[nasional_list] [ppiindia] Warga Tionghoa di Pengungsian Ingin Mati dan Dikubur di Aceh

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 14 Feb 2005 09:43:45 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0502/14/sh04.html


Warga Tionghoa di Pengungsian Ingin Mati dan Dikubur di Aceh

MEDAN-Minggu (13/2) sore, sekitar pukul 16.00 WIB, seorang lelaki tua asyik 
menonton televisi di warung kopi di sebelah Posko Perhimpunan Tolong 
Menolong (PTM) Tionghoa Sumut Peduli Bencana Alam, di Jalan Metal II, Medan. 
Di warung ini puluhan pengungsi berkumpul membentuk kelompok kecil. Mereka 
asyik berbincang dalam bahasa mandarin.
Para pengunjung warung ini sebagian besar menikmati minuman berupa kopi, teh 
manis dingin, sate dan mie goreng. Tapi lelaki tua itu tampak tidak memesan 
sesuatu apapun. "Pengungsi juga, Pak?" tanya SH memulai percakapan dengan 
lelaki tua itu. "Ya. Saya dari Banda Aceh," jawab lelaki yang belakangan 
mengaku bernama Salam (65), warga Lorong Jambi, Banda Aceh itu. "Sendiri?" 
tanya SH lagi. "Tidak, saya bersama istri. Empat orang keluarga saya jadi 
korban. Ibu, dua adik saya dan seorang anak adik," jawabnya.
Tak lagi tersirat kesedihan di mata Salam. Meski ia hanya menggunakan celana 
pendek dan kemeja lengan pendek, ia tampak lebih siap secara psikologis. 
Pembicaraan pun berlanjut tentang peristiwa gempa dan tsunami di Aceh pada 
26 Desember silam. Ia mengisahkan kengerian bagaimana tanah bergelombang, 
lalu disusul tanah yang retak dan air keluar dari tanah. Tak berapa lama, 
air setinggi bangunan tinggi di Banda Aceh datang dengan cepat.
"Saya lari ke Jalan Panglima Polim. Jaraknya sekitar 1 km dari warung saya 
di Pasar Sayur saat kejadian," kisah Salam. Tak ada yang bisa diperbuatnya 
setelah kejadian itu. Jangankan menolong orang lain, dirinya hanya bisa 
menyelamatkan sang istri yang kala itu sedang membantunya di warung menjual 
sarapan pagi. Lalu pada 29 Desember, dengan memanfaatkan pesawat Hercules 
milik TNI AU, mereka terbang ke Medan.
Salam menganggap bencana itu sebagai takdir Tuhan Yang Maha Kuasa. Tak heran 
bila ia bertekad membangun kembali rumah dan usahanya yang telah musnah. 
Rencananya, ia ikut program pemulangan bersama para pengungsi lainnya yang 
digagas pihak posko pengungsi pada Selasa, 15 Februari 2005.
"Saya dan istri akan ikut pulang ke Banda Aceh. Yah, bersih-bersih dululah 
di sana," katanya bertekad. Sementara ini ia tinggal di sebuah rumah di 
Jalan Metal V, Medan, yang menampung pengungsi. Salam akan pasrah sepenuhnya 
kepada pihak posko untuk para warga etnis Tionghoa di Banda Aceh.
"Sementara bisa tinggal di pengungsian atau di rumah kawan yang bersedia 
menampung kami sambil membersihkan rumah dan tempat usaha," kata Salam lagi. 
Ia juga pasrah dengan keadaan yang bakal akan dihadapi di Aceh nanti, 
terutama untuk pemulihan ekonominya.
Ia juga mengaku tidak peduli jika nanti terjadi gempa lagi di Aceh. "Gempa 
yang membuat bumi bergelombang seperti ular dan air bah tsunami saja sudah 
kita alami, kenapa harus takut dengan gempa yang lebih kecil? Saya nggak 
takut, apapun yang terjadi saya harus kembali ke sana," tegasnya.
Hal serupa juga dinyatakan Kasan (65) dan Agus (54), warga Jalan Diponegoro, 
Banda Aceh. Mereka berencana kembali setelah 20 Februari.

"Kaki saya luka akibat bencana itu. Jadi perlu penyembuhan dulu," kata Kasan 
sambil menunjukkan telapak kaki kanannya yang masih bengkak dan memerah 
akibat menginjak benda tajam.
Mereka akan pulang ke Banda Aceh tak sekadar mencari keluarga yang hilang 
atau menghimpun kembali harta benda yang telah hancur, tapi juga lantaran 
tekad bahwa Acehlah tempat kelahiran mereka. "Saya dilahirkan dan dibesarkan 
di sana. Kalau Imlek, biasanya kita tidak ke mana-mana, bahkan banyak warga 
etnis Tionghoa yang tetap berjualan," kata Kasan.
Hal itu terjadi karena mereka adalah kelompok minoritas di tengah umat 
muslim yang mayoritas. Meski begitu, bukan berarti mereka harus meninggalkan 
Aceh pascabencana. Bagi mereka, tanah kelahiran tersebut telah memberikan 
kenangan indah dan pahit. "Saya ingin mati dan dikebumikan di sana. Maka 
apapun yang bakal terjadi, saya tetap balik ke sana. Setidaknya untuk 
memulai semuanya kembali dari nol," lanjut Kasan.
Toko Dijarah
Kasan, Agus dan keluarganya memang selamat dari bencana. Tapi harta dan toko 
kelontongnya di Jalan Diponegoro kini musnah. Yang tersisa hanya gedung. 
Kalaupun ada isinya yang selamat, semua telah habis dijarah. "Kemarin ada 
tetangga saya yang pulang ke Banda Aceh. Rencananya mau melihat toko dan 
rumah yang sudah ditinggal lebih dari sebulan. Sampai di sana, ternyata toko 
dan rumahnya sudah dijarah. Begitu juga dengan rumah saya dan Pak Agus. 
Kebetulan kami bertetangga dan sama-sama buka toko kelontong di sana," kata 
Kasan.
Semua informasi itu mereka terima karena sebelumnya ada tiga gelombang 
pengungsi yang sudah kembali ke Aceh. Namun ketika Imlek datang, mereka 
kembali lagi ke posko pengungsian.
Saat ini, jumlah pengungsi etnis Tionghoa asal Nanggroe Aceh Darussalam 
(NAD) yang berada di Medan 6.854 jiwa. Jumlah pengungsi di sekitar Jalan 
Metal Medan 1.616 jiwa. Pengungsi sudah dipulangkan dalam tiga gelombang. 
Pertama 24 orang, kedua 65 orang dan ketiga 53 orang. Dengan catatan, 
kepulangan tersebut terjadi secara personal dan biaya sendiri.
"Tapi saat Imlek kemarin mereka balik lagi ke Medan. Baru tanggal 15 
Februari ini kita akan memulai program pemulangan. Tanggal itu diputuskan 
oleh para pengungsi sendiri," kata Kwang Chin alias Sami, penanggung jawab 
posko pengungsi, kepada SH. Tapi pengungsi yang kembali terlebih dahulu itu 
dengan biaya sendiri. Pihak panitia posko baru akan membiayai sejak saat 
ini; apabila ada satu rombongan berjumlah 45 atau kelipatannya, akan 
dipulangkan dengan biaya posko.
Meski semangat untuk kembali kuat, pihak posko menyadari belum semua 
pengungsi dapat dipulangkan dalam waktu dekat sebab ada persoalan 
psikologis. Menurut panitia posko pengungsi, setidaknya butuh waktu 1-2 
bulan untuk meyakinkan para pengungsi mereka lebih baik kembali lagi ke 
Aceh.
"Semakin baik bila mereka pulang lebih cepat, sehingga proses pembauran bisa 
berjalan. Jangan sampai ada tudingan mereka pulang setelah semuanya bersih," 
tukas Kwang. Program konseling masih akan diberikan kepada para pengungsi 
yang belum bisa menghilangkan traumatisnya. Bahkan bila ada yang sudah balik 
ke Aceh tapi traumatisnya timbul kembali, bisa dibawa lagi ke posko di Medan 
untuk mengikuti proses rehabilitasi mental. Selama ini proses rehabilitasi 
mental dilakukan atas dukungan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara 
(USU) dan berbagai lembaga internasional.
Derita korban bencana Aceh tampaknya masih panjang. Selain kehilangan 
keluarga, mereka juga kehilangan modal usaha. "Ini yang harusnya 
diselesaikan oleh pemerintah," kata Kasan.
Sampai sekarang belum ada program rehabilitasi ekonomi. Dukungan terbesar 
baru bantuan makanan, pakaian, uang dan rehabilitasi psikologis. Dukungan 
modal usaha baru datang dari kelompok etnis Tionghoa di Medan. "Ini adalah 
kawasan etnis Tionghoa yang pada tahun 1965 datang ke Medan dari Aceh," 
demikian Harun Asma, (42), warga etnis Tionghoa yang kini bermukim di Jl. 
Metal IV sejak lima tahun terakhir setelah meninggalkan kota kelahirannya, 
Sigli. (SH/darma lubis)

 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Warga Tionghoa di Pengungsian Ingin Mati dan Dikubur di Aceh