[UntirtaNet] 700 Muslim Tewas dalam Tragedi 11 September [1]

  • From: "webmaster@xxxxxxxxxxxxxx" <untirtanet@xxxxxxxxxxxxx>
  • To: <untirtanet@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Tue, 17 Sep 2002 05:08:00 -0400

Bulan ini masyarakat dunia diingatkan pada sebuah peristiwa yang
menggemparkan yang terjadi tepat setahun silam di New York, Amerika Serikat.
Tepatnya pada tanggal 11 September 2001, dua buah pesawat terbang berukuran
besar menabrakkan diri ke menara kembar World Trade Centre (WTC), sehingga
kedua gedung itu terbakar dan runtuh, rata dengan tanah. Dan dikabarkan ada
sekitar tiga ribu orang yang tewas terkubur bersama puing-puing reruntuhan.
Dua belas hari kemudian, pada tanggal 23 September 2001, Walikota New York
menyelenggarakan acara "Pray for America" (Doa untuk Amerika) di lapangan
base ball stadion Yankee, New york.
Semua unsur agama - yang diakui pemerintah New York - diundang. Komunitas
Muslim diwakili oleh Muhammad Syamsi Ali, imam Masjid al-Hikmah di Queens,
New York serta Imam Izekil Pasha, head of chaplain (kepala pembina rohani)
Islam New York Police Department (NYPD).
Pada acara itu, seorang muallaf dari Harlem, New York, mendapatkan
kesempatan meyuarakan adzan di hadapan 70 ribu orang hadirin, termasuk
mantan Presiden Bill Clinton dan isterinya Senator Hillary Clinton, serta
ditatap puluhan juta pemirsa televisi. Khutbah singkat dibawakan oleh Izekil
Pasha sedangkan pembacaan ayat AlQuran dibawakan oleh Syamsi Ali. Ia
membacakan surat al-Hujurat ayat 13, al-Maaidah ayat 8, dan an-Nashr.
"Kata seorang rekan yang berada di tengah-tengah massa hadirin, ketika adzan
dikumandangkan dan ketika ayat-ayat AlQuran dilantunkan, semua diam
 membisu," kenang Syamsi. Sedangkan saat orang Yahudi meniup terompet, atau
orang Sikh menyanyi, banyak hadirin yang cekikikan.
Saat ayah tiga anak ini membacakan ayat demi ayat AlQuran, belum banyak
orang mengenal siapa gerangan Syamsi Ali. Tapi saat kamera televisi
meng-close up wajah Syamsi Ali, pemirsa televisi di seluruh dunia dapat
melihat wajahnya yang khas masyarakat Melayu. "Orang Indonesiakah ia?"
seorang pemirsa di tanah air yang menyaksikan siaran CNN bertanya-tanya.
Benar. Ustadz muda ini adalah warga Indonesia kelahiran Desa Tanatoa,
Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sehari-harinya Syamsi bertugas sebagai staf
pada Perwakilan Tetap RI untuk PBB di New York. Namun karena komitmennya
pada da'wah, kegiatan Syamsi di kota Big Apple itu tidak cuma berkisar
antara rumah dan kantor.
Ia juga aktif dalam berbagai aktivitas keagamaan setempat, sehingga mendapat
kehormatan sebagai anggota American Muslim Council, sebagai representasi
dari 12 juta ummat Islam di AS. Adik kelas M. Anis Matta (Sekjen Partai
Keadilan) di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah, Gombara, Makassar ini juga
turut memdirikan Imam Council, sebuah perserikatan para tokoh Muslim di New
York. Syamsi juga dipercaya menjadi Imam Masjid al-Hikmah, masjid yang
dibangun manyarakat Indonesia di kawasan Queens.
Di sela kesibukan darat yang demikian padat, master lulusan Universitas
Islam Internasional di Pakistan ini menyempatkan diri berda'wah di dunia
maya. Syamsi rajin melayani berbagai diskusi agama di sejumlah mailing list
(forum diskusi internet).
Agustus lalu, Syamsi sekeluarga berlibur ke kampungnya di Makassar dan ke
rumah orang tuanya di Bulukumba. Sebelum ke kampungnya, ketua ICMI orsat New
York ini menyempatkan diri singgah beberapa malam di Jakarta, menjumpai
beberapa handai taulannya. Ia berlibur bersama isteri dan ketiga anaknya,
Maryam Zakiyah, 8 tahun lahir di Pehawar, Ustman Afifi, 6 tahun, dan Adnan
Usamah, 4 tahun, lahir di New York.
Alhamdulillah, dalam waktu yang pendek itu Suara Hidayatullah (Sahid)
mendapat kesempatan mewawancarainya dua kali. Wawancara pertama dilakukan
oleh Wisnu Pramudya bersama Indra Supono dari Radio Dakta yang berlangsung
on air di studio radio tersebut di Bekasi. Wawancara kedua dilanjutkan oleh
Saiful Hamiwanto via telepon Jakarta-Makassar.
Apa saja yang ia alami pasca tragedi itu berlangsung? Apa pula suka-duka
berda'wah di negeri orang? Silakan Anda dapati jawabannya pada petikan
wawancara kami dengan kandidat doktor pada New York University ini. Selamat
menikmati.

Ketika tragedi 11 September itu Anda sedang berada di mana?
Kejadian ini bagi banyak orang seperti mimpi, sesuatu yang tidak pernah
terduga akan terjadi. Waktu saya berangkat ke kantor, seperti biasanya,
pukul 8.30. Saya menggunakan subway (kereta dalam kota). Ketika kereta nomor
7 yang saya tumpangi sedang tidak di bawah tanah, kami melihat kejadian itu.
Dugaan kami sedang terjadi kebakaran gedung. Sesampai di pusat kota, kami
melihat siaran televisi, kami melihat serangan yang kedua. Barulah setelah
itu ada informasi tentang adanya serangan teroris. Tapi kami belum tahu
siapa pelakunya.
Kantor Anda dekat dengan tempat kejadian itu?
Tidak. Kantor kami, kantor PBB berada di 42nd Street, sedangkan WTC terletak
di ujung bagian bawah kota. Jadi ada sekitar 37 blok dari kantor PBB.
Apa yang pertama kali terbetik di hati Anda ketika melihat kejadian dramatis
itu?
Yang pertama terbetik, kemungkinan besar terjadi kebakaran. Jadi tidak
terfikir ada serangan teroris. Tapi setelah terdengar kabar ada serangan
teroris dan kemudian teroris itu equivalent dengan orang-orang yang dituduh
beragama Islam.
Kabarnya media-media saat itu secara implisit telah memperlihatkan
kecenderungan mengarahkan tuduhan kepada umat Islam ya?
Yang lebih menyakitkan, yang pertama kali ditampilkan TV CNN adalah gambar
orang-orang Muslim Palestina yang sedang menari kegirangan. Jadi ada semacam
kecenderungan untuk mempersepsikan bahwa tragedi itu ada kaitannya dengan
orang-orang Palestina.
Padahal gambar itu kan sebenarnya siaran ulang CNN yang menggambarkan
kegembiraan orang Palestina 10 tahun yang lalu saat Irak menyerang Israel?
Betul, meski ada bantahan dari CNN, tetapi tetap ada keanehan, karena
tragedi itu kan terjadi pagi hari di New York. Artinya di Palestina sudah
sore hari atau malam. Tetapi gambar yang ditayangkan CNN suasananya siang
hari yang terang benderang. Jadi ada sesuatu yang tidak klop. Nah, hal itu
tentu menyakitkan kita.
Hal kedua yang menyakitkan, dari 2900-an korban jiwa di WTC, ada tidak
kurang dari 700-an orang Islam yang meninggal dunia.
Anda dapat data itu dari mana?
Dari daftar yang dikeluarkan masing-masing perwakilan negara di New York.
Jadi dari sekian banyak korban, sepertiga adalah umat Islam.
Hal ketiga yang menyakitkan adalah tatkala agama kita dihubungkan dengan
terorisme. Saya tidak mengatakan bukan orang Islam yang melakukannya, tetapi
apa hubungannya dengan agama. Masalahnya, pihak media massa di sana
membangun persepsi bahwa Islam berada di balik tragedi itu.
Nah, kami yang telah lama berupaya untuk mengoreksi persepsi yang salah
tentang Islam, akhirnya harus kembali ke nol lagi. Ibarat bangunan, sudah
berhasil kami bangun, akhirnya runtuh kembali. Kami harus memulainya dari
mula.
Bagaimana anda menghadapi suasana yang tidak bersahabat terhadap ummat Islam
setelah itu?
Pada hari pertama hingga hari ketiga kami peringatkan kepada ummat Islam
agar berhati-hati, karena ada yang menggunakan situasi ini untuk melakukan
pembalasan. Misalnya di dekat suatu masjid ada seorang perempuan Arab yang
luka-luka karena ditabrak mobil dari arah belakang. Setelah diselidiki
ternyata orang yang menabrak adalah orang yang membenci masjid karena masjid
dianggap merugikan perusahaan minuman keras. Jadi dilakukan oleh gang
penjahat.
Di masjid yang bernama Mus'ab bin Umair di kawasan Brooklyn, ada dua gadis
setelah keuar dari masjid jilbabnya ditarik. Tetapi secara umum tidak
seburuk yang kita bayangkan. Memang ada masjid-masjid yang dilempari, ada
masjid yang ditabrak mobil tua. ada yang dicoret-coret dindingnya.
Apa coretan di dinding itu?
"Arab is terorist". Kita sudah perkirakan hal itu akan terjadi. Makanya
secara aktif kita melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang spesifik,
misalnya dalam dialog antaragama. Bukan berarti kita mengakui doa orang
kafir, tetapi untuk membangun persepsi bahwa orang Islam tidak eksklusif.
Banyak orang memuji keputusan Anda membaca ayat AlQuran dan bukannya
ikut-ikutan berdoa. Bisa dijelaskan kenapa memilih itu?
Semua yang kita lakukan ini sudah kami pertimbangkan, apakah kita berdoa
atau ceramah saja. Maka kami bagi tugas. Yang memberikan ceramah singkat
mewakili ummat Islam adalah imam Izekil Pasha, head chaplain (Kepala pembina
rohani Islam) New York Police Department (NYPD). Saya diminta membacakan
doa. Tapi setelah kita musyawarahkan doa apa yang akan kita baca. Saya
kemudian terfikir pada pertimbangan fikih. Doa ini mungkin akan
dipersepsikan sebagai doa bersama, seolah kita meyakini atau mentolerir doa
orang lain, padahal itu kan mukhul ibadah (otaknya ibadah). Akhirnya kami
putuskan untuk membaca ayat AlQuran.
Surat apa dan ayat berapa?
Surat al-Maidah ayat 5 tentang universal keadilan, bahwa keadilan dalam
Islam tidak mengenal batas-batas, baik nasional, batas bangsa, bahkan batas
keyakinan.
Terjemahannya dibacakan juga?
Ya. Bahkan yang menerjemahkan perempuan, karena salah satu persepsi yang
terbangun di masyarakat Muslim bahwa perempuan hanya tinggal di belakang
pintu saja.Karena itu kita minta seorang Muslimah untuk tampil karena ada
satu tujuan tertentu, sambil menyelam minum air. Kenapa kita membacakan ayat
ini, karena dalam persepsi kita karena kejadian-kejadian kekerasan ini
timbul ketidakadilan.
Jadi bagaimana pun juga harusnya ada introspeksi kepada semua pihak, bahwa
keadilan itu kalau dilanggar akan terjadi hal-hal seperti ini, maka kita
menghendaki agar keadilan tetap ditegakkan kapan dan di mana saja. Yang
kedua adalah unversalisme kemanusiaan, seperti tercantum dalam surat
al-Hujurat, bahwa semua manusia adalah anak cucu Adam, dan yang paling mulia
adalah yang paling bertaqwa.
Ketika kita bicara ketaqwaan, tentu dalam persepsi kita, tidak dapat dicapai
ketaqwaan tanpa keislaman. Terakhir surat an-Nashr bahwa kemenangan selalu
terikat dengan kebenaran. Siapa saja yang ingin mendapat kemenangan harus
selalu terikat dengan kebenaran.
Apa yang terjadi setelah Anda membacakan al-Quran di stadion Yankee itu?
Tiga bulan kemudian ada seorang perempuan yang menelepon saya. Namanya
Chyntia Roland, namun ketika menelepon saya namanya sudah berganti menjadi
Thahira. Saya tanya, "Kenapa telepon saya?" Katanya, "Saya sudah tiga bulan
mencari telepon Anda, karena saya telah masuk Islam setelah mendengar Anda
membaca Quran". Subhanallah.
Bagaimana tanggapan Bill Clinton setelah Anda membacakan ayat Quran?
Ia memeluk saya sambil berbasa-basi ingin memiliki baju koko seperti yang
saya pakai.


===============================================================
(C)opyright 1999-2002 UntirtaNet
Milis ini dikelola oleh alumni Universitas Tirtayasa Banten - Indonesia 
dan terbuka untuk semua Civitas Academica Universitas Tirtayasa Banten 
Untuk berlangganan, kirim email ke: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx, 
dengan Subject 'Subscribe' atau lansung ke  
//www.freelists.org/cgi-bin/list?list_id=untirtanet 
Untuk kirim pesan: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx
Please visit our Homepage: http://www.untirtanet.org

Other related posts:

  • » [UntirtaNet] 700 Muslim Tewas dalam Tragedi 11 September [1]