** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.indomedia.com/poskup/2006/09/02/edisi02/opini.htm Vonis mati Tibo, Cs: Intervensi politik atas hukum Oleh Simon Tukan * PROSES peradilan kasus Kerusuhan Poso III yang memvonis mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu telah menimbulkan keheranan dan kemasygulan pada banyak pihak. Banyak orang melihat bahwa proses peradilan kasus itu memperlihatkan betapa hukum tidak lagi menjadi penjamin kepastian hukum, perlindungan bagi masyarakat dan penegakan hak-haknya atau penjamin keadilan. Hukum tidak dapat menampilkan dirinya sebagai pedoman yang harus diikuti dalam menyelesaikan kasus dan tidak mampu menegakkan keadilan. Proses peradilan dan hukuman mati tersebut memberi kesan sangat kuat bahwa peradilan hanya memenuhi syarat formal dan prosedural tanpa isi. Artinya proses peradilan itu semata-mata hanya mempertimbangkan bagaimana caranya peradilan itu dilaksanakan supaya tersangka dapat terjerat hukum. Proses peradilan tersebut tidak mempertimbangkan hak-hak dan kewajiban tersangka dalam hubungan dengan pihak yang lain, juga tidak mempertimbangkan perintah dan larangan yang harus dilaksanakan dalam sebuah peradilan. Singkatnya, peradilan kasus Kerusuhan Poso III tidak mempertimbangkan aspek materiil dari hukum. Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh hakim dalam memutuskan perkara, yakni kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiganya merupakan idea des rechts yang harus diperhatikan secara proporsional oleh hakim dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan. Memang diakui bahwa kadang-kadang hakim dapat mendahulukan kepastian hukum daripada keadilan atau sebaliknya. Tetapi hal itu harus dapat mewujudkan tujuan hukum, yaitu menciptakan ketertiban dan keseimbangan dalam masyarakat agar kepentingan manusia terlindungi. Dalam kasus Kerusuhan Poso III, tidak jelas entah pertimbangan mana yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara. Jika yang dipertimbangkan adalah kepastian hukum, keputusan pengadilan, mulai dari pengadilan negeri sampai Makamah Agung justru menimbulkan gejolak di dalam masyarakat, yaitu penolakan terhadap vonis mati bagi Tibo dan kawan-kawan dan sebaliknya. Buktinya adalah berbagai aksi demonstrasi massa dan surat protes berbagai pihak dari dalam dan luar negeri untuk menentang keputusan pengadilan tersebut maupun aksi-aksi yang mendukung keputusan pengadilan. Di samping itu para penegak hukum kasus Kerusuhan Poso III dan pemerintah malah ragu-ragu dengan keputusan tersebut. Sudah berkali-kali mereka membatalkan pelaksanaan eksekusi mati terhadap Tibo dan kawan-kawan. Lebih tidak pasti lagi adalah bahwa penegak hukum dan pemerintah pusat mulai melempar tanggung jawab atas kasusKerusuhan Poso III kepada penegak hukum dan pemerintah di daerah (Sulawesi Tengah). Jika yang dip ertimbangkan adalah aspek kemanfaatan, apa untungnya menghukum ketiga petani sederhana yang punya tempat tinggal jauh (250 km) dari pusat kerusuhan? Tokh selama ketiga orang itu mendekam di penjara, di Poso masih saja terjadi kekerasan dan pembunuhan. Jelas sekali bahwa proses peradilan kasus Kerusuhan Poso III tidak mempertimbangkan aspek kepastian hukum dan kemanfaatannya, apalagi soal keadilan. Sebab itu tidak mengherankan jika vonis mati bagi Tibo dkk, tidak mendatangkan ketertiban dan keadilan bagi masyarakat. Tidak diperhatikannya idea des rechts tersebut oleh hakim disebabkan oleh tidak adanya kemerdekaan bagi para penegak hukum di Indonesia dalam menyelesaikan sebuah kasus, dalam hal ini kasus Kerusuhan Poso III. Keprihatinan yang besar di sini adalah bahwa para penegak hukum mungkin saja telah merekayasa secara salah interpretasi atas ketentuan dan prosedur hukum sehingga telah menimbulkan ketidakadilan besar. Tetapi tidak dapat juga dikatakan bahwa hakim telah bertindak sekehendak hatinya. Sebab bagi hakim, hukum merupakan sesuatu yang tidak tunduk pada pilihan dan merupakan sesuatu yang dipaksakan dari luar. Masalahnya terjadi ketika hukum menjadi tidak jelas dan menimbulkan berbagai interpretasi yang berlainan; juga ketika prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum bertentangan satu sama lain dan hakim harus menyusun pertimbangan mereka sendiri dan dengan demikian harus menggunakan kemampuan mereka sendiri untuk menyusun pertimbangan itu untuk membuat putusan. Prinsip-prinsip hukum bisa memasuki arah yang berlainan dalam pertimbangan hakim karena berbagai kepentingan sosial atau pribadi, juga karena tidak adanya keyakinan umum tentang pengadilan. Hukum memang tidak lepas dari pengaruh subsistem lain dalam masyarakat. Politik adalah subsistem yang sangat kuat mempengaruhi hukum karena pembuatan dan pelaksanaan dan penegakan hukum