** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** REFLEKSI: Kalau DPR bukan Dewan Preman Rakyat, maka bisa dipastikan bahwa DPR adalah DEWAN PENIPU RAKYAT http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=104505 DPR Bukan "Dewan Preman Rakyat" Oleh Syaiful Bari Kamis, (24-03-'05) Belum lama ini, kita menyaksikan sebuah peristiwa memalukan yang melibatkan sejumlah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pemeran utamanya. Rapat Paripurna DPR (17/3) yang membahas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kembali menemui jalan buntu. Bahkan dalam rapat yang sama sehari sebelumnya (16/3), beberapa anggota fraksi DPR menjadi emosi hingga maju ke depan pimpinan sidang dan akhirnya rapat berakhir dengan kericuhan. Melalui tayangan televisi (TV), masyarakat Indonesia dengan mata telanjang menyaksikan sendiri unjuk kekuatan mulut wakil-wakil rakyat yang sarat emosi tersebut. Misalnya, mereka saling tuding, saling tuduh, dan saling kecam tanpa ending keputusan urgen apa pun. Sadarkah bahwa adegan yang semestinya tidak terjadi itu, secara hidup dan secara audiovisual ditonton langsung oleh publik? Suara naik turun, lemah, datar keras, sebenarnya masih tergolong wajar. Ada klimaks dan antiklimaks, juga dapat diterima. Ada monolog, asyik ngomong sendiri, ada dialog, ada triolog, di sela interupsi dan suara keras, tidak terlalu menjadi persoalan. Namun, ketika adegan itu disertai dengan tindakan sejumlah anggota naik ke bibir meja pimpinan sidang, diawali dengan seorang anggota nyolot sambil mengacungkan ancaman, kemudian berdesakan anggota lainnya, saling ancam adu jotos, kiranya kita sepakat bahwa hal itu tidak etis dilakukan. Secara substansi persoalan, kita mungkin saja bisa memahami keberatan-keberatan anggota DPR dalam hal kenaikan harga BBM. Minimal terdapat dua keberatan yang diajukan anggota DPR saat itu. Pertama, keberatan terhadap kenaikan harga BBM itu sendiri. Kedua, keberatan terhadap prosedurnya. Menaikkan harga BBM jelas melibatkan perubahan Undang-undang, yakni Undang-undang yang menyangkut perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, jika pemerintah akan mengubah materi yang masuk dalam ketentuan UU APBN itu, maka diperlukan persetujuan DPR, sekurang-kurangnya pembicaraan dengan DPR. Dalam konteks menaikan harga BBM, hal itu menurut berbagai fraksi di DPR alpa dilakukan pemerintah. Karena itulah, beberapa fraksi DPR menolak dan mendesak agar pemerintah menurunkan kembali harga BBM yang telah dinaikkan sejak 1 Maret lalu. Ironisnya, penolakan DPR itu dibarengi dengan sikap saling gertak dan saling ancam adu fisik. Al-hasil, DPR yang seharusnya menjadi lembaga perwakilan rakyat dengan memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat luas secara santun dan memberikan argumentasi yang benar dan baik, secara spontan berubah menjadi panggung drama yang memalukan. DPR akhirnya bahkan terkesan berubah menjadi "Dewan Preman Rakyat" yang tidak menghargai perbedaan. Sukardi Rinakit mengelaborasi bahwa kericuhan yang terjadi di DPR itu disebabkan karena peluang untuk bicara dari anggota tidak diberikan oleh pimpiman sidang. Peluang untuk melontarkan interupsi dan lain-lain relatif ditutup oleh pimpinan sidang. Jadi, tidak ada ruang untuk adu agumentasi. Akibatnya, muncul emosi yang tidak terbendung. Fenomena kericuhan dan kerusuhan yang terjadi pada sidang paripurna, membuktikan bahwa hal itu hanya sekadar manuver agar salah satu tuntutan yang diminta DPR untuk dapat dikabulkan pemerintah. Jadi, manuver tersebut dicurigai sebagai posisi tawar untuk meng-golkan keinginannya. Bila hal ini sahih, maka fenomena itu adalah awal dari matinya demokrasi dan krisis kepercayaan rakyat terhadap DPR. Padahal DPR bukan saja lembaga demokrasi, wakil rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat. Dewan itu sekaligus tempat atau panggung dilaksanakannya demokrasi. Termasuk yang amat esensial adalah tempat hadirnya perbedaan pendapat, adu pendapat, adu kepentingan yang dilakukan tanpa kekerasan. Tempat, argumen, pertimbangan, serta sudut pandang apa pun dilaksanakan untuk sebesar-besarnya demi kepentingan umum. Pluralisme Politik Pluralisme politik adalah suatu pandangan yang mengakui bahwa kekuasaan seyogianya dipahami menyebar pada berbagai kelompok yang ada. Kekuasaan bukanlah milik satu orang saja. Namun, semuanya sama-sama memiliki kekuasaan, termasuk semua fraksi di DPR RI. Pemahaman seperti itu urgen direalisasikan agar masing-masing kelompok bisa saling melengkapi dan pemerintahan terpenuhi oleh terpeliharanya keseimbangan mereka. Jadi, kekuasaan mutlak tidak berada dalam satu genggaman seseorang atau kelompok tertentu. Wewenang politik adalah tanggung jawab bersama yang harus benar-benar dilaksanakan. Pluralisme politik ini diakui sebagai prinsip dasar demokrasi liberal, dan ini menurut Max Weber, merupakan salah satu aspirasi masyarakat yang sampai sekarang belum terealisir. Gagasan pluralisme politik ini bisa saja dianggap terlalu jauh bahkan utopis. Pluralisme politik yang mengandaikan kerukunan dalam dunia politik untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan sulit sekali direalisasikan di tengah-tengah budaya politik individualisme dan provinsialisme. Individualisme karena tindakan-tindakan politik hanya didasarkan pada pemenuhan kepentingan individu. Padahal individualisme ini akan membuat kita semakin licik dan jahat. Selain itu, ada banyak persoalan dengan budaya individulisme ini, yaitu terjadinya penghancuran berbagai aturan, dalam arti hanya ada satu aturan yang tersisa; menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan pribadi. Persis sama dengan politik ala Machiavellian yang lebih mementingkan violence, brutalitas, dan kekejaman daripada perdamaian dan kerjasama serta menganggap penaklukan terhadap rival politiknya adalah kebajikan tertinggi (summum bonum). Sementara provinsialisme telah memposisikan aktivitas-aktivitas politik dalam kotak-kotak tertentu. Aktivitas politik dibatasi ruang geraknya hanya dalam satu kotak saja untuk mencapai dan mempersembahkan hasil politiknya kepada golongannya sendiri. Jika demikian, keberadaan satu kotak yang dipenuhi oleh kelompok politik tertentu menjadi terpisah dengan kelompok lainnya. Di sini terlihat dengan jelas kosongnya penghormatan terhadap pluralisme politik yang seharusnya tidak dilakukan. Kegiatan-kegiatan politik pun tidak lagi diorientasikan kepada pemberdayaan rakyat, akan tetapi hanya untuk mengeyangkan kelompoknya sendiri. Dengan demikian terjadilah apa yang disebut "perang klaim" antarkelompok, manipulasi simbol, distorsi kebenaran dan budaya saling tidak percaya yang berakhir dengan sikap saling menjatuhkan. Yang ada, tidak lagi fairplay politics, tetapi lebih dipenuhi oleh budaya sikat, amuk dan dendam. Kasus kericuhan di DPR itu kiranya relevan kita jadikan contoh konkret yang tidak perlu diulangi kembali sebab DPR itu Dewan Perwakilan Rakyat, bukan "Dewan Preman Rakyat". *** (Penulis, Direktur Social and Philosophical Studies - Sophis, Yogyakarta). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **