[nasional_list] [ppiindia] SURAT KEPADA ORANG SEKAMPUNG: LIPI MELECEHKAN MARTABAT DIRINYA ?

  • From: "Budhisatwati KUSNI" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Thu, 3 Feb 2005 16:55:41 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

SURAT KEPADA ORANG SEKAMPUNG: 

LIPI MELECEHKAN MARTABAT DIRINYA?

"Kami  menghormati adat,  budaya dan keyakinan yang mungkin berbeda dengan  
Dayak. Kami berharap  pula penghargaan serupa bisa kami dapatkan. Tentu  saja 
kami senang jika setiap suku bangsa di Indonesia ini mencintai  leluhurnya 
masing- masing" -- Marko Mahin, Dosen Antropologi Agama di STT GKE Banjarmasin



Kata-kata yang saya jadikan motto di atas adalah ucapan Marko Mahin, dosen 
antropologi pada Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evanglist, 
Banjarmasin setelah membaca buku  "hasil kerja  peneliti dari Pusat   
Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI pada  2003. Kata  pengantarnya 
ditulis langsung oleh Kepala Pusat  Penelitian dan  Kemasyarakatan LIPI, 
Muhammad Hisyam. Judul buku  setebal 191 halaman  itu cukup panjang, yakni  
Agama dan Pandangan Hidup. Studi Tentang Local  Religion di Beberapa  Wilayah 
Indonesia. Studi Tentang Kaharingan di  Masyarakat Dayak  Kalimantan dan Sunda 
Wiwitan di Masyarakat Badui  Banten" [lihat: Harian Suara Pembaruan, Jakarta, 
02 Februari 2005]. 

Menurut Marko Mahin, tulisan yang mengenai budaya Kaharingan yang terdapat 
dalam buku terbitan LIPI itu "Isinya salah  total. Ini keterlaluan. Peneliti 
LIPI itu tidak  teliti dan isinya merusak nama baik orang Dayak yang sejak lama 
selalu  dijelek-jelekan  dengan sebutan orang primitif, tidak mengenal Tuhan  
dan sejumlah  sebutan negatif dan ngawur". Melanjutkan komentarnya setelah 
membaca tulisan tersebut Marko Mahin berkata: "Ya, ampun, kok bisa ada  
penelitian yang ngawur  seperti itu. Tega sekali para peneliti itu menghina  
kami. Saat ini  kami hanya bisa marah dan berdoa semoga kesalahan  serupa tidak 
 terjadi lagi di kemudian hari dan penulis meralat  tulisan itu". 

A.A.Sudirman, wartawan Suara Pembaruan, Jakarta menulis bahwa "Bagian  buku 
yang  dipermasalahkan Marko dan warga Dayak lainnya [lihat milis 
dayak@xxxxxxxxxxxxxxx, 3 Febuari 2005] tercantum dalam bab   berjudul Pendukung 
Agama Kaharingan di Palangkaraya  Kalimantan Tengah.  Muh. Saleh Buchary, 
peneliti LIPI yang menulis bab  itu menyebutkan,  saat konflik antara komunitas 
Dayak dengan komunitas  Madura di Sampit  dan Palangka Raya, suku Dayak 
terlebih dahulu  melakukan upacara  ritual Tiwah. Upacara itu dilakukan untuk 
meminta  izin leluhurnya  untuk melakukan tindakan terhadap orang Madura. 
Peneliti yang  tampaknya memang kurang teliti itu, dalam bagian  lain 
laporannya juga  menyebutkan masalah Tiwah dalam halaman 89 buku.Pemaparannya 
sama  dengan isu halaman 102" [lihat:Harian Suara Pembaruan, Jakarta, 02 
Februari 2005]. Padahal ujar Marko  "Tiwah itu  memang upacara ritual yang 
bermakna untuk  mengantarkan arwah keluarga  yang sudah meninggal ke surga. 
Upacara ritual  seb
 elum berangkat  perang itu dinamakan Manajah Antang", kata Marko  yang berasal 
dari  keluarga Dayak Ngaju itu". Dari titik ini saja nampak betapa kadar Muh. 
Saleh Buchary sebagai peneliti dan ilmuwan sosial. 

Berdasarkan titik ini saja nampak bahwa Muh.Saleh Buchary melakukan kesalahan 
total yang memperlihatkan ketiadaan pengetahuannya tentang budaya Dayak tapi 
sudah memberanikan diri bicara tentang budaya Dayak atas nama penelitian ilmiah 
dengan panji LIPI.Belum lagi jika benar apa yang dikatakan oleh Marko Mahin 
bahwa Muh. Saleh Buchary telah melalui artikel yang disebut sebagai hasil 
penelitian itu telah "menghina" masyarakat Dayak. Patut dipertanyakan apa motif 
Muh.Saleh Buchary bersikap "menghina" komunitas Dayak. Dari segi keindonesiaan 
dan nilai-nilai republiken apakah sikap "menghina" suatu etnik tanpa memahami 
budaya etnik itu sendiri merupakan sikap nalar dan obyektif dari seorang 
peneliti dan ilmuwan sosial? Diloloskannya tulisan "menghina" dari seorang yang 
tidak tahu budaya Dayak oleh LIPI tapi ngomong tentang Dayak secara "ngawur", 
saya kira sama dengan sikap tidak bertanggungjawab dan sikap LIPI yang 
melecehkan martabat dirinya. Karena itu saya sangat setuju dengan 
 usulan beberapa cendekiawan Dayak dari berbagai daerah, agar tulisan ini 
dibahas dan dibelejedi tuntas. Dalam pembahasan ini bila perlu Muh. Saleh 
Buchory sendiri dan Muhammad Hisyam yang memberi Kata Pengantar  buku LIPI itu 
diundang untuk mempertanggungjawabkan sikap "ngawur" dan "menghina" mereka. 
Sebagai ilmuwan, selayaknya mereka tidak punya alasan untuk mengelak hadir 
dengan beaya sendiri atau beaya LIPI. Dari segi seorang manusia, mereka pun 
layak hadir mempertanggungjawabkan kata-kata mereka. Karena Muh. Saleh Buchory 
menyinggung soal konflik Sampit, maka selayaknya pembahasan buku tersebut 
dilakukan di Pangka Raya, Kalimantan Tengah. Kalau Muh.Saleh Buchary tidak bisa 
mempertanggungjawabkan kata-katanya maka ia diminta minta maaf secara terbuka  
di depan forum, pers, tivi atas hinaan yang sudah dilontarkannya dan Muhammad 
Hisyam dituntut untuk menarik peredaran buku yang yang mengatasnamai LIPI itu. 
Kasus ini mencemarkan nama LIPI sebagai lembaga ilmu pengetahuan. T
 untutan ini patut diajukan jika Muh.Saleh Buchary dan Muhammad Hisyam tidak 
bisa mempertanggungjawabkan kata-kata mereka, tuntutan yang bertolak dari apa 
yang dikatakan oleh Marko Mahin:"Kami  menghormati adat, budaya dan keyakinan 
yang mungkin berbeda dengan  Dayak. Kami berharap  pula penghargaan serupa bisa 
kami dapatkan. Tentu  saja kami senang jika setiap suku bangsa di Indonesia ini 
mencintai  leluhurnya masing- masing".   

Untuk menyelenggarakan diskusi demikian, berdasarkan pengalaman saya ketika 
bekerja di Palangka Raya sama sekali tidak ada kesulitan apa pun. Sedangkan 
penyelenggaraannya bisa dilakukan oleh Betang Borneo atau Forum Hijau atau 
Dayak21, Universitas Negeri Palangka Raya atau Lembaga-lembaga lainnya. Selain 
membahas tulisan Muh.Saleh Buchary, pada kesempatan ini kita pun bisa bicara 
tentang keindonesiaan dan nilai-nilai republiken. Apakah Muh. Saleh Buchary 
melalui tulisan pseudo ilmiahnya yang secara tidak langsung diantari oleh 
Muhammad Hisyam dengan mengatasnamai LIPI sesuai dan setia akan nilai-nilai 
ini.  Kiranya patut digarisbawahi dalam diskusi membahas tulisan dan buku LIPI 
ini dihindari sikap-sikap emosional, dihindari jangan sampai terulang sikap 
kekerasan seperti yang pernah dialami ketika menolak pandangan alm.Selo 
Soemardjan, ketika berbicara di depan Kongres Masyarakat Kalteng di Palangka 
Raya 2002. Argumentasi hadapi dengan argumentasi dan data sehingga melalui da
 ta-data yang dipaparkan nampak jelas bahwa Muh.Saleh Buchary tidak lain dari 
peneliti LIPI bertaraf nol ketika berbicara tentang Dayak. Tapi sebagai orang 
Dayak, selayaknya juga sanggup menerima kenyataan sebagai kenyataan, tentu saja 
hinaan dan kata sifat yang tak berdasar bukan kenyataan.Dengan mengangkat Muh. 
Saleh Buchary sebagai penelitinya, LIPI secara langsung memerosotkan tarafnya 
sebagai lembaga ilmu pengetahuan.Sebagai pembahas utama buku LIPI tersebut, 
saya usulkan Marko Mahin, Ronny Teguh dan Elisae Sumadi bisa melakukannya 
secara bersama-sama atau secara individual. Yang perlu diajak hadir, saya 
usulkan: orang-orang dari Akademi Kaharingan, tokoh-tokoh adat, damang,pisur, 
tokoh-tokoh budaya Dayak, pejabat-pejabat dan lembaga-lembaga terkait dan 
pihak-pihak yang dianggap perlu. Tulisan ini sekaligus ajakan kepada Muh.Saleh 
Buchary dan Muhammad Hisyam untuk mempertanggungjawabkan kata-kata mereka di 
hadapan masyarakat Dayak di Tanah Dayak, mempertanggungjawabkan m
 artabat LIPI. Kalau Muh. Saleh Buchary dan Muh. Hisyam berani datang, berikan 
waktu seleluasa mungkin berbicara guna mempertangungjawabkan kata-kata "hinaan" 
dan "ngawur" mereka. Setelah itu,  bantah mereka secara tenang. Saya harap 
Muh.Saleh Buchary dan Muh.Hisyam tidak mencari dalih untuk menghindari. 
Kesanggupan dan ketidaksanggupan  anda berdua bisa disampaikan melalui milis 
dayak@xxxxxxxxxxxxxxx . Datanglah ke pertemuan itu kelak Bung Muh.Saleh Buchory 
dan Muhammad. Hisyam!Datanglah dengan sikap seorang ilmuwan yang 
bertanggungjawab. "Tangan mencencang bahu memikul", ujar tetua kita.

Paris,Februari 2005.

JJ.KUSNI



Lampiran:

SUARA PEMBARUAN DAILY 
  
Upacara Tiwah Budaya Dayak
 
MATA Marko Mahin melotot. Kaget. Tangannya memegang  buku terbitan  Lembaga 
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tepat di  halaman 102 buku  itu, tertera 
keterangan soal upacara ritual Tiwah."Isinya salah  total. Ini keterlaluan. 
Peneliti LIPI itu tidak  teliti dan isinya   merusak nama baik orang Dayak yang 
sejak lama selalu  dijelek-jelekan  dengan sebutan orang primitif, tidak 
mengenal Tuhan  dan sejumlah   sebutan negatif dan ngawur", kata pendiri 
Lembaga  Sudi Dayak-21 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, belum lama ini. 
 
Buku yang dipegang Marko itu memang hasil kerja  peneliti dari Pusat   
Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI pada  2003. Kata  pengantarnya 
ditulis langsung oleh Kepala Pusat  Penelitian dan  Kemasyarakatan LIPI, 
Muhammad Hisyam. Judul buku  setebal 191 halaman  itu cukup panjang, yakni  
Agama dan Pandangan Hidup. Studi Tentang Local  Religion di Beberapa  Wilayah 
Indonesia. Studi Tentang Kaharingan di  Masyarakat Dayak  Kalimantan dan Sunda 
Wiwitan di Masyarakat Badui  Banten. 
 
Marko mengungkapkan, buku itu ia terima atas jasa  baik seorang  sahabatnya 
asal Jepang. "Saya membaca buku itu di  lobi hotel Alia   Jakarta sebulan lalu. 
Ya, ampun, kok bisa ada  penelitian yang ngawur  seperti itu. Tega sekali para 
peneliti itu menghina  kami. Saat ini  kami hanya bisa marah dan berdoa semoga 
kesalahan  serupa tidak  terjadi lagi di kemudian hari dan penulis meralat  
tulisan itu", kata dosen antropologi agama di Sekolah Tinggi  Teologia Gereja  
Kalimantan Evangelist itu. 
 
Lalu bagian mana yang membuat Marko resah? Bagian  buku yang  dipermasalahkan 
Marko dan warga Dayak lainnya  tercantum dalam bab   berjudul Pendukung Agama 
Kaharing di Palangkaraya  Kalimantan Tengah.  Muh Saleh Buchary, peneliti LIPI 
yang menulis bab  itu menyebutkan,  saat konflik antara komunitas Dayak dengan 
komunitas  Madura di Sampit  dan Palangka Raya, suku Dayak terlebih dahulu  
melakukan upacara  ritual Tiwah. Upacara itu dilakukan untuk meminta  izin 
leluhurnya  untuk melakukan tindakan terhadap orang Madura. Peneliti yang  
tampaknya memang kurang teliti itu, dalam bagian  lain laporannya juga  
menyebutkan masalah Tiwah dalam halaman 89 buku.


Pemaparannya sama  dengan isu halaman 102.   Anehnya, peneliti ternyata telah 
memberikan  keterangan yang tepat  soal upacara Tiwah pada halaman 87 buku 
tersebut. Pada halaman itu  peneliti memang tidak menyebutkan kata upacara  
ketika menyebutkan  kata Tiwah. Tapi besar kemungkinan yang dimaksud  dalam 
kalimat  tersebut ialah upacara Tiwah. 
 
Tiwah merupakan upaya warga Dayak untuk mengantarkan  arwah leluhurnya  ke alam 
nirwana. Demikian kata, peneliti dari LIPI  itu. "Tiwah itu  memang upacara 
ritual yang bermakna untuk  mengantarkan arwah keluarga  yang sudah meninggal 
ke surga. Upacara ritual  sebelum berangkat  perang itu dinamakan Manajah 
Antang", kata Marko  yang berasal dari  keluarga Dayak Ngaju itu. 

Gelisah 
Marko tentu saja tidak sendirian ketika berbicara  tentang sakit  hatinya 
ketika membaca, mendengar dan menyadari  betapa buruknya citra  warga Dayak di 
mata orang luar Dayak. Warga Dayak  lainnya, lepas dari  agama mereka saat ini, 
punya jeritan serupa. Nila  Riwut, contohnya.  Ia sejak lama aktif menggalang 
diskusi, pertemuan  dan penerbitan  hingga berbagai kegiatan kesenian yang 
berkaitan  dengan segala hal  yang berkaitan dengan dunia orang Dayak. Ia 
rupanya  menyimpan  kegelisahan serupa. 
 
Dalam beberapa kali perjumpaan dengan Pembaruan, ia  tidak bosan- bosannya 
menceritakan harapannya tentang sebuah  Indonesia yang lebih  toleran. Saling 
menghormati satu sama lain."Kami  menghormati adat,  budaya dan keyakinan yang 
mungkin berbeda dengan  Dayak. Kami berharap  pula penghargaan serupa bisa kami 
dapatkan. Tentu  saja kami senang jika setiap suku bangsa di Indonesia ini 
mencintai  leluhurnya masing- masing", katanya beberapa waktu lalu. Ia tidak  
hanya mengumbar kata- kata. Bertahun-tahun ia mengumpulkan tulisan dan  dokumen 
ayahnya,  Tjilik Riwut. Dari balik tumpukan dokumen ayahnya  yang juga tokoh  
Dayak itu, terbitlah buku berjudul Manaser Panatau  Tatu Hiang. Sebuah  judul 
yang memikat jika kita tahu arti di balik  kata-kata itu yakni  menyelami 
kekayaan leluhur. "Leluhur bangsa  Indonesia termasuk orang  Dayak itu sudah 
punya kebudayaan tinggi. Mengangkat  keluhuran leluhur  berarti akan selalu 
ingat asal-usul. 
 
Ingat asal usul meningkatkan rasa percaya diri, yang pada akhirnya  melahirkan 
jati diri yang sejati. Seseorang yang  memiliki jati diri  yang kuat tidak 
mudah terombang-ambing oleh  gelombang badai  kehidupan,'' kata Nila, mengutip 
petuah ayahnya yang  pernah menjadi  sahabat Bung Karno itu.  PEMBARUAN/AA 
SUDIRMAN***


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] SURAT KEPADA ORANG SEKAMPUNG: LIPI MELECEHKAN MARTABAT DIRINYA ?