** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=160347 Senin, 07 Mar 2005, Argumen Mengenai Kebijakan BBM Oleh Ulul Albab * Sesungguhnya, argumen pemerintah menaikkan harga BBM sudah cukup rasional. Di antaranya, untuk mengamankan APBN yang sebelumnya disusun berdasarkan asumsi harga minyak dunia hanya USD 24 per barel. Asumsi itu jelas tidak logis karena harga minyak dunia terus merangkak yang hingga saat ini sudah menembus angka USD 52 per barel. Padahal, di belakang harga BBM domestik, pemerintah mengeluarkan subsidi yang sangat besar. Alhasil, subsidi BBM harus dirasionalkan. Sayangnya, pemerintah tidak konsisten memangkas subsidi yang lain, terutama subsidi dana rekap bank bermasalah yang mencapai Rp 40 triliun per tahun. Subsidi tersebut dinikmati kalangan atas. Perdebatan demikian sudah lama ada. Namun, pemerintah berargumen bahwa dalam subsidi BBM pun tecermin ketidakadilan. Sebab, sebagian besar jatuh pada kalangan atas. Menurut data Worldbank (2004), masyarakat berpenghasilan tertinggi rata-rata menikmati subsidi Rp 393.000 per tahun, sedangkan yang berpenghasilan terendah rata-rata hanya menikmati subsidi Rp 72.500 per tahun. Ketidakadilan subsidi BBM akan semakin terlihat pada data distribusi konsumsi BBM dan minyak tanah. Menurut data Bappenas (2004), masyarakat berpenghasilan terbawah hanya mengonsumsi 6% BBM. Sedangkan masyarakat berpenghasilan tinggi mengonsumsi 69% BBM. Demikian juga dengan subsidi minyak tanah. Distribusi konsumsi minyak tanah untuk kelompok berpenghasilan tinggi mencapai 55% dan 35% untuk kelompok berpenghasilan menengah. Sedangkan kelompok berpenghasilan rendah hanya 10%. Ironisnya, pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM dan minyak tanah ternyata merupakan komponen belanja terbesar dalam APBN. Pada 2004, pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM mencapai Rp 73,556 triliun (hampir 14% di antara total pengeluaran pemerintah). Padahal, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan hanya Rp 19,143 triliun dan kesehatan Rp 5,391 triliun. Berarti, APBN selama ini sangat memihak orang-orang kaya. Skenario Permasalahannya, bagaimana caranya agar APBN mencerminkan program pembangunan yang berkeadilan dan lebih memihak kelompok rakyat miskin? Dari pertanyaan sederhana itulah muncul skenario mencabut subsidi BBM. Skenario tersebut memang rasional untuk menciptakan keadilan dalam APBN. Tetapi, rasionalitas itu hanya berdasar pada kalkulasi pemerintah. Dalam kalkulasi rakyat, hal tersebut justru tidak rasional karena kenaikan harga BBM selalu berdampak pada merosotnya daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Sementara itu, pemerintah tidak mampu mengintervensi dampak kenaikan harga BBM terhadap kenaikan harga barang kebutuhan pokok masyarakat yang lain. Walhasil, pilihan kebijakan mencabut subsidi BBM -yang berdampak pada naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat dan menurunnya kemampuan daya beli masyarakat- itu menjadi perdebatan panjang serta memunculkan penolakan bahkan perlawanan. Memang, skema pencabutan subsidi BBM itu sekaligus disertai skema kompensasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Misalnya, untuk bantuan pendidikan dan pelayanan kesehatan. Tetapi, gembar-gembor pemerintah bahwa hasil penghapusan subsidi itu akan disalurkan sebagai dana kompensasi untuk rakyat berpenghasilan rendah ternyata tidak seindah kenyataannya. Masyarakat yang menerima dana kompensasi itu pun belum tentu mengerti bahwa mereka sedang menerima subsidi BBM yang dialihkan. Contohnya, bantuan beasiswa BBM untuk mahasiswa. Banyak mahasiswa yang tidak mengerti bahwa dana beasiswa tersebut merupakan kompensasi dari ditariknya subsidi BBM. Lebih jauh, nilai dan besarnya dana kompensasi itu sangat mungkin tidak berarti apa-apa dibandingkan nilai serta besarnya biaya hidup yang harus ditanggung masyarakat berpenghasilan rendah akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sebagai tekanan naiknya harga BBM. Penolakan terhadap kenaikan harga BBM menggunakan argumentasi tersebut adalah sangat rasional, tidak asal "pokoknya" menolak. Artinya, jika pemerintah bisa menjamin bahwa kenaikan harga BBM tidak membuat harga barang kebutuhan yang lain ikut naik, tidak ada alasan lagi untuk menolak kebijakan tersebut. Lemah Kenyataannya, pemerintah tidak akan sanggup. Tengok saja sikap pemerintah ketika masyarakat menolak kenaikan harga elpiji. Jawaban pemerintah adalah tidak bisa mengintervensinya. Padahal, elpiji itu merupakan wilayah kewenangan pemerintah. Apalagi terhadap harga barang kebutuhan lain yang sudah jauh dari wilayah kewenangan pemerintah. Tetapi, pemerintah ternyata masih memiliki argumen kebijakan lain. Dikatakan, karena subsidi BBM sangat besar, terjadi disparitas harga BBM antara harga BBM domestik dan harga BBM di pasar internasional. Menurut pemerintah, hal tersebut mendorong terjadinya praktik pengoplosan antarjenis BBM serta penyelundupan BBM ke negara lain. Hanya, argumen itu sangat lemah. Sebab, jika memang ada pengoplosan dan penyelundupan, seharusnya hal tersebut ditangani serius oleh operasi intelijen. Sepanjang sejarah, masyarakat belum pernah mendengar keberhasilan pemerintah mengenai hal ini. * Ulul Albab, pembantu rektor III Unitomo Surabaya (email: ulul@xxxxxxxxxxxxx) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **