[nasional_list] [ppiindia] Re: NU di Tengah Arus Radikalisme Islam

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Thu, 23 Feb 2006 16:09:16 -0000

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com ******* Benar benar pendirian anak 
bangsa dari gerakan nasional yang 
telah turut membidani NKRI tersayang ini. Hormat, bapak bapak.:

"Berbeda dengan ormas keislaman lain, NU misalnya tak pernah 
mengajukan klausul khilafah islamiyah. Begitu juga dalam hal 
formalisasi syari'at Islam. Baik dalam periode kepemimpinan 
Abdurrahman Wahid maupun Hasyim Muzadi, NU terus menyatakan 
penolakannya terhadap formalisasi syari'at Islam. NU berjuang untuk 
tegaknya maksud-maksud syari'at (maqasid al-syari'at) berupa 
keadilan, kemaslahatan, hak asasi manusia dan bukan
untuk diformalisasikannya ketentuan-ketentuan harfiah syari'at Islam.

Dalam acara halaqah LDNU (lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama) di gedung 
PBNU tanggal 21 Desember 2005, KH Hasyim Muzadi sebagai Ketua Umum 
PBNU dengan tegas menyatakan bahwa NU tak antusias dengan perjuangan
formalisasi syari'at Islam. NU hanya mendukung tegaknya maqashid
al-syari'at. Dengan informasi ini kita akan maklum, kenapa NU 
misalnya tak mengajukan hukum rajam, potong tangan, dan lain-lain 
agar dimasukkan dalam sanksi-sanksi hukum positif kita..."


Salam

danardono




--- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, Muhkito Afiff <muhkito.afiff@...> 
wrote:
>
> http://gusdur.net/indonesia/index.php?
option=com_content&task=view&id=2441&Itemid=1
> 
> NU di Tengah Arus Radikalisme Islam
> 
> Oleh: Abd Moqsith Ghazali*
> 
> Nahdhatul Ulama adalah salah satu ormas keagamaan paling tua di 
negeri
> ini. Pada tanggal 31 Januari 2006, ia telah memasuki usia ke 80. 
Dalam
> tempo yang panjang tersebut, NU telah menorehkan banyak kontribusi 
bagi
> kelangsungan bangsa dan negara ini. Tak ada keraguan, NU adalah 
ormas
> keagamaan yang memiliki komitmen tinggi bagi tegaknya Negara 
Kesatuan
> Republik Indonesia (NKRI) di bawah tenda besar bernama Pancasila. 
Di
> tengah resistensi yang kuat dari sebagian umat Islam terhadap 
Pancasila,
> melalui muktamarnya yang ke-27 tahun 1984 di Situbondo Jawa Timur, 
NU
> melakukan terobosan dengan menerima asas tunggal Pancasila dan
> menyatakan bahwa bentuk negara kesatuan republik Indonesia adalah
> keputusan final. Dalam konteks ini, bisa dikatakan bahwa NU bukan
> sekadar punya komitmen melainkan sangat fanatik terhadap Indonesia
> dengan Pancasilanya ini.
> 
> Berbeda dengan ormas keislaman lain, NU misalnya tak pernah 
mengajukan
> klausul khilafah islamiyah. Begitu juga dalam hal formalisasi 
syari'at
> Islam. Baik dalam periode kepemimpinan Abdurrahman Wahid maupun 
Hasyim
> Muzadi, NU terus menyatakan penolakannya terhadap formalisasi 
syari'at
> Islam. NU berjuang untuk tegaknya maksud-maksud syari'at (maqasid
> al-syari'at) berupa keadilan, kemaslahatan, hak asasi manusia dan 
bukan
> untuk diformalisasikannya ketentuan-ketentuan harfiah syari'at 
Islam.
> Dalam acara halaqah LDNU (lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama) di 
gedung PBNU
> tanggal 21 Desember 2005, KH Hasyim Muzadi sebagai Ketua Umum PBNU
> dengan tegas menyatakan bahwa NU tak antusias dengan perjuangan
> formalisasi syari'at Islam. NU hanya mendukung tegaknya maqashid
> al-syari'at. Dengan informasi ini kita akan maklum, kenapa NU 
misalnya
> tak mengajukan hukum rajam, potong tangan, dan lain-lain agar 
dimasukkan
> dalam sanksi-sanksi hukum positif kita.
> 
> Pandangan keagamaan progresif seperti ini kiranya tak lepas dari
> penguasaan luas para kiai NU terhadap sumber-sumber keislaman yang
> otentik, sehingga mereka bisa dengan mudah menyelamatkan diri dari
> jebakan skripturalisme dan fundamentalisme Islam. Coba perhatikan,
> melalui halaqah di PP Watucongol, Muntilan, Magelang, 15-17 
Desember
> 1988 dengan tema "Telaah Kitab Kuning Secara Kontekstual", para 
kiai NU
> memutuskan tentang pentingnya memahami kitab kuning secara 
kontekstual,
> yaitu pemahaman yang didasarkan pada konteks yang melatarbelakangi
> kehadiran sebuah teks. Pemaknaan secara harafiah, menurut para 
kiai, tak
> cukup menolong bagi usaha menangkap makna terdalam dari sebuah 
teks.
> Tidak cukup dengan pemahaman secara kontekstual, para kiai NU 
melalui
> Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung, tanggal 21-25 Januari 1992
> mengintroduksi upaya ijtihad atau istinbath terutama untuk 
memecahkan
> sejumlah masalah keislaman kontemporer.
> 
> Namun, pemahaman keislaman a la NU itu mulai mendapatkan tantangan 
yang
> tidak ringan. Adanya grafik fundamentalisme dan radikalisme Islam 
yang
> cenderung naik. Jalan kekerasan kerap ditempuh untuk tujuan
> memperjuangkan dan mendakwahkan Islam. Pelbagai ormas keagamaan
> belia--karena rata-rata baru muncul pada era reformasi--tak ragu 
untuk
> melakukan penutupan terhadap rumah ibadat umat agama lain, 
pengrusakan
> demi pengrusakan terhadap tempat-tempat yang dinilai berbau 
maksiat.
> Bahkan, pemboman sengaja dilakukan dengan alasan jihad fiy 
sabilillah.
> Sementara, sebagian yang lain terus berkoar untuk merancang ulang
> Indonesia menjadi negara Islam, khilafah islamiyah, formalisasi 
syari'at
> Islam, dan lain sebagainya. Mereka berpendirian bahwa Pancasila 
adalah
> hasil bikinan manusia yang relatif sehingga harus digantikan dengan
> dasar Islam. Mereka pun menolak demokrasi hanya karena ia berasal 
dari
> Barat.
> 
> Pertanyaannya, bagaimana NU harus bersikap dan memposisikan diri di
> tengah kecenderungan baru itu? Di sinilah pada hemat saya, NU harus
> bekerja di dua level secara sekaligus. Pertama, sosialisasi 
internal. Ke
> dalam, NU harus mensosialisasikan gagasan-gagasan moderatnya 
hingga ke
> level paling bawah. Sebab, saya berkali-kali dikagetkan oleh 
sejumlah
> keadaaan dimana sebagian orang NU mulai menyuarakan tentang 
pentingnya
> mendirikan negara Islam. Mereka tidak setuju terhadap konsep 
Indonesia
> sebagai negara bangsa yang didasarkan pada Pancasila. Sebagaimana 
banyak
> disuarakan kelompok Islam fundamentalis, warga NU itu pun setuju
> terhadap formalisasi syari'at Islam, sebuah sikap ideologis yang 
jelas
> berseberangan dengan apa yang pernah diputuskan NU. Apakah NU
> mulai--meminjam bahasa yang rajin dipakai oleh para penyangga rezim
> Orba--"kesusupan" ajaran Wahabi yang dahulu ditampiknya secara
> bertubi-tubi? Apakah para kiai NU begitu terpukau dengan pikiran
> Taqiyuddin al-Nabhani tentang khilafah islamiyah yang gencar 
didakwahkan
> teman-teman Hizbut Tahrir. Wallahu a'lam.
> 
> Saya hanya ingin mengatakan bahwa fenomena itu menunjukkan satu 
hal.
> Yaitu, kurang intensifnya pengurus NU di dalam mensosialisasikan
> keputusan-keputusan penting yang pernah diambilnya, sehingga
> pandangan-pandangan keagamaan NU belum merembes hingga ke tingkat 
bawah.
> Untuk itu, sosialisasi internal ini menjadi relevan. Harapannya, 
apa
> yang dikemukakan para kiai NU mulai dari tingkat pusat hingga 
ranting
> sejauh menyangkut hal-hal yang strategis kiranya berada dalam nada 
dasar
> yang sama, padu dan kompak. Tanpa ada sosialisasi internal yang 
gencar,
> maka tidak tertutup kemungkinan warga NU akan berada dalam pelukan
> ideologi ormas lain. NU akan mengalami proses metamorfosa; dari
> moderatisme-progresifisme ke fundamentalisme-ekstrimisme, dari
> inklusifisme ke eksklusifisme. Sangat mengkhawatirkan.
> 
> Kedua , sosialisasi eksternal. Dengan jama'ahnya yang konon 40-an 
juta
> NU mestinya bisa menggarami semesta umat Islam di pelbagai kawasan
> dunia. Anggota yang demikian gegantik--dan saya kira tak ada ormas
> keislaman  di dunia ini yang memiliki anggota sebanyak itu--adalah 
aset
> yang berpotensial dalam menentukan pigmen keislaman dunia. Namun,
> kampanye NU tentang moderatisme Islam di fora internasional 
tampaknya
> belum digarap secara lebih optimal. Sehingga warna keislaman yang 
cukup
> pekat menonjol di publik dunia masih warna keislaman yang keras dan
> bengis, sejenis Islam yang dikampanyekan secara militan dan gegap
> gempita oleh tokoh-tokoh fundamentalis Islam Timur Tengah. Tak ayal
> lagi, banyak orang yang mengidentikkan Islam dengan terorisme. 
Sebagian
> umat Islam mulai tidak nyaman dengan agama yang dianutnya.
> 
> Sekarang adalah momentum yang tepat bagi NU untuk sosialisasi ke 
luar,
> tentu dengan meniscayakan adanya stok salesman yang mampu 
memasarkan
> gagasan moderat NU hingga menembus level dunia. Sosialisasi jelas 
bukan
> hanya untuk tujuan mengerem laju stigmatisasi Islam yang terus 
berjalan,
> melainkan juga untuk menggantikan model keislaman Timur Tengah yang
> dominan dan keras. Model keislaman NU yang santun dan toleran 
harus bisa
> menggantikan model keislaman Al-Qaedah yang ekstrim dan radikal. 
Pola
> keislaman moderat seperti yang dikembangkan NU kiranya yang paling
> mungkin untuk diajak serta dalam membangun tata kehidupan dunia 
yang
> damai dan demokratis. Sekiranya Muhammadiyah dengan kalkulasi 
anggotanya
> kurang lebih 30-an juta orang itu juga melakukan hal yang sama, 
maka
> semakin kukuhlah posisi Islam moderat pada tingkat dunia. Dengan 
ini
> pula publik pun segera tahu bahwa pandangan keislaman ekstrim 
seperti
> yang ditunjukkan oleh kelompok fundamentalis Islam hanya lapis 
terkecil
> dari samudera populasi umat Islam dunia [].
> 
> *Penulis adalah peneliti The Religious Reform Project (RePro) 
Jakarta
> 
> (Koran Tempo, Sabtu 4/2/ 2006)
>







***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Re: NU di Tengah Arus Radikalisme Islam