[list_indonesia] [ppiindia] Gelombang Pragmatisme Parpol

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 4 Mar 2005 09:53:13 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

 Jumat, 04 Maret 2005

      Gelombang Pragmatisme Parpol 




      M Alfan Alfian M
      Dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta




      Tahun 2005 ini, beberapa partai politik (parpol) akan menggelar hajatan 
besar mereka, berupa kongres atau pun musyawarah nasional (munas), menyusul 
Desember lalu Partai Golkar telah melaksanakan munasnya. Catatan apa yang 
menarik untuk diberikan pada parpol-parpol Indonesia saat ini?

      Tentu saja, pertama kali, perlu diuraikan kondisi obyektif sekaligus 
catatan bernada penilaian atas eksistensi dan kiprah parpol-parpol Indonesia 
pasca Orde Baru. Pertama, sejak jatuhnya Orde Baru dan datangnya era 
multipartai, maka parpol memiliki posisi dan peran yang amat strategis, dalam 
proses pengambilan keputusan publik. Parpol diberi peluang untuk menyuguhkan 
orang-orangnya untuk dipilih menjadi anggota parlemen di pusat dan daerah, dan 
tak kalah strategisnya juga menyuguhkan kandidat presiden-wakil presiden dan 
para kandidat pasangan kepala daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. 
Parpol juga diberi kebebasan menggalang kekuatan dari pusat hingga ke desa-desa 
-manakala tak ada lagi massa mengambang.

      Kedua, parpol-parpol telah berkiprah dalam dua kali pesta demokrasi (1999 
dan 2004), telah menunjukkan kecenderungannya masing-masing. Partai-partai yang 
ada sambunganya dengan zaman Orde Baru, artinya telah ada persiapan panjang, 
ternyata masih amat eksis: Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 
(PDIP), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Tetapi muncul parpol-parpol 
yang prospektif, semacam Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 

      Ada pula parpol yang kelihatannya massanya tidak akan berkembang jauh, 
yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang konstituen utamanya kaum Nadhliyyin 
serta Partai Amanat Nasional (PAN) yang basis pendukung tradisionalnya kalangan 
Muhammadiyah. Tapi ada lagi fenomena yang cukup mengejutkan, muncul sebagai 
kekuatan politik utama dalam Pemilu 2004, yakni Partai Demokrat melambung 
bersama popularitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sementara parpol-parpol 
lain kalihatan masih tergagap-gagap menyesuaikan diri.

      Ketiga, tidak tampak adanya budaya politik baru yang dihadirkan oleh 
parpol-parpol Indonesia. Misalnya parpol-parpol kurang setuju dengan rangkap 
jabatan, satu sisi pengurus parpol, sisi lain pejabat pemerintah, akibatnya 
conflict of interest tak dapat dihindari. Parpol-parpol juga tidak mau 
menghilangkan budaya militerisme dengan mempertahankan eksistensi paramiliter 
(keamanan) parpol. 

      Banyak parpol yang mempertahankan struktur Dewan Pembina (atau apa pun 
namanya) yang demikian otoritatif, sehingga yang terjadi adalah personalisasi 
parpol. Kalau tidak begitu, parpol amat tergantung pada sentralisme figur (yang 
bahkan sengaja atau tidak termitoskan sedemikian rupa), tanpa memperhatikan 
aspek regenerasi. Juga masih tampak, yang dominan dilakukan oleh parpol adalah 
mobilisasi massa, bukan pada upaya pembentukan kader parpol yang kuat dan 
berkualitas.

      Keempat, tampak tren de-ideologisasi parpol. Ciri ideologis parpol 
tenggelam seiring dengan mengentalnya pragmatisme yang ada. Memang 
parpol-parpol masa kini berbeda dengan tempo dulu (1950-an) yang kental nunasa 
ideologisnya. Mungkin karena karakter masyarakat yang berkembang semakin 
pragmatis, maka tawaran-tawaran ideologis yang diberikan oleh beberapa partai 
yang berciri ideologis tertentu (Islam, misalnya), tampak mental (berbalik). 
Buktinya parpol-parpol yang menang dalam pemilu, adalah yang berideologi 
pragmatis. Orang tidak memilih berdasar pertimbangan ideologis. Karena realitas 
inilah, maka dapat dipahami, PKS misalnya ingin mengubah jargon dari partai 
moral (ideologis) menjadi partai profesional.

      Kelima, dapat dikatakan, parpol-parpol Indonesia sesungguhnya tengah 
mencari bentuk. Dalam jangka panjang kelihatannya akan berpola divergensi 
(penggabungan atau merger), tetapi dalam jangka pendek yang terlihat justru 
fenomena konvergensi (penyebaran alias perpecahan). Selama 1998-2005 saja telah 
terjadi banyak peristiwa pecahnya parpol, dari satu menjadi banyak. Bahkan 
terdapat semacam tren bahwa kalau ada beda pendapat diinternal parpol, 
solusinya adalah mendirikan parpol baru. Tetapi, semakin hari semakin disadari 
--berdasarkan pengalaman-- membentuk parpol baru amat susah, di samping butuh 
modal (uang) yang amat banyak, juga apalagi pendukung, yang belum tentu solid. 
Mendirikan parpol baru seperti orang bermain judi. Dalam kasus Partai Demokrat, 
ia seolah memiliki garis tangan alias nasib politik yang baik.

      Cara pandang
      Peluang yang besar pada parpol dalam menentukan merah-birunya 
perpolitikan nasional dan lokal, seharusnya tidak boleh dibaca hanya dari satu 
sudut pandang. Kacamata pandang negatif dan ini sesuai dengan subyektivitas 
parpol, cenderung melihat segala sesuatunya (stake holder), apalagi rakyat 
(yang abstrak itu) sebagai obyek yang ditentukan. Oleh sebab itu, dapat 
dimaklumi bila ada pejabat puncak parpol yang mengatakan bahwa upaya pemenangan 
pemilu lebih merupakan urusan teknis yang dilakukan pada bulan-bulan menjelang 
pemilu. 

      Kalau pemilu masih jauh, maka parpol seyogyanya berkonsentrasi ke 
masalah-masalah lain yang tidak ada kaitannya dengan apakah kegiatannya populer 
atau tidak di mata rakyat atau konstituen. Masalah-masalah lain yang dimaksud, 
antara lain bagaimana mengisi pundi-pundi parpol, untuk kelak maju pemilu. 
Tidak salah pandangan demikian, tetapi tentunya amat berisiko mungkin akan 
mempercepat kematiannya. Kacamata pandang positif adalah sebaliknya. Rakyat 
atau konstituen adalah subjek. Cara pandang model begini tidak mentang-mentang.

      Sehingga parpol akan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak semata 
mobilisasi, tetapi kaderisasi, mengingat parpol bertangungjawab atas suplai 
sumber daya manusia, untuk disodorkan sebagai penentu kebijakan publik. Kalau 
demikian, maka profesionalisme parpol diutamakan. Parpol memang hanya alat 
politik para elite atau aktor politik yang ada di dalamnya, tetapi seyogyanya 
ia didesain bukan temporer tetapi jangka panjang (abadi) sehingga parpol tidak 
terbajak justru oleh elitenya sendiri. 

      Pragmatisme
      Bau pragmatisme sungguh menusuk kini, apabila mencermati perkembangan dan 
dinamika internal maupun eksternal parpol-parpol yang ada. Internal, 
pragmatisme itu mengental, misalnya lewat terterobosnya tradisi-tradisi 
konservatif regenerasi parpol. Pragmatisme itu, dalam konteks ini mengemuka 
lewat dua faktor: uang dan figur. Uang ternyata dapat dipakai untuk membeli 
suara dalam setiap kongres atau munas parpol. Politik uang memang susah 
dibuktikan, mengingat kecanggihan pemainnya tetapi dapat terasakan dampaknya. 
Politik uang ternyata mampu merobohkan bangunan dan proses kaderisasi parpol 
yang sudah dibangun bertahun-tahun oleh para pengurus sebelumnya.

      Menarik dalam konteks ini, ialah munculnya para aktor politisi-pengusaha 
yang bahu-membahu terjun langsung untuk menguasai parpol. Kalau pola yang lazim 
selama ini, para pengusaha tidak susah-susah ikut berpolitik, melainkan sekedar 
mensponsori para politisi murni. Tetapi, kini trennya, utamanya pasca Munas 
Partai Golkar akhir 2004, para politisi pengusaha kelihatannya emoh untuk 
berdiam diri, melainkan terjun langsung mengendalikan komando parpol. Sehingga 
dengan demikian tak ada kekhawatiran lagi obsesi politiknya terganggu oleh 
manuver politisi murni yang kadang-kadang merugikan gerak-langkah mereka. 
Tatkala kritik conflict of interest dimunculkan, mereka tenang-tenang saja 
mungkin etika politik telah dianggap tidak signifikan lagi bagi apakah parpol 
didukung atau tidak oleh konstituen.

      Pragmatisme juga terbaca lewat ketergantungan atas figur politik yang 
sengaja atau tidak dimitoskan sedemikian rupa. Adakalanya, figur itu kuat 
karena dipercaya merupakan penyambung ideologis atas tokoh politik berpengaruh 
tempo dulu, adakalanya ia dianggap ikon reformasi (perubahan). Tetapi, 
belakangan muncul tren figur yang layak jual di pasar politik elektoral 
Indonesia karena rating popularitas tinggi seolah mengikuti tren acara-acara 
favorit di berbagai televisi dan pandai menawarkan janji perubahan. 

      Selain itu ada pragmatisme struktural-fungsional, bahwa karena posisi dan 
perannya amat strategis, maka pada saat yang sama parpol harus mengupayakan 
aspek material-finansial yang cukup dengan segala cara -asal tidak terdeteksi 
oleh aparat penegak hukum. Banyak peluang untuk itu, misalnya dengan 
menyelewengkan jabatan-jabatan politik yang ada untuk memperkaya pundi-pundi 
finansial parpol (secara tidak resmi), atau dengan menjadikan parpol sebagai 
mesin keruk para pelamar kandidat presiden-wakil presiden, kepala daerah atau 
yang lain yang pencalonannya harus lewat parpol.

      Adakalanya masyarakat cemas akan kelakuan-kelakuan negatif parpol-parpol. 
Betapa beraninya parpol-parpol itu mengambil risiko kebangkrutan lembaga karena 
tidak disukai lagi oleh konstituen. Diasumsikan kalau masyarakat semakin cerdas 
dan obyektif, maka tidak ada kesempatan bagi parpol-parpol untuk macam-macam 
atau mempercepat proses kematiannya. Tapi, apakah masyarakat politik kita sudah 
cerdas? Kini, terserah para pengurus dan kader parpol mana saja, apakah sekadar 
berjuang untuk kepentingan jangka pendek artinya kepentingan lingkaran elite di 
dalamnya secara optimal, tetapi parpolnya hancur. Ataukah untuk kepentingan 
keberlangsungan parpol dan optimalisasi fungsi dan perannya, termasuk dalam 
ikut melaksanakan tanggungjawab pendidikan politik bangsa. Wallahu'alam.
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Gelombang Pragmatisme Parpol