[nasional_list] [ppiindia] [perempuan] Poligami ala Feminis

  • From: "Carla Annamarie" <Carla.Annamarie@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Tue, 8 Feb 2005 09:29:49 +0700

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **


----- Forwarded by Carla Annamarie/PRUIDN/IDN/Prudential on 02/08/2005
09:30 AM -----
                                                                                
                           
                      "Julia                                                    
                           
                      Suryakusuma"             To:       "PEREMPUAN" 
<perempuan@xxxxxxxxxxxxxxx>           
                      <jskusuma@xxxxxxx        cc:       
<wahana-news@xxxxxxxxxxxxxxx>                     
                      t.id>                    Subject:  [perempuan] Poligami 
ala Feminis                  
                                                                                
                           
                      02/07/2005 07:22                                          
                           
                      PM                                                        
                           
                      Please respond to                                         
                           
                      perempuan                                                 
                           
                                                                                
                           
                                                                                
                           





Teman2,

Kolom saya di Pesona bulan ini....... (dalam versi yg lebih pendek).

JIS

POLIGAMI A LA 'FEMINIS'


Oleh Julia Suryakusuma


Pada usia saya yg hampir setengah abad ini, dan setelah hampir tiga tahun
menjanda, saya tentunya harus mereview kembali apa yang menjadi kebutuhan
hidup saya pada saat ini. Kawin lagi, seperti yang 'dituntut' atau paling
tidak diharapkan oleh keluarga saya? Aduh, rasanya engga deh ! Untuk apa
kawin lagi? Teman-teman perempuan sebaya atau yang lebih tua (yang sudah
janda maupun belum) mengatakan, "Ngapain Jul? Nambah persoalan aja."


Memang, soalnya, cari nafkah sudah bisa sendiri, secara sosial dari dulupun
biasa kemana-mana sendiri, secara emosional juga mandiri. Malas sekali
rasanya, apalagi kalau memikirkan harus mungutin celana dalam dan kaos kaki
yang berserakan di lantai, atau handuk basah yang bukannya digantung, malah
dilempar di tengah tempat tidur; tutup odol yang tidak ditutup,
kebiasaan-kebiasaan lain yang menjengkelkan, berbagai urusan tetek-bengek
keseharian rumah tangga, serta kompromi-kompromi lainnya. Juga tentunya
karena sudah terbiasa dengan kesendirian, kebiasaan dan kebebasan yang saya
miliki. Apalagi sebagai penulis saya senang, dan bahkan dituntut untuk
sendiri. Nanti ada suami malah mengurangi fokus dan konsentrasi saya,
padahal siapa tahu diparuh kedua hidup saya ini bisa melahirkan 'bayi-bayi'
lagi. Bukan bayi manusia tentunya, tapi karya tulisan ataupun karya
lainnya, yang lebih baik daripada sebelumnya.


Dari dulupun, ketika saya masih berstatus menikah, apalagi dihadapan suami
yang bertahun-tahun sakit, sudah mandiri - memang sudah dari sononye,
apalagi saya dididik di luar negeri sebagai anak diplomat. Toh saya menikah
selama 27 tahun lamanya - tidak main-main - bahkan sudah bisa dianggap
'veteran' perkawinan. Jangan-jangan mesti diberi medali, di tengah tingkat
perceraian yang begitu tinggi - yang akan lebih tinggi lagi kalau
perkawinan pura-pura (untuk status, untuk alasan ekonomi, karena
kebiasaan), bubar. Selain itu, saya menikah pada usia yang relatif muda -
20 tahun - jadi sekarang ini ingin menikmati being single again dong.


Tapi jujur saja, selain freedom, sebagai perempuan normal, saya juga
membutuhkan keintiman. Keintiman apa? Ya, emosional dan seksual tentunya.
Kalau 'keintiman' intelektual, bisa di dapat dengan banyak orang, bahkan
harus dengan banyak orang.


Tiba-tiba, di tengah-tengah maraknya perdebatan tentang poligami, saya
terinspirasi, kenapa saya tidak berpoligami saja? Lho, lho, lho, Julia
Suryakusuma yang dikenal sebagai salah seorang pelopor feminisme di
Indonesia, Julia yang terkenal garang itu? Wow! Apa yang terjadi? Pasti
banyak orang akan berpikir, si Julia udah gila, kelewat frustrasi, atau
sudah benar-benar desperate?? Pasti saya dicerca, dikecam dan dilempari
tomat busuk dan batu (tak apa-apalah dilempari batu, asal batu berlian
saja!) dicap penghianat, oleh teman-teman feminis maupun non-feminis.


Tenang, tenang - ini kan cuma ngelamun saja, istilah kerennya, refleksi.
Saya ingin memperkenalkan konsep poligami a la feminis, atau paling tidak
feminis a la saya (karena tidak semua feminis akan setuju dengan saya -
feminis kan macam-macam alirannya), dan menawarkan suatu paradigma baru.


Begini. Banyak wanita dewasa seusia saya, sudah self-contained. Maksudnya
bukan cuma serba-bisa, tapi ada kepercayaan diri (self-esteem) yang utuh,
sudah bisa memanage diri sendiri dan orang lain, memiliki pengalaman dan
merasakan asam-garamnya kehidupan, bisa bertindak sebagai pengayom, dan
kemungkinan juga sudah memiliki kedudukan sosial-ekonomi yang baik.
Mapanlah. Tidak lagi mencari security (apakah itu secara emosional ataupun
materi) ataupun kelengkapan dirinya, hal-hal yang biasanya menjadi alasan
bagi wanita muda untuk mencari pasangan.


Salah satu faktor mengapa saya mempertimbangkan poligami adalah karena
rasanya kalaupun saya menikah lagi, ingin dengan yang lebih muda, paling
tidak sepuluh tahun lebih muda. Nah, ini, melanggar aturan lagi - bagaimana
sih? Mengapa pilihannya kepada yang lebih muda? Cari daun muda, wah, tante
girang dong! Ya, tidaklah. Alasannya karena saya merasa muda di hati,
secara fisik juga masih oke, mengikuti jaman, punya pandangan yang
progresif, bahkan sering dianggap terlalu progresif untuk jamannya.
Kemungkinan pria yang lebih tua tidak bisa mengikuti cara berpikir saya.
Alasan lainnya - jujur saja - suami saya dulu 15 tahun lebih tua, jadi
wajar kalau sekarang cari yang berbeda. Variasi. Dan sebenarnya, perempuan
dewasa juga bukan hanya lebih matang secara seksual, tapi - apalagi yang
pra-menopause - bisa mengalami peningkatan gairah seksual yang lebih bisa
diimbangi pria muda.


Padahal, pool (kelompok) pria yang berusia 40an atau menjelang 40 biasanya
sudah menikah. Pilihan pertama, pacaran sana sini (alias selingkuh), secara
psikologis menekan semua pihak (dimana keintimannya?), melibatkan banyak
berbohong, rasa bersalah, tidak tertutup kemungkinan pemerasan emosional,
dan takut kepergok. Belum secara agama dianggap dosa. Meski ada stigma
sosialnya, kalau berpoligami ada kejelasan, sah secara agama, dan bisa
dibikin pembagian tugas. Mau disebut 'gilir', ya oke, meski bisa dijabarkan
secara longgar. Terus terang saya sudah malas punya suami full-time, tapi
kalau part-time sih oke sekali. Biar bagian yang lebih full-time diberikan
(dibebankan?) kepada istri pertama, yang lebih muda dan yang masih punya
minat dan energi untuk menjalankan peran tersebut. Jadi situasinya memang
lucu juga, di sini yang disebut 'istri muda' (baca: kedua) umurnya lebih
tua.


Bagi pasutri yang suaminya punya 'istri muda' yang lebih tua, ada beberapa
keuntungan. Perempuan itu sangat kurang diakui perannya sebagai penyalur
ilmu - ilmu apapun - yang pasti, ilmu kehidupan, padahal perempuan, apalagi
yang dewasa itu sarat ilmu. Sebagai istri kedua, ia bisa berbagi ilmu
kepada suami dan istri pertamanya. Bagi perempuan karir yang sukses,
mungkin ia juga mapan secara finansial, jadi mungkin bisa membantu keluarga
suaminya, kalau memang dibutuhkan. Bukannya jadi saingan, malah bisa saling
mengisi. Perempuan dewasa tidak lagi mencari kelengkapan, malah cenderung
ingin berbagi, apakah ilmunya, uangnya, kebajikannya, kesabarannya
(mungkin), ataupun kasih dan ibanya (love and compassion).


Bagaimana dengan faktor emosional? Kalau bagi saya sebagai perempuan lebih
tua, rasa cemburu itu sudah sangat kurang, menurun dengan meningkatnya
self-esteem dan rasa percaya diri tadi. Cemburu datang dari rasa insecure
(tidak percaya diri), takut, cemas, rasa terancam, sedang perempuan dewasa
seyogyanya sudah merasa sangat secure dan confident di dalam dirinya.
Perempuan dewasa lebih tahu apa yang diinginkannya, dan tau bagaimana cara
mendapatkannya. Lihat saja Joan Collins, Elizabeth Taylor, Cher, dan lain
lain di luar negeri, dan juga ada beberapa di Indonesia, cuma saja tidak
diexpose seperti halnya di Hollywood, tentunya.


Berusia 50 sekarang ini bukan seperti berusia 50 jaman ibu saya.
Teman-teman sebaya saya - dari jaman kuliah atau bahkan SD, banyak yang
tidak terlalu berubah secara jasmani dan perilaku. Itu dari luar.
Kematangan internal tentu sudah meningkat. Mereka tetap awet muda, segar,
cantik - mengagumkanlah, karena aktualisasi diri bisa berjalan, dan secara
mental, emosional, fisik, dibina terus. Bukan hanya konstruksi sosial
keperempuanan yang telah berubah, tapi juga konstruksi usia. Norma-norma
kepantasan bagi perempuan pada masa kini tidak sama dengan jaman dulu.
Ketika saya berusia 30, ibu saya pernah mengatakan "Apa kamu tidak terlalu
tua untuk membiarkan rambut kamu digerai seperti itu?", katanya, menunjuk
pada rambutku yang panjang sepinggang. Pada jamannya, perempuan yang sudah
menikah diatas 30 bila tidak berambut pendek, rambutnya harus diikat atau
dikonde. Nah, saya hampir 50 saja rambut masih sepinggang dan masih
digerai, bahkan modelnya sekarang a la Britney Spears, belum lagi memakai
celana jeans ketat. Kalau masih pantas, mengapa tidak?


Apakah profil pasutri yang dianggap 'ideal'? Suami lebih tua, lebih pintar,
lebih kaya, lebih tinggi, lebih punya posisi, lebih segala-galanyalah.
Kalau lebih rupawan tidak, karena biasanya 'tugas' itu dibebankan kepada
perempuan (meski sekarang laki-laki juga dianjurkan bersolek dengan adanya
begitu banyak produk body-care untuk pria). Tapi jangan lupa lho, Nabi
Muhammad dengan Khadijah terpaut 25 tahun, tentunya bisa dijadikan rujukan
juga. Demikian juga Bung Karno dengan bu Inggit, kalau mau contoh yang
sekuler dari Indonesia. Para istri yang lebih tua inilah sangat berperan di
dalam membentuk suami-suami mereka menjadi orang besar.


Kalau poligami yang ideal bagaimana? Poligami tidak pernah diidealisasikan,
tapi paradigma poligami yang klasik biasanya suami yang lebih tua, lebih
kaya, punya status sosial atau kedudukan, singkatnya, punya power.
Motivasinya: seringkali untuk seks atau penunjang ego. Sedang istri ke dua
(atau tiga atau empat) biasanya lebih muda, kemungkinan lebih cantik dan
segar daripada istri pertama. Hubungan biasanya ditandai dengan persaingan
dan tekanan batin. Ini stereotipnya, meski saya tahu juga kasus-kasus
kerjasama yang baik antar 'madu', misalnya di desa dimana saya melakukan
penelitian dulu, pertengahan 1980an di Sukabumi.


Saya menguji gagasan saya kepada beberapa orang. Katakanlah, survei kecil.
Ada yang menolak secara refleks (rata-rata perempuan muda), ada yang
menganggap, ide bagus juga (rata-rata perempuan lebih tua). Ada teman pria
saya, 44 tahun, single (makhluk langka!), termasuk yang protes keras.
"Pokoknya kita berhenti berteman Julia, kalau kamu poligami!". Tapi
lama-lama ia mengatakan, "Kalau mau poligami, sama aku aja!". "Lho, engga
bisa Toni (bukan nama sebenarnya), kamu kan masih single, mana mungkin
poligami sama kamu?" "Sudahlah, itu kan bisa diatur. Saya kawin dulu aja,
biar bisa poligami sama kamu!". Terpaksa saya nyengir, ini protes karena
menolak poligami atau karena tidak rela saya kawin lagi, apalagi secara
poligami?


Tentu ada beberapa masalah dengan gagasan poligami feminis saya ini.
Pertama, kesepakatan dan penerimaan istri pertama. Dimadu sudah merupakan
pukulan, dimadu dengan perempuan yang lebih tua lagi. Waduh, benar-benar
ngeledek deh! Kedua, bagaimana dengan hak para perempuan di dalam segitiga
ini untuk mempunyai pasangan lain selain suami mereka? Secara historis,
perempuan pernah melakukan poliandri, tapi kini agama hanya memberikan hak
punya pasangan lebih dari satu kepada laki-laki. Bagi saya secara prinsipil
ini diskriminasi, meski secara emosional misalnya, saya bisa cukup tenang
dan happy berbagi - bukan bersaing - dengan perempuan lain. Ini pulakah
yang disebut solidaritas perempuan? Ataukah kita harus menghidupkan kembali
tradisi poliandri sebagai imbangan poligami, dan menciptakan lebih banyak
arena kerjasama dan berbagi?














[Non-text portions of this message have been removed]



_________________________

Subscribe>>perempuan-subscribe@xxxxxxxxxxxxxxx
Unsubscribe>>perempuan-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx
Arsip>>http://groups.yahoo.com/group/perempuan
_________________________

PILIH PENERIMAAN E-MAIL:
1>satu-satu
2>rangkuman harian
3>akses di http://groups.yahoo.com/group/perempuan
_________________________

MAAF, MILIS INI TIDAK MENERIMA ATTACHMENT
<Mohon masukkan semua pesan di badan e-mail>
_________________________

Yahoo! Groups Links












------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: