[breaktime-corner] Hanya Bermodal Tepung, Jadi Juragan Sukses

  • From: "Agung Luthfi Zauhar Ma'mun" <agung.luthfi@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: <tea-corner@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Mon, 28 Nov 2011 04:28:17 +0800

Hanya
<http://menujuhijau.blogspot.com/2011/11/hanya-bermodal-tepung-jadi-jura
gan.html>  Bermodal Tepung, Jadi Juragan Sukses 

 

 

 
<http://inspirasiusahasukses.files.wordpress.com/2011/11/nurati-juragan-
kerupuk.jpg> Jangan anggap remeh kerupuk. Meski cuma camilan, kerupuk
bisa menjadi bisnis yang menjanjikan. Kesabaran Nurati merintis usaha
kerupuk ikan cap Dua Mawar mengantarkannya menjadi pengusaha dengan
omzet ratusan juta rupiah per bulan.

Bagi sebagian orang, makan tanpa kerupuk terasa hambar. Tapi, bagi
Nurati, kerupuk bukan hanya sekadar lauk saat makan atau camilan.
Kerupuk adalah sandaran hidupnya. Ya, berkat kerupuk, kini, ia bisa
menjadi seorang pengusaha sukses.

Perempuan kelahiran Indramayu 24 Desember 1973 ini merupakan produsen
Kerupuk Ikan Cap Dua Mawar. Omzetnya yang mencapai Rp 300 juta per bulan
menjadi bukti bahwa merek Dua Mawar cukup terkenal, terutama di Jawa
Timur.

Nurati tidak pernah membayangkan bisa menggapai sukses seperti sekarang.
Dulu, ia hanyalah buruh di pabrik kerupuk milik kakak kandungnya. Tapi,
sejak awal, perempuan yang hanya mengenyam pendidikan hingga kelas dua
SMA ini memang bertekad tidak menjadi pengangguran.

Maklum, ayahnya meninggal saat Nurati masih kecil. Dan, sejak itu, ia
menyaksikan bagaimana ibunya setiap hari harus membanting tulang untuk
membiayai sekolah anak-anaknya. Itu pun belum cukup. Karena tak mampu
memikul biaya sekolah, akhirnya, Nurati terpaksa putus sekolah.

Sejak itulah Nurati bekerja serabutan di pabrik kerupuk milik kakaknya.
"Orang harus punya pekerjaan kalau tidak ingin direndahkan," tandasnya.

Sebagai pegawai, waktu itu, Nurati memperoleh upah sekitar Rp 5.000
sampai Rp 10.000 per hari. Jika uangnya habis, ia sering menumpang makan
di rumah kakaknya.

Lama kelamaan, kakaknya tak tega melihatnya bekerja serabutan. Pada
1993, Nurati mendapatkan bantuan modal berupa tepung tapioka sebanyak
dua ton dari sang kakak. Ditambah modal dari tabungan sendiri, Nurati
lantas mengolah tepung tapioka itu menjadi kerupuk. Meski hasilnya masih
sedikit, ia mulai bisa meraih laba dari menjual kerupuk.

Melihat adiknya memiliki potensi menjadi pengusaha kerupuk, kakak Nurati
lantas memberikan bantuan modal Rp 10 juta untuk memperbesar bisnis
kerupuk tapioka itu.

Bisnis kerupuk Nurati pun kemudian berkembang pesat. Apalagi, pada tahun
1994, Nurati kembali mendapat pinjaman modal sebesar Rp 25 juta dari
kakaknya.

Nurati lantas mulai menempelkan label Kerupuk Ikan Cap Dua Mawar pada
kerupuk olahannya. Dari awal, ia memang lebih tertarik membuat kerupuk
tapioka dengan campuran ikan. Sayang, makin lama, bahan baku ikan sulit
didapat. Ia lantas melakukan diversifikasi dengan membuat kerupuk
bawang. "Bahan baku kerupuk bawang berlimpah dan mudah dibuat," dalih
Nurati.

Seiring peningkatan permintaan, produksi kerupuk cap Dua Mawar terus
meningkat, dari semula hanya 500 kilogram (kg) menjadi satu ton per
hari. Nurati bahkan mampu mencicil uang pinjaman ke kakaknya.

Tekad Nurati memiliki usaha kerupuk dengan skala cukup besar
mendorongnya mencari tambahan modal ke bank. Lantaran meyakinkan, ia
berhasil mendapatkan pinjaman sebesar Rp 25 juta dari bank. Hasilnya,
kapasitas produksi pabrik kerupuk cap Dua Mawar mengembang hingga 1,5
ton per hari.

Setelah itu, bisnis Nurati terus tumbuh tak terbendung. Ia pun
memindahkan tempat usahanya ke lokasi yang lebih dekat dengan jalan
raya. Maklum, rumahnya di dusun Kenanga, Blok Duku, Indramayu, sangat
jauh dari jalan raya. Distribusi barang kadang terhambat. Apalagi,
pabrik lamanya yang berukuran 800 meter persegi menyatu dengan rumah.

Menjual ke Sidoarjo 

Nurati meminjam ke bank lagi sebesar Rp 50 juta untuk membeli petak
sawah seluas 4.000 meter persegi. Ia membangun rumah serta pabrik baru
di lokasi yang dekat dengan jalan raya tersebut. Ketika itu, kerupuk
produksi Nurati sudah dipasarkan dengan truk ke Surabaya dan Sidoarjo.

Di pabrik baru, produksi kerupuk cap Dua Mawar melonjak menjadi dua ton
per hari. Dan, kini, Nurati bisa menjual rata-rata 22 ton kerupuk
sebulan. Dengan harga jual Rp 81.000 per lima kilogram, ia mengantongi
omzet Rp 300 juta lebih.

Meski tak banyak memproduksi kerupuk ikan, Nurati tetap kesulitan
mendapatkan pasokan ikan. Pasalnya, permintaan ikan di Indramayu terus
naik dan ia harus bersaing dengan produsen kerupuk lain.

Meski begitu, Nurati tetap mempertahankan produksi kerupuk ikan untuk
menjaga agar pelanggannya tidak kabur. Ia tak mau menggantinya dengan
bahan esens. "Sekali kualitas turun, pembeli bakal kecewa," katanya.
Meski produksi kerupuk ikan tidak lagi sebanyak dulu, ia tetap menjaga
rasa kerupuk itu agar tetap sama.

Saat ini, dengan empat mesin potong dan dua mesin pengaduk di pabriknya,
Nurati telah memperkerjakan 30 karyawan. Mayoritas dari mereka adalah
tetangganya.

Meski pesaing kian banyak, Nurati tetap mampu bertahan. Salah satu
rahasianya, ia selalu mendampingi karyawannya saat bekerja agar kualitas
tetap terjaga. Ia juga terus memperkuat pasarnya di Jawa Timur.

 

JPEG image

Other related posts:

  • » [breaktime-corner] Hanya Bermodal Tepung, Jadi Juragan Sukses - Agung Luthfi Zauhar Ma'mun