[UntirtaNet] Rahasia 11 September

  • From: <yayantea@xxxxxxxxxxxxx>
  • To: <untirtanet@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Fri, 13 Sep 2002 08:19:56 -0400

Rahasia 11 September
Oleh Ivan A Hadar

DALAM penerbangan pulang ke Indonesia dari Berlin, saya membaca sebuah buku
Verschwoerungen, Verschwoerungstheorien und Geheimnisse des 11.9.
(Konspirasi, Teori Konspirasi dan Rahasia 11 September).  Terbit awal
September 2002, buku ini diduga akan menjadi best seller, tidak hanya di
Jerman. Penulisnya, Andreas Broeckers, yang dikenal sebagai penulis ilmiah,
wartawan, dan mantan penanggung jawab rubrik budaya sebuah harian terkenal
di Jerman berasumsi, "Tanggal 11 September 2001, bukan hanya hari ketika
terjadi sebuah aksi teror yang sangat kejam dan mengerikan, tetapi juga
menyimpan berbagai kejanggalan yang bizarre, latar belakang yang
disembunyikan, kontroversi yang fantastik, dan cerita berbagai operasi
strategis intelijen". Apa pasal?  Broeckers adalah seorang investigator.
Dalam bukunya, ia "melawan" pendapat umum yang terbentuk lewat arus utama
pemberitaan yang memperoleh pasokan data resmi. "Setelah aksi polisi
terbesar sepanjang sejarah", demikian Broeckers pada akhir bukunya,
"bukti-bukti yang dikumpulkan tentang keterlibatan Osama bin Laden dan Al
Qaeda, beberapa jam setelah kejadian dan satu tahun kemudian masih sama,
nyaris tidak ada".  Ia lalu bertanya, siapa yang memperoleh keuntungan dan
patut diduga terlibat dalam aksi teror yang menewaskan ribuan jiwa itu.
Bukan untuk mengedepankan sebuah teori konspirasi baru, tetapi agar cara
berpikir konspiratif yang mewabah saat ini menjadi produktif lewat keraguan
ilmiah. Karena, "Tanpa sebuah teori konspirasi yang balance, sulit memahami
dunia saat ini yang sangat kompleks dan penuh konspirasi".  Sebagai bagian
masyarakat dunia, menjadi penting bagi kita untuk bertanya seberapa jauh
informasi dan asumsi "lain" tentang latar belakang aksi teror 11 September,
bisa menjadi bahan pertimbangan dalam upaya memahami "nafsu perang" kelompok
keras dalam Kabinet Bush untuk membasmi terorisme internasional.  *** KETIKA
7.12.1941, bagaikan terbangun dari "mimpi di siang bolong", pesawat tempur
Jepang menyerang Pearl Harbor, seluruh rakyat AS bersatu padu dan amat marah
(indignation) terhadap Kekaisaran Matahari Terbit. Saat ini, para ahli
sejarah mengatakan, sebenarnya Presiden Roosevelt sejak awal mengetahui
rencana penyerangan itu. Bahkan, konon, dialah yang memprovokasi Jepang.
Roosevelt ingin terlibat Perang Dunia II, padahal, hingga Pearl Harbor,
mayoritas rakyat AS (88 persen) tidak sepakat dengan maksud itu.  Ketika 11
September 2001, bagaikan "mimpi di siang bolong", empat pesawat terbang
sipil berpenumpang "menyerang" gedung kembar WTC (World Trade Center) dan
Pentagon, komunitas masyarakat beradab AS dan seluruh dunia  amat marah atas
perbuatan biadab itu. Pelaku dan musuh pun langsung diidentifikasi, Osama
bin Laden dan kelompok Islam fundamentalis Al Qaeda. George W Bush
mengumumkan Perang Dunia melawan "Terorisme Internasional". Tanpa 11
September, aksi itu kurang mendapat dukungan. Kini cukup banyak indikasi,
Pemerintah AS sebenarnya telah mempunyai informasi tentang rencana teror
itu.  Sejak awal, Broeckers curiga terhadap penilaian seragam media massa
(mainstream) atas kejadian itu. Serempak, termasuk media massa dengan
reputasi internasional dan biasanya bersikap kritis, seakan menjadi "juru
bicara" Gedung Putih. Dalam mencari informasi lebih luas dan alternatif,
dari hari ke hari Broeckers melanglang buana di Internet sambil meluncurkan
"mesin investigatif" yang bermuatan berbagai pertanyaan baru. Dalam
pencariannya, selama berbulan-bulan ia menyediakan online magazine
"telepolis" sebagai notulensi investigasi yang telah diklik oleh jutaan
pengunjung serta memicu diskusi dan debat panas dan produktif.  Apakah sejak
11 September, dunia tidak seperti sebelumnya? Kenyataannya, banyak kejadian
yang lain sama sekali. Ambil contoh, kakek Prescott Bush mendanai dan
mendukung Hitler, sebelum Hitler digilas tentara AS. Anaknya, George Bush,
saat menjadi orang nomor satu di CIA, mempersenjatai Saddam Husein, untuk
kemudian sebagai Presiden AS menggempurnya dalam Perang Teluk. Perusahaan
minyak pertama milik cucunya, George W Bush yang kini Presiden AS, ternyata
memperoleh penghasilan dari dagang dengan keluarga besar Bin Laden.  Osamah
bin Laden, demikian Broeckers, adalah produk intelijen AS yang didukung
penuh sebagai kelompok teror melawan Uni Soviet. Pada Januari 2001,
pemerintahan Bush yang baru dibentuk melarang FBI dan CIA menghentikan
menyidikan terhadap klan Bin Laden. Menurut harian Perancis Le Figaro, pada
Juli 2001, seorang utusan CIA menjenguk Bin Laden yang dirawat di rumah
sakit AS di Dubai.  Lalu, simak data berikut. Jenderal Mahmud Ahmed, Kepala
Dinas Intelijen Pakistan (ISI), yang berkolaborasi erat dengan CIA, pada
Juli 2001 mentransfer uang sebesar 100 ribu dollar AS kepada "pilot teroris"
Muhammad Atta. Selain itu, dari tanggal 4 hingga 19 September 2001, Jenderal
Mahmud Ahmed melakukan kunjungan resmi ke AS dengan tujuan "Pembicaraan
tentang Taliban". Tanggal 11 September 2001, ia bersantai makan pagi di
Capitol Hill dengan dua orang ketua divisi intelijen AS.  Pada hari itu,
meski Komandan Angkatan Udara AS mengetahui pembajakan empat pesawat yang
melaju mendekati daerah larang terbang (no fly  areas), toh dibutuhkan waktu
lebih 75 menit sebelum pesawat pemburu diizinkan take off untuk
menghalang-halangi. Terlambat.  Dari berbagai informasi yang diperoleh,
Broeckers menjadi kian curiga, karena banyak menemukan bolong dan tidak
sinkronnya detail dalam versi resmi peristiwa 11 September. Ia bertanya,
mengapa, misalnya, hubungan radio dengan tower dan informasi dari kotak
hitam (flight recorder), tidak dipublikasikan? Lalu, mengapa nama 19
pembajak tidak ditemukan dalam daftar penumpang? Dan lima tersangka pelaku
pembajak bunuh diri itu ternyata sehat walafiat. Mengapa tidak ada foto atau
video yang merekam bangkai pesawat yang dikabarkan menghunjam Pentagon?
Mengapa bangkai pesawat lainnya berserakan dengan jarak puluhan mil satu
dari lainnya? Apakah pesawat itu jatuh ditembak? Apa pula alasan pengunduran
diri John O'Neill, ketua tim penyidik Bin Laden, delapan minggu sebelum 11
September? Apa saja hubungan bisnis langsung keluarga Bush dan Bin Laden?
Kepentingan bisnis apa yang dimiliki Halliburton, perusahaan milik Wakil
Presiden Cheney dalam proyek pipa gas di Afganistan? Mengapa pada Juli 2001
dilakukan perundingan rahasia dengan Pemerintah Taliban tentang pembangunan
saluran gas itu? Mengapa penyidikan FBI terhadap beberapa murid sekolah
penerbangan yang dicurigai, dihentikan oleh Gedung Putih? Mengapa Bush dan
Cheney menekan pemimpin oposisi Dashley untuk menghindari rencana Kongres
melakukan "penelitian mendalam" tentang peristiwa 11 September?  Berbagai
pertanyaan dan kecurigaan yang menggantung itu membutuhkan klarifikasi.
Jawaban benar atasnya layak diketahui tidak hanya oleh keluarga puluhan ribu
korban tak berdosa di New York dan di Afganistan, tetapi juga oleh dunia.
Agar nanti tidak menjadi ganjalan dalam sejarah anak manusia.  Atau,
kebenaran atasnya baru terungkap jauh di kemudian hari dan sekadar menjadi
catatan buram sejarah peradaban. Bagi AS, klarifikasi atas semua pertanyaan
dan kecurigaan itu kini amat penting, terutama untuk memperkuat legitimasi
kepemimpinannya dalam memerangi terorisme internasional. Sesuatu yang,
seharusnya, relatif mudah bagi negara yang dijuluki "Kampiun Demokrasi".

DR IVAN A HADAR, Presiden IDe (Indonesian Institute for Democracy Education)



===============================================================
(C)opyright 1999-2002 UntirtaNet
Milis ini dikelola oleh alumni Universitas Tirtayasa Banten - Indonesia 
dan terbuka untuk semua Civitas Academica Universitas Tirtayasa Banten 
Untuk berlangganan, kirim email ke: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx, 
dengan Subject 'Subscribe' atau lansung ke  
//www.freelists.org/cgi-bin/list?list_id=untirtanet 
Untuk kirim pesan: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx
Please visit our Homepage: http://www.untirtanet.org

Other related posts: