[list_indonesia] [ppiindia] Data Kemiskinan dan Kemiskinan Data

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 29 Mar 2005 23:02:58 +0200

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/30/opini/1653469.htm
Rabu, 30 Maret 2005 


Data Kemiskinan dan Kemiskinan Data 
Oleh Harry Seldadyo

DENGAN menganggap bahwa kenaikan harga BBM saat ini adalah fakta yang given, 
adakah jaminan bahwa dana kompensasi akan tepat sasaran? Pertanyaan ini 
merupakan pertanyaan kunci karena di sinilah letak pesimisme publik yang 
didasarkan pada sejarah dan pengalaman kegagalan poverty targeting policy. 
Klaim pemerintah dan lingkaran pendukungnya bahwa pencabutan subsidi BBM mampu 
menurunkan angka kemiskinan perlu diuji dengan pertanyaan itu.

Tulisan Pak Mubyarto di Kompas (21/3) bisa memberi gambaran kepada kita di mana 
letak kegagalan eksekusi berbagai kebijakan poverty targeting pada tingkat 
riil. Banyak faktor yang bisa dibicarakan di sini. Namun, di antara sejumlah 
faktor lain, misalnya, faktor institusional dan sosiologis, tulisan ini hanya 
akan menyoroti satu faktor teknis, yakni kemiskinan data.

Kita memang nyaris tak punya data andalan yang bisa dipakai sebagai instrumen 
bagi kebijakan subsidi terfokus semacam itu. Jadi, kemiskinan data sebetulnya 
sudah self-explained, apakah kebijakan kompensasi BBM yang ditelurkan akan 
sukses atau gagal.

Apa yang kita punya?
Hingga saat ini memang kita hanya mengandalkan dua sumber data ketika 
kemiskinan dibicarakan: data Susenas BPS dan data Keluarga (Pra-)Sejahtera 
BKKBN. Betapapun kedua data ini punya limitasi tinggi, kita tak punya pilihan 
lain kecuali menggunakannya. Paling sedikit, statistik ini bisa menjadi 
"tongkat pembimbing ke arah kegelapan"-meminjam istilah Prof AH Nasution dalam 
pidato pengukuhan guru besarnya di IPB dulu. Jadi, masih lebih baik punya 
informasi- biarpun itu salah-daripada tanpa informasi sama sekali. Ini tindakan 
minimal.

Sayangnya, data BPS dan BKKBN tidak bisa dipakai untuk poverty targeting yang 
bisa melacak siapa sesungguhnya yang berhak atas dana kompensasi itu. Data BPS 
secara inheren dirancang untuk melihat kecenderungan umum kemiskinan yang 
diukur melalui suatu garis kemiskinan. Jadi, orang miskin di sini menjadi 
"anonim". Data ini tidak berguna untuk pengambilan kebijakan yang kental 
mengandung tujuan targeting. Sementara itu, data BKKBN bermasalah dalam 
penetapan definisi kemiskinan. Kendati data ini memiliki disagregasi yang lebih 
baik daripada data BPS, indikator dan metodologi yang dipakainya debatable. 
Akibatnya, dispute sering kali terjadi di lapangan ketika data ini dipakai 
untuk memisahkan kelompok miskin dan tak miskin dari target kebijakan.

Di atas itu semua, kedua sumber data ini juga memiliki limitasi kembar: mereka 
tak mampu menangkap karakter kemiskinan itu sendiri. Jadi, kedua data ini tidak 
tepat dipakai untuk menanggulangi problem kemiskinan jangka panjang. Padahal, 
isu kemiskinan adalah isu jangka panjang. Sejarah menunjukkan tidak ada proses 
instant dalam penanggulangan kemiskinan.

Data kemiskinan BPS hanyalah peta umum kemiskinan, sedangkan data BKKBN barulah 
kompas untuk menelusuri peta itu. Berhasilkah kita menemukan orang miskin 
melalui program-program targeting itu dengan alat-alat itu? Untuk program 
"dadakan" ala JPS kemarin, data itu mau tak mau memang menjadi peta dan kompas 
kita. Namun, untuk menyelesaikan kemiskinan jangka panjang, sayang sekali, 
tidak. Peta dan kompas barulah necessary condition-nya. Masih diperlukan 
sufficient condition-nya: bertanya pada si miskin. Melalui syarat terakhir ini 
kita akan berurusan dengan indikator lokal-indikator yang dibangun oleh dan 
untuk kepentingan orang miskin di tingkat mikro.

Makro vs mikro
Dua isu penting bisa kita catat dalam relasi data dan kebijakan. Pertama, data 
tidak melulu dipakai untuk keperluan analisis. Sebaliknya, juga tak elok 
membuat kebijakan tanpa data. Melalui data, kita bisa melakukan mainstreaming 
isu kemiskinan dalam lingkaran kebijakan.

Kedua, pertautan antara analisis dan kebijakan targeting haruslah di tingkat 
lokal dan mikro. Patut dicatat, karakter kemiskinan dahulu jauh berbeda 
dibandingkan dengan sekarang. Pada zaman Pelita I, kalau kita mendistribusikan 
beras murah secara "random" kepada 10 orang, kita tak perlu khawatir "salah 
sasaran" karena tujuh di antaranya adalah orang miskin. Jadi, probabilitas 
"tepat-sasaran"-nya cukup tinggi walaupun waktu itu kita miskin data.

Sekarang ini situasinya terbalik. Tanpa data andal di tangan, distribusi beras 
yang anonim hanya akan memakmurkan tujuh orang yang bukan miskin karena 
probabilitas untuk menemukan si miskin makin rendah. Artinya, tanpa disagregasi 
yang andal, kita tak bisa mengenal orang miskin.

Bergerak dengan dua isu di atas, kita bisa mencatat hal penting yang harus ada 
di jantung setiap analis dan pengambil kebijakan: rasa lapar, kurang gizi, dan 
tak mampu menyekolahkan adalah persoalan hidup nyata bagi si miskin; bukan soal 
angka tanpa jiwa. Data mengenai orang miskin harus menjadi identitas si miskin 
itu sendiri, bukan data yang "anonim". Dengan catatan ini, kita membutuhkan 
informasi sangat terperinci supaya program antikemiskinan betul-betul efektif.

Duduk soalnya kemudian ialah pada level mana data, analisis, dan kebijakan 
harus dilakukan? Jawabannya adalah micro level. Di sini jelas peran pemerintah 
daerah (pemda) menjadi krusial karena pemda yang (seharusnya) mengenal karakter 
warga, tipologi okupasi, geografi- kultural, dan sebagainya. Ini asumsi penting 
yang harus diletakkan dulu; karena jika tidak, bukan pemda lagi namanya-itu 
nature "orang pusat", cuma tahu hutan, tapi tak kenal pohon.

Micro level berimplikasi pada upaya mendekatkan jarak antara jantung persoalan 
dan jantung pengambilan kebijakan. Sering sekali terjadi, jarak antara kedua 
jantung ini terlalu jauh dan butuh waktu tempuh panjang hingga keduanya 
berinteraksi. Akibatnya, kebijakan memiliki potensi bias yang besar, selain 
juga kehilangan timing-nya.

Micro level juga berarti data, interpretasi, dan penetapan kebijakan digagas 
oleh mereka yang berada di level lokal, yakni si miskin itu sendiri dan 
pemegang otoritas kebijakan. Tugas si miskin adalah menceritakan persoalan 
kemiskinannya. Tugas si analis adalah merekamnya menjadi data yang sistematis 
dan andal. Tugas penentu kebijakan adalah menggunakan kewenangannya untuk 
menyelesaikan persoalan. Ketiganya mendialogkan cara- cara penyelesaian, 
menjalankan, serta memantau hasilnya dengan indikator yang ditetapkan bersama.

Ruang ini sangat terbatas untuk mendiskusikan lebih teknis bentuk sistem data 
yang bisa dirancang untuk menampung gagasan di atas. Namun, inti dari semua itu 
adalah kebutuhan data bagi kebijakan poverty targeting hanya bisa dipenuhi 
oleh, dari, dan untuk tingkat lokal. Saatnya kita bergerak dari pesimisme makro 
ke optimisme mikro karena persoalan kemiskinan dewasa ini bukanlah soal di 
level makro, tetapi mikro.

Harry Seldadyo Mahasiswa PhD Program Ekonomi-Politik di Rijkuniversiteit 
Groningen, Belanda

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Data Kemiskinan dan Kemiskinan Data