bersentuhan langsung dengan wilayah politik. Ketentuan-ketentuan hukum merupakan hasil kompromi politik, demikianpun pelaksanaan dan penegakannya. Hukum tidak hanya merupakan pasal-pasal yang bersifat imperatif atau keharusan-kaharusan yang bersifat Das Sollen, tetapi juga merupakan kenyataan Das Sein yang ditentukan oleh kondisi politik. Pasal-pasal hukum yang imperatif tidak lain adalah kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bersaingan. Penegakan hukum oleh para penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) memang tidak lepas dari pengaruh-pengaruh sosial kemasyarakatan, khususnya intervensi politik, tetapi mereka harus berusaha untuk menjatuhkan keputusan sedemikian rupa sehingga keputusan yang dihasilkan tidak hanya 'memuaskan rasa keadilan sendiri' tetapi pada saat yang sama bertanggung jawab 'terhadap' vis a vis rasa keadilan lingkungan orang-orang yang menjadi tujuan keputusan mereka. Penilaian hukum yang tidak obyektif melahirkan keputusan yudisial menjadi tidakobyektif. Inilah yang terjadi dalam peradilan kasus Kerusuhan Poso III yang memvonis mati Tibo,dkk. Intervensi politik atas proses peradilan kasus Kerusuhan Poso III terasa sangat kuat. Seperti dilansir sementara kalangan, peradilan kasus itu erat kaitannya dengan Perjanjian Malino, di mana salah satu isi perjanjiannya adalah penegakan hukum bagi kasus kerusuhan Poso. Jika tidak ada orang yang dihukum berarti kegagalan bagi perjanjian Malino dan dengan begitu gagal pula para penginisiasi Perjanjian Malino, yang seorangnya kini menjadi salah seorang terpenting di Republik ini. Sementara itu, analisis Georg Aditjondro menyebutkan bahwa erusuhan Poso berkaitan dengan kepentingan bisnis militer dan elite politik tertentu yang ada di sana. Maka dari itu penegakan hukum di sana (Sulawesi Tengah) harus dapat melindungi kepentingan bisnis tersebut. Paling akhir, pemerintah melalui politik keagamaan mengintervensi penegakan hukum terkait eksekusi mati bagi Tibo, dkk. Bahwa eksekusi mati bagi Tibo, dkk ditunda dan akan dilakukan bersamaan dengan eksekusi mati bagi Amrozi, dkk, pelaku bom Bali I. Pemerintah ingin meredam gejolak di masyarakat dengan mengeksekusi Tibo, dkk yang kristen dan Amrozi, dkk yang muslim. Intervensi politik itu telah menimbulkan ketegangan antara nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab dengan kekuasaan. Sebab vonis mati bagi Tibo, dkk bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang adil beradab, karena hanya Tuhan yang berhak mengambil nyawa manusia dan berbagai penyelidikan independen dan kesaksian orang-orang yang mengenal mereka membuktikan bahwa mereka tidak bersalah dalam kasus Kerusuhan Poso III. Tetapi kekuasaan yang selalu berkarakter 'memaksa' telah memaksakan dijatuhkannya hukuman tersebut atas mereka. Ketegangan juga terjadi antara kesadaran hukum masyarakat dengan sikap elitis para penegak hukum. Di tengah situasi masyarakat yang menghendaki agar hukum yang berlaku haruslah tanggap terhadap kondisi hidup masyarakat, perlunya sistem hukum yang responsif, di mana aspirasi-aspirasi berbagai kelompok kepentingan dalam masyarakat diakomodasi sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, para penegak hukum jus tru bertindak elitis, yakni membuat interpretasi sepihak atas ketentuan-ketentuan hukum dan membuat keputusan yang menguntungkan diri secara politis. Akibatnya, di tengah geliatnya demokrasi dalam kehidupan bernegara, para penegak hukum justru menampilkan karakter hukum yang otoriter, yang melihat hukum semata-mata sesuatu yang datang dari luar dan bersifat memaksa dan menggunakan hukum sebagai alat untuk melindungi kepentingan tertentu. Agar ada keadilan bagi Tibo,dkk dan supaya hukum ditegakkan serta bermanfaat menciptakan ketertiban dalam masyarakat, tidak ada gejolak dalam masyarakat karena prokontra eksekusi mati bagi tibo, dkk, peradilan kasus Kerusuhan PosoIII harus digelar ulang. Dalam peradilan ulang itu, para penegak hukum harus benar-benar bebas dari berbagai intervensi politik sehingga terciptalah suatu peradilan yang bebas yang menghasilkan keputusan yang secara proporsional mempertimbangkan idea des rechts. Perjuangan untuk peradilan ulang tersebut memang amat sulit, sebab betapapun manipulatifnya proses hukum yang memvonis mati Tibo,dkk, namun proses itu telah final. Karena itu perjuangan untuk kebenaran dan keadilan demi tegaknya hukum diubah arahnya menjadi perjuangan politik, dengan terus mendesak pemerintah yang dipimpin Presiden Yudhoyono, agar menggelar ulang peradilan kasus Kerusuhan Poso III dan menghapus hukuman mati dari sistem hukum Indonesia demi keluhuran martabat manusia. * Penulis, rohaniwan, tinggal di Ruteng-Flores [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **