[nasional_list] [ppiindia] Tanah Untuk Petani

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sat, 9 Sep 2006 12:22:01 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=124168


Kamis, 7 September 2006



Tanah Untuk Petani
Oleh: Ir H Zulfadhli


PERSOALAN pertanian tidak hanya berkait dengan konsumsi dan produksi, tetapi 
juga soal daya dukung sektor pertanian yang komprehensif. Ada empat aspek yang 
menjadi prasyarat melaksanakan pembangunan pertanian : (1) akses terhadap 
kepemilikan tanah; (2) akses input dan proses produksi; (3) akses terhadap 
pasar; dan (4) akses terhadap kebebasan. 

Dari keempat prasyarat itu yang belum dilaksanakan secara konsisten adalah 
membuka akses petani dalam kepemilikan tanah dan membuka ruang kebebasan untuk 
menentukan pilihan sendiri dalam berproduksi. Pemerintah hingga kini selalu 
menghindari kedua hal itu karena dianggap mempunyai risiko politik tinggi. 
Kebijakan pemerintah lebih banyak difokuskan pada produksi dan pasar. 

Padahal, apabila kita bercermin pada kisah sukses pembangunan pertanian di 
Jepang, Thailand, China, dan Vietnam, semuanya tidak terlepas dan diawali 
dengan perombakan dan penataan kembali struktur penguasaan tanah yang timpang 
melalui program reformasi agraria. Reformasi agraria sendiri mencakup 
redistribusi tanah kepada petani gurem dan buruh tani, penataan produksi 
melalui pembangunan infrastruktur pertanian, fasilitas permodalan dan 

teknologi tepat guna, penguatan kelembagaan/organisasi petani dalam bentuk 
koperasi atau asosiasi petani, dan proteksi terhadap produk-produk pertanian. 

Keberhasilan negara-negara itu dalam pelaksanaan reformasi agraria telah 
memberi landasan kuat guna menempuh jalan industrialisasi dan transformasi 
sosial-ekonomi dalam skala nasional. Dapat dikatakan, reformasi agraria hingga 
kini adalah jalan terbaik bagi negara-negara agraris seperti Indonesia untuk 
melakukan transformasi sosial-ekonomi dan membangun fondasi ekonomi nasional 
yang kokoh. Sayang, di Indonesia isu reformasi agraria masih menjadi momok 
menakutkan karena dianggap sebagai warisan konflik berdarah tahun 1965. Selain 
itu, pemerintah juga masih amat percaya dengan resep non-land based development 
sebagai cara efektif untuk mengatasi krisis pangan dan sektor pertanian. Kita 
hanya bisa membanggakan kesuksesan negara-negara Asia yang disebutkan di atas 
tanpa melihat konteks sejarahnya. 

Catatan panjang sejarah Indonesia menunjukkan bahwa secara umum kondisi petani 
kita serba suram. Petani selalu digambarkan sebagai kelompok sosial yang lemah 
secara politik maupun ekonomi dan tidak memiliki cukup tanah untuk memenuhi 
kebutuhan hidup keluarganya. Sebagai penyakap, petani tidak memiliki posisi 
tawar dihadapan pemilik tanah. Sebagai petani gurem, mereka seringkali ditindas 
atau diintimidasi untuk melepaskan hak atas tanahnya, kerap juga dipaksa untuk 
menanam komoditas tertentu sesuai kehendak penguasa. 

Praktek dan kebijaksanaan pemaksaan juga dalam bentuk praktek-praktek 
pembebasan tanah yang dilakukan oknum aparat bersama pemilik modal. Pada 
umumnya konflik yang berkembang dan melibatkan petani menyangkut dua masalah 
pokok, yaitu berkaitan dengan pemberian ganti rugi yang tidak memadai dan tidak 
adanya perlindungan hak-hak dalam pemilikan tanah. Rakyat yang secara de facto 
dan de jure menguasai tanah, pada banyak kasus selalu harus menerima putusan 
sepihak (dikalahkan). Pada banyak kasus pembebasan tanah, pemerintah kurang 
berpihak pada kepentingan rakyat. 

Konflik yang terjadi bukan karena rakyat menolak pembangunan, kepentingan 
bisnis atau investasi, tetapi karena prosedur hukum yang tidak dipenuhi. 
Misalnya penetapan ganti rugi pembebasan tanah dilakukan sepihak tanpa proses 
musyawarah dengan pemilik tanah, dan ganti rugi yang diberikan tidak memadai. 
Akibatnya muncul prasangka buruk tentang 'konspirasi' atau persekongkolan 
antara pemilik modal dan oknum aparat negara. Disisi lain, karena nilai ekonomi 
tanah terus meningkat, muncul pula spekulan-spekulan yang menguasai tanah 
rakyat sehingga jumlah petani tak bertanah (landless) terus meningkat. 

Pada tahun 1983 persentase usaha tani yang dalam kelompok penguasaan tanah 
gurem (kurang dari 0,5 Ha) mencapai 40,8 persen dari total usaha tani. Proporsi 
ini meningkat menjadi 48,5 persen dalam tahun 1993. Peningkatan persentase 
usaha tani ini diperparah dengan menurunnya angka luasan rata-rata usaha tani 
gurem dari 0,26 Ha menjadi 0,17 Ha. Disamping itu, struktur penguasaan tanah 
pertanian tahun 1993 menunjukkan keadaan yang sangat timpang. Sebanyak 70 
persen dari rumah tangga pedesaan menguasai tanah dengan luasan kurang dari 0,5 
Ha, dimana sebagian besar (43 persen rumah tangga pedesaan) merupakan kelompok 
petani yang memiliki tanah kurang dari 0,1 Ha. 

Selanjutnya hasil Sensus Pertanian 2003 mengindikasikan semakin miskinnya 
petani Indonesia. Hal itu terlihat dari meningkatnya jumlah petani gurem tahun 
2003 menjadi 56,5 persen. Selama sepuluh tahun terakhir, jumlah petani gurem 
meningkat 2,6 persen per tahun, yaitu dari 10,8 juta rumah tangga menjadi 13,7 
juta tahun 2003. 

Berpuluh tahun telah terjadi proses penyempitan lahan usaha per kepala keluarga 
petani dan sepertinya kita tidak mampu keluar dari masalah tersebut. Inilah 
masalah paling mendasar yang kita hadapi di dunia pertanian dan inilah penyebab 
utama munculnya petani-petani miskin; usaha tani yang dilakukan menjadi tidak 
ekonomis; timbulnya penjarahan lahan di kebun-kebun; rendahnya daya saing dan 
lambatnya proses mekanisasi. Oleh karena itu, menjadi sangat strategis untuk 
mencari cara yang bisa membuat luas lahan petani dari tahun ke tahun semakin 
meluas. 

Bukti-bukti empirik meyakinkan kita bahwa semua negara yang sukses dalam bidang 
pertaniannya, dari tahun ke tahun, lahan penguasaan petaninya terus semakin 
meluas. Oleh karenanya proses mekanisasi dapat berjalan secara sehat, 
produktivitas meningkat, dan petani semakin sejahtera. Di Amerika Serikat 
melalui Home Stead Act setiap warga negara yang menggarap lahannya lima tahun 
berturut-turut di areal yang boleh untuk pertanian, dapat memperoleh hak dari 
negara atas tanah seluas 100 Acre per Kepala Keluarga petani. Sudah waktunya 
bagi kita menerapkan semacam Home Stead Act tersebut. 

Kita perlu memberi kemudahan kepada petani-petani untuk memperoleh lahan 2 - 15 
hektar per kepala keluarga di atas tanah negara, yang peruntukkannya pertanian 
untuk dikelola secara modern. Untuk itu zoning perlu dimasyarakatkan sampai ke 
tingkat kecamatan dan pedesaan agar masyarakat mengetahui persis peruntukan 
lahan yang ditetapkan pemerintah. Kita juga menyaksikan tidak produktifnya 
lahan pertanian yang ada dengan masih luasnya lahan tidur. Untuk menghindarinya 
diperlukan insentif pajak. Lahan-lahan yang diolah atau digarap dengan baik, 
pajaknya lebih murah daripada lahan-lahan yang tidak diolah. Sebaliknya 
terhadap lahan-lahan yang ditidurkan dikenakan pajak tinggi. 

Untuk itu perlu mengkaji ulang kebijakan tentang penguasaan, pemilikan, 
pemanfaatan penggunaan dan pemeliharaan tanah pertanian agar benar-benar 
berpihak kepada kepentingan kesejahteraan petani, pembangunan pertanian yang 
efisien dan efektif dalam penggunaan lahan, dan pada gilirannya akan mampu 
menghasilkan produk-produk pertanian yang dapat bersaing. Negara tidak boleh 
membiarkan dan mendiamkan proses penyempitan lahan usaha tani, lebih-lebih 
karena diketahui hal itu menjadi sumber terjadinya kemiskinan di desa. 

Sumber-sumber agraria merupakan faktor penting dalam pembangunan pertanian. 
Oleh karenanya diperlukan jaminan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, 
pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber agraria bagi rakyat. Untuk mewujudkan 
hal itu diperlukan "komitmen politik" yang sungguh-sungguh dari semua pihak 
untuk memberikan dasar dan arah reformasi agraria. Salah satu komitmen politik 
yang diperlukan ialah melakukan kaji ulang berbagai peraturan 
perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi 
kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan agraria 
yang lebih berkeadilan. Selanjutnya, pendataan agraria melalui inventarisasi 
dan registrasi atas penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan pengelolaan 
sumber-sumber agraria secara komprehensif dan sistematis. 

Ditinjau dari sudut pandang kepentingan petani, langkah-langkah yang perlu 
ditempuh dalam rangka penataan keagrariaan dan pertanahan adalah sebagai 
berikut :Pertama, memberi kemudahan kepada petani untuk memperoleh tanah Negara 
secara mudah dan murah dengan didukung landasan hukum yang kuat; 

Kedua, terjaminnya penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah pertanian yang 
adil bagi petani dengan batas minimum yang sesuai dengan skala ekonomi; 

Ketiga, pengalokasian anggaran yang memadai untuk pembukaan areal-areal 
pertanian baru di luar Pulau Jawa, dan penyelesaian konflik-konflik agraria 
serta registrasi, inventarisasi dan pendataan tanah; 

Keempat, terlaksananya prinsip tanah untuk petani dalam arti tanah harus 
dimanfaatkan sebagai faktor produksi pertanian dan tidak diperdagangkan atau 
menjadi obyek spekulasi; 

Kelima, memberlakukan sistem perpajakan yang memberi insentif pada 
produktivitas lahan, dengan cara pengenaan pajak yang rendah pada lahan-lahan 
yang dikelola secara produktif, dan sebaliknya pengenaan pajak yang tinggi bagi 
lahan yang ditelantarkan. Kita tunggu reformasi agraria yang pro petani. 



(Penulis: Ketua DPP HKTI Kalbar. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional HKTI 
bertema "Reforma Agraria, Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Penataan Ruang Dalam 
Upaya Pengaturan Tanah untuk Petani" di Jakarta, 29 Agustus 2009)


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 
    mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Tanah Untuk Petani