[nasional_list] [ppiindia] Re: Aurat ya aurat..

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Tue, 28 Feb 2006 08:23:25 -0000

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Sepertinya memang ada dua macam pria 
didunia ini, mas. Yang pertama, 
seperti saya lihat tiap hari di Austria, yang tenang tenang saja, 
melihat wanita yang indah berbusana terbuka, apalagi kalau summer. 
tak ada yang menjadi merah muka, atau lalu mengikuiti si wanita, 
atau yang lain lain yang aneh aneh. Calm and cool..

Di tengah kota Vienna mengalir sungai indah Danube (yang dinyanyikan 
dalam irama waltz "the Blue Danube"), nah isini ada pantai buatan 
yang dipenuhi pria dan wanita berbaju mandi, kalau summer lho, mirip 
pantai Copacabana di Brazil.

Anehnya, penduduk kota tak ada yang tumplek kemari tuh? Semuanya 
tenang. Juga di Munich, ibukota propinsi bavaria di Jerman, kalau 
summer penuh remaja, kebanyakan mahasiswa yang rebahan atau duduk 
ditaman, dengan busana yang sangat terbuka. Tak ada yang tiba tiba 
jadi wild tuh? Tak ada yang motret, atau duduk menonton sicantik, 
gak tuh?

Nah, ada yang pria jenis kedua, yang sedikit sedikit horny. mereka 
ini saking takutnya lihat wanita sexy yang membuat sukmanya 
bergejolak, menuntut undang undang macam macam..

Di Indonesia, sejak saya masih kecil ditahun 50an, sampai akhir 
akhir ini, tanpa undang undang anti wanita cantik, tak ada yang 
telanjang dijalan. Malah panas panas, rata rata wanita pakai baju 
lengan panjang.

Tapi ya kalau sedkit sedikit horny, ya mbok wanita pakai baju 
tertutup, lihat lekuk sedikit sudah bingung..

Salam tanpa bingung

Danardono

PS: Ehhh mungkin ada pria jenis ketiga, yang horny kalau lihat pria 
lain pakai baju ketat pamer otot..


--- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, Free Thinker <freethinker_may@...> 
wrote:
>
> Aurat wanita menurut saya.... payudara (yang terlihat putingnya, 
bukan hanya sebagian dada seperti wanita-wanita berpakaian seksi) 
dan alat kelamin. Itu pun berbeda dengan saudara-saudara perempuan 
di pedalaman Papua yang oke-oke saja untuk topless. 
>    
>   Kalau untuk kaum-nya Nizami jelas: untuk wanita cuma boleh 
terlihat muka dan telapak tangan. Ya wis, tapi jangan maksa orang 
untuk ngikut situ toh...
>    
>   Wong banyak perempuan pengen pake baju yang tidak menutup 
sekujur tubuh, misalnya celana panjang dan kaus lengan pendek. 
Nyaman sekali itu! Atau yang sudah fitnes mati-matian pengen show-
off pake tank-top dan rok mini, dan jalan megal-megol. So what, 
harus didenda? Atau harus diperkosa?
>    
>   Para pria yang cepat horny kalau lihat perempuan tidak 
berpakaian tertutup sekujur tubuh, coba deh konsultasi ke psikolog. 
Atau banyak-banyaklah berolah raga. Atau membaca kitab suci masing-
masing. Atau pakai kaca mata kuda. Atau lebih baik, diam di rumah.
>    
>   Begitu aja kok repot!
> 
> RM Danardono HADINOTO <rm_danardono@...> wrote:
>   **** Tulisan yang bijak. tapi repotnya, kita sebagai bangsa yang 
> terdiri dari berbagai budaya dan agama, layakkah mendefinisakn 
aurat 
> semata dari satu sumber akidah? Lha bagaimana misalnya kalau 
wanita 
> Jawa atau siapapun ingin berziarah ke makam raja raja Jawa di 
> Imogiri, tak diperkenankan memakai busana tertutup, namun memakai 
> kemben. Kepala tak ditutup.
> 
> Demikian pula busana tari tarian Jawa dan Bali. Masakan ini semua 
> dilarang? samakah persepsi aurat para wanita Indonesia? Siapakah 
> yang wajib mendefinisikan apakah aurat, wanita (yang terkait alias 
> pelengkap penderita) atau pria (yang tak langsung terkait, kecuali 
> kalau sedang dalam posisi siap tempur, paling paling pelengkap 
> penyerta)?
> 
> 
> 
> Sabtu, 25 Februari 2006
> http://kompas.com/kompas-cetak/0602/25/swara/2464223.htm
> 
> PORNOGRAFI
> Mengarifi Batas Aurat Perempuan
> 
> Fawaizul Umam
> 
> Setelah sempat "mereda", pro-kontra pornografi dan pornoaksi 
(mungkin
> nanti pornowicara) meruap lagi. Tristanti Mitayani, anggota Komisi 
I
> DPR, pun mengakui betapa hingga kini tak jua ada kesepakatan di 
Dewan
> soal definisi pornografi dan pornoaksi (Kompas, 
23/1/2006). "Apalagi
> tiap daerah berbeda-beda pengertiannya," katanya.
> 
> Bagaimana pandangan Islam tentang aurat perempuan karena (umat)
> Islam-lah yang paling riuh menyoalnya? Tulisan ini hendak 
menyisirnya
> dari ranah fikih, domain keilmuan Islam (klasik) yang uniknya acap
> dianggap sebagai syariat Islam itu sendiri.
> 
> Secara etimologis, "aurat" adalah kata Arab yang berarti celah,
> kekurangan, anggota tubuh yang dipandang buruk sehingga memalukan 
> bila terlihat. Alquran menyebutnya empat kali, dua berbentuk 
tunggal 
> (QS 33: 13) dan sisanya plural (QS 24: 31, 58). Ulama ahli fikih 
> umumnya mengacu Surat An-Nur Ayat 31 saat memaknai aurat sebagai 
> bagian tubuh manusia yang memalukan bila terlihat dan mungkin bisa 
> menimbulkan fitnah (baca: menggugah libido) jika dibiarkan 
terbuka. 
> Namun, penyandaran sama tidak membuat mereka bersatu pendapat.
> 
> Hal itu tampak pada perbedaan tafsir atas frase illa ma zhahara 
minha
> (kecuali yang biasa tampak terbuka) di ayat tersebut yang 
> menganjurkan perempuan menutup aurat, kecuali yang memang biasa 
> terbuka. Sebagian ulama mengategorikan muka dan telapak tangan 
> perempuan sebagai yang biasa terbuka sehingga tak wajib ditutup. 
> Sementara sebagian lain menambahkan telapak kaki, bahkan hingga 
> separuh betis di atas tumit boleh terbuka, termasuk juga setengah 
> lengan. Sebagian lagi memaknai apa yang terbuka tak sengaja dari 
> tubuh perempuan, seperti tersingkap angin.
> Bagi mereka yang berpandangan terakhir ini, seluruh tubuh perempuan
> aurat yang wajib ditutup (Asy-Syaukani, Naylul Awthar, Juz II: 55).
> 
> Mereka juga memilah aurat perempuan berdasar status sosial: 
perempuan
> merdeka dan budak. Mayoritas ahli fikih memandang aurat budak lebih
> terbuka dari aurat perempuan merdeka. Sebagian mereka bahkan 
> cenderung menyamakan aurat perempuan budak dengan lelaki, antara 
> lain diyakini sebagian besar murid Imam Asy-Syafi'i (An-Nawawi, Al-
> Majmu' Syarhil Muhadzab, Juz III: 171), yakni hanya bagian tubuh 
> antara pusar dan lutut.
> 
> Dengan begitu, tidak ada batasan aurat yang sama untuk perempuan. 
Itu
> membuktikan betapa teks terkait tidak secara jelas membatasi 
aurat. 
> Para ulama menafsir dengan rangka paradigmatik masing-masing yang 
> berkait erat dengan situasi ruang dan waktu mereka. Lalu, 
> manakah "yang benar", dalam arti "yang semau" dengan Allah? 
> Wallahualam.
> 
> Para faqih, semisal Abu Hanifah, Asy-Syafi'i, dan Malik meyakini
> kebenaran hanya ada satu di antara berbagai pendapat, tetapi tidak 
> bisa dipastikan manakah yang benar, kecuali Allah yang tahu (al-
> Syaukani, Irsyadul Fuhul, t.th.: 261). Sebagai hasil ijtihad, tiap 
> pendapat punya ruangnya sendiri. Status kebenarannya tak bisa 
gugur 
> oleh kebenaran pendapat lain (al-Suyuthi, Al-Asybah wan Nazhair, 
> t.th.: 71).
> 
> Secara substantif Islam satu dalam prinsip, tetapi dimungkinkan 
> berbeda dalam rincian, hasil tafsir. Refleksi para ahli fikih, 
> misalnya, hanya menegaskan kewajiban menutup aurat; tidak merinci 
> bagian tubuh mana yang mesti ditutup dan tak mengatur model 
pakaian.
> 
> Kewajiban itu bersifat universal dan karenanya pasti, mutlak, 
tetapi
> batasan aurat yang perlu ditutup termasuk bentuk penutupnya 
bersifat
> partikular dan karenanya terduga, relatif. Relatif, karena yang 
> terakhir ini terikat dimensi situasi, ruang, dan waktu. Dalam hal 
> itu, nilai-nilai sosial budaya berperan amat nyata.
> 
> Soal etika
> 
> Untuk itu, setiap upaya formulasi hukum mau tak mau harus
> mempertimbangkan tradisi. Aneka pertimbangan ahli fikih dalam 
> penentuan aurat, seperti ungkapan "menghindari kesulitan" 
atau "demi 
> kebutuhan", atau "khawatir akan fitnah", tidak terlepas dari 
situasi 
> keseharian dan karena itu sangat relatif, berbeda antartempat dan 
> waktu. Mengingat determinasinya dalam setiap penafsiran teks 
> menyangkut aurat, maka aurat sejatinya tak termasuk dalam 
> nomenklatur agama, tetapi sosial- budaya.
> 
> Berlangsungnya pro-kontra soal mana yang termasuk aurat harus 
dilihat
> sebagai refleksi keterikatan umat dengan lokalitas sosial-budaya. 
> Dalam konteks itulah mengatur perilaku porno hanya mungkin jika 
> terlebih dulu ditetapkan kategori 'urf-nya. Setiap daerah berbeda, 
> maka pengaturannya pun mesti berbeda.
> 
> Susahnya, demi "kepastian hukum", setiap pengaturan justru 
> mengandaikan penyeragaman; suatu hal mustahil, terlebih mengingat 
> wacana aurat nyatanya tak hanya soal budaya, tetapi juga pemahaman