** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=124168 Kamis, 7 September 2006 Tanah Untuk Petani Oleh: Ir H Zulfadhli PERSOALAN pertanian tidak hanya berkait dengan konsumsi dan produksi, tetapi juga soal daya dukung sektor pertanian yang komprehensif. Ada empat aspek yang menjadi prasyarat melaksanakan pembangunan pertanian : (1) akses terhadap kepemilikan tanah; (2) akses input dan proses produksi; (3) akses terhadap pasar; dan (4) akses terhadap kebebasan. Dari keempat prasyarat itu yang belum dilaksanakan secara konsisten adalah membuka akses petani dalam kepemilikan tanah dan membuka ruang kebebasan untuk menentukan pilihan sendiri dalam berproduksi. Pemerintah hingga kini selalu menghindari kedua hal itu karena dianggap mempunyai risiko politik tinggi. Kebijakan pemerintah lebih banyak difokuskan pada produksi dan pasar. Padahal, apabila kita bercermin pada kisah sukses pembangunan pertanian di Jepang, Thailand, China, dan Vietnam, semuanya tidak terlepas dan diawali dengan perombakan dan penataan kembali struktur penguasaan tanah yang timpang melalui program reformasi agraria. Reformasi agraria sendiri mencakup redistribusi tanah kepada petani gurem dan buruh tani, penataan produksi melalui pembangunan infrastruktur pertanian, fasilitas permodalan dan teknologi tepat guna, penguatan kelembagaan/organisasi petani dalam bentuk koperasi atau asosiasi petani, dan proteksi terhadap produk-produk pertanian. Keberhasilan negara-negara itu dalam pelaksanaan reformasi agraria telah memberi landasan kuat guna menempuh jalan industrialisasi dan transformasi sosial-ekonomi dalam skala nasional. Dapat dikatakan, reformasi agraria hingga kini adalah jalan terbaik bagi negara-negara agraris seperti Indonesia untuk melakukan transformasi sosial-ekonomi dan membangun fondasi ekonomi nasional yang kokoh. Sayang, di Indonesia isu reformasi agraria masih menjadi momok menakutkan karena dianggap sebagai warisan konflik berdarah tahun 1965. Selain itu, pemerintah juga masih amat percaya dengan resep non-land based development sebagai cara efektif untuk mengatasi krisis pangan dan sektor pertanian. Kita hanya bisa membanggakan kesuksesan negara-negara Asia yang disebutkan di atas tanpa melihat konteks sejarahnya. Catatan panjang sejarah Indonesia menunjukkan bahwa secara umum kondisi petani kita serba suram. Petani selalu digambarkan sebagai kelompok sosial yang lemah secara politik maupun ekonomi dan tidak memiliki cukup tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sebagai penyakap, petani tidak memiliki posisi tawar dihadapan pemilik tanah. Sebagai petani gurem, mereka seringkali ditindas atau diintimidasi untuk melepaskan hak atas tanahnya, kerap juga dipaksa untuk menanam komoditas tertentu sesuai kehendak penguasa. Praktek dan kebijaksanaan pemaksaan juga dalam bentuk praktek-praktek pembebasan tanah yang dilakukan oknum aparat bersama pemilik modal. Pada umumnya konflik yang berkembang dan melibatkan petani menyangkut dua masalah pokok, yaitu berkaitan dengan pemberian ganti rugi yang tidak memadai dan tidak adanya perlindungan hak-hak dalam pemilikan tanah. Rakyat yang secara de facto dan de jure menguasai tanah, pada banyak kasus selalu harus menerima putusan sepihak (dikalahkan). Pada banyak kasus pembebasan tanah, pemerintah kurang berpihak pada kepentingan rakyat. Konflik yang terjadi bukan karena rakyat menolak pembangunan, kepentingan bisnis atau investasi, tetapi karena prosedur hukum yang tidak dipenuhi. Misalnya penetapan ganti rugi pembebasan tanah dilakukan sepihak tanpa proses musyawarah dengan pemilik tanah, dan ganti rugi yang diberikan tidak memadai. Akibatnya muncul prasangka buruk tentang 'konspirasi' atau persekongkolan antara pemilik modal dan oknum aparat negara. Disisi lain, karena nilai ekonomi tanah terus meningkat, muncul pula spekulan-spekulan yang menguasai tanah rakyat sehingga jumlah petani tak bertanah (landless) terus meningkat. Pada tahun 1983 persentase usaha tani yang dalam kelompok penguasaan tanah gurem (kurang dari 0,5 Ha) mencapai 40,8 persen dari total usaha tani. Proporsi ini meningkat menjadi 48,5 persen dalam tahun 1993. Peningkatan persentase usaha tani ini diperparah dengan menurunnya angka luasan rata-rata usaha tani gurem dari 0,26 Ha menjadi 0,17 Ha. Disamping itu, struktur penguasaan tanah pertanian tahun 1993 menunjukkan keadaan yang sangat timpang. Sebanyak 70 persen dari rumah tangga pedesaan menguasai tanah dengan luasan kurang dari 0,5 Ha, dimana sebagian besar (43 persen rumah tangga pedesaan) merupakan kelompok petani yang memiliki tanah kurang dari 0,1 Ha. Selanjutnya hasil Sensus Pertanian 2003 mengindikasikan semakin miskinnya petani Indonesia. Hal itu terlihat dari meningkatnya jumlah petani gurem tahun 2003 menjadi 56,5 persen. Selama sepuluh tahun terakhir, jumlah petani gurem meningkat 2,6 persen per tahun, yaitu dari 10,8 juta rumah tangga menjadi 13,7 juta tahun 2003. Berpuluh tahun telah terjadi proses penyempitan lahan usaha per kepala keluarga petani dan sepertinya kita tidak mampu keluar dari masalah tersebut. Inilah masalah paling mendasar yang kita hadapi di dunia pertanian dan inilah penyebab utama munculnya petani-petani miskin; usaha tani yang dilakukan menjadi tidak ekonomis; timbulnya penjarahan lahan di kebun-kebun; rendahnya daya saing dan lambatnya proses mekanisasi. Oleh karena itu, menjadi sangat strategis untuk mencari cara yang bisa membuat luas lahan petani dari tahun ke tahun semakin meluas. Bukti-bukti empirik meyakinkan kita bahwa semua negara yang sukses dalam bidang pertaniannya, dari tahun ke tahun, lahan penguasaan petaninya terus semakin meluas. Oleh karenanya proses mekanisasi dapat berjalan secara sehat, produktivitas meningkat, dan petani semakin sejahtera. Di Amerika Serikat melalui Home Stead Act setiap warga negara yang menggarap lahannya lima tahun berturut-turut di areal yang boleh untuk pertanian, dapat memperoleh hak dari negara atas tanah seluas 100 Acre per Kepala Keluarga petani. Sudah waktunya bagi kita menerapkan semacam Home Stead Act tersebut. Kita perlu memberi kemudahan kepada petani-petani untuk memperoleh lahan 2 - 15 hektar per kepala keluarga di atas tanah negara, yang peruntukkannya pertanian untuk dikelola secara modern. Untuk itu zoning perlu dimasyarakatkan sampai ke tingkat kecamatan dan pedesaan agar masyarakat mengetahui persis peruntukan lahan yang ditetapkan pemerintah. Kita juga menyaksikan tidak produktifnya lahan pertanian yang ada dengan masih luasnya lahan tidur. Untuk menghindarinya diperlukan insentif pajak. Lahan-lahan yang diolah atau digarap dengan baik, pajaknya lebih murah daripada lahan-lahan yang tidak diolah. Sebaliknya terhadap lahan-lahan yang ditidurkan dikenakan pajak tinggi. Untuk itu perlu mengkaji ulang kebijakan tentang penguasaan, pemilikan, pemanfaatan penggunaan dan pemeliharaan tanah pertanian agar benar-benar berpihak kepada kepentingan kesejahteraan petani, pembangunan pertanian yang efisien dan efektif dalam penggunaan lahan, dan pada gilirannya akan mampu menghasilkan produk-produk pertanian yang dapat bersaing. Negara tidak boleh membiarkan dan mendiamkan proses penyempitan lahan usaha tani, lebih-lebih karena diketahui hal itu menjadi sumber terjadinya kemiskinan di desa. Sumber-sumber agraria merupakan faktor penting dalam pembangunan pertanian. Oleh karenanya diperlukan jaminan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber agraria bagi rakyat. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan "komitmen politik" yang sungguh-sungguh dari semua pihak untuk memberikan dasar dan arah reformasi agraria. Salah satu komitmen politik yang diperlukan ialah melakukan kaji ulang berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan agraria yang lebih berkeadilan. Selanjutnya, pendataan agraria melalui inventarisasi dan registrasi atas penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan pengelolaan sumber-sumber agraria secara komprehensif dan sistematis. Ditinjau dari sudut pandang kepentingan petani, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka penataan keagrariaan dan pertanahan adalah sebagai berikut :Pertama, memberi kemudahan kepada petani untuk memperoleh tanah Negara secara mudah dan murah dengan didukung landasan hukum yang kuat; Kedua, terjaminnya penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah pertanian yang adil bagi petani dengan batas minimum yang sesuai dengan skala ekonomi; Ketiga, pengalokasian anggaran yang memadai untuk pembukaan areal-areal pertanian baru di luar Pulau Jawa, dan penyelesaian konflik-konflik agraria serta registrasi, inventarisasi dan pendataan tanah; Keempat, terlaksananya prinsip tanah untuk petani dalam arti tanah harus dimanfaatkan sebagai faktor produksi pertanian dan tidak diperdagangkan atau menjadi obyek spekulasi; Kelima, memberlakukan sistem perpajakan yang memberi insentif pada produktivitas lahan, dengan cara pengenaan pajak yang rendah pada lahan-lahan yang dikelola secara produktif, dan sebaliknya pengenaan pajak yang tinggi bagi lahan yang ditelantarkan. Kita tunggu reformasi agraria yang pro petani. (Penulis: Ketua DPP HKTI Kalbar. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional HKTI bertema "Reforma Agraria, Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Penataan Ruang Dalam Upaya Pengaturan Tanah untuk Petani" di Jakarta, 29 Agustus 2009) [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **