenaikan harga tsb. Pertama-tama: akibat langsung dan ?chain reaction? dari kenaikan harga BBM atas naiknya ongkos produksi dan konsumsi dalam keseluruhan perekonomian.Yang pasti sekali adalah kenaikan ongkos pengangkutan dan biaya hidup bagi rakyat miskin. Kedua: Pertimbangan bagi kenaikan harga BBM tadi tidak boleh didasarkan pada perbandingan harga di dalam dan di luar negeri. Perbandingan yang paling tepat hanyalah bila membandingkan pengeluaran dan pendapatan. Dalam konteks ini akan kita temukan bahwa bagi rakyat miskin di Indonesia ratio bersangkutan akan jauh lebih tinggi dari yang berlaku di Malaysia, sedang bagi rakyat kaya, perbandingannya menjadi sebaliknya, yaitu ratio yang lebih rendah bagi si kaya di Indonesia ketimbang di Malaysia. Keliru sekali mengatakan bahwa harga BBM di Indonesia picisan saja seperti kacang goreng dan oleh karenanya bisa dan wajar bila harganya dinaikkan. Ketiga: Harus dipertimbangkan kenaikan penerimaan APBN. Dalam hubungan ini maskapai penerbangan domestik wajar sekali bila dikenakan harga BBM yang jauh lebih tinggi dari yang berlaku sekarang, mengingat ticket kapal terbang dewasa ini terlalu murah. Begitu juga harga BBM wajar juga dinaikkan bagi semua pemilik ?VOLVO?, termasuk taxi. Harga BBM untuk konsumsi rakyat miskin tidak perlu dinaikkan, malahan lebih tepat bila diturunkan. Untuk sektor produksi ?khusus industri- dan PLN harga BBM tidak perlu dinaikkan agar jangan menjadi faktor penghalang bagi pertumbuhan ekonomi kita sendiri. Dapatlah disimpulkan bahwa kenaikan harga BBM yang direncanakan Kabinet ?SBY? keliru total. Dukungan dari ke-36 para cendekiawan yang dinyatakan dalam Iklan semata-mata palsu belaka karena melenceng dari norma-norma moralitas dan nalar yang benar. Dewasa ini, bila terjadi demonstrasi-anti-kenaikan-harga-BBM, kiranya sikap ?I DON?T CARE? dari Kabinet ?SBY? haruslah dilenyapkan jauh-jauh. Demonstrasi tsb bukan anti Pemerintah tapi didasarkan pada keresahan rakyat atas semakin parahnya penderitaan mereka sendiri yang diakibatkan oleh kekeliruan Pemerintah bila toh menaikkan harga BBM, sedang dalam pada itu kehancuran ekonomi sudah didepan mata. Kehancuran tsb begitu dahsyat hingga tidak bisa lagi menyerahkan penyelesaiannya pada defunct economists yang mengendalikan Kabinet sekarang ini. Lebih tepatlah Kabinet ?SBY? dibubarkan sebelum Republik ini dibubarkannya. Presiden ?SBY? tidak perlu segan-segan meminta bantuan team ekonom dari negara maju atau dari Malaysia atau Thailand sekalipun. Yang ada di Indonesia untuk generasi sekarang ini hanyalah ekonom-yang- sudah-gosong-melompong. ?ideas of economists and political philosophers, both when they are right and when they are wrong, are more powerful than is commonly understood. Indeed the world is ruled by little else. Practical men, who believe themselves to be quite exempt from any intellectual influences, are usually the slaves of some defunct economists. Madmen in authority, who hear voices in the air, are distilling their frenzy from some academic scribbler of a few years back. I am sure that the power of vested interest is vastly exaggerated compared with the gradual encroachment of ideas. (J.M. Keynes, General Theory , page 383). Jakarta, 28-2-2005. HMT Oppusunggu (harap di-email ke seluruh penjuru) __________________________________ Celebrate Yahoo!'s 10th Birthday! Yahoo! Netrospective: 100 Moments of the Web http://birthday.yahoo.com/netrospective/ ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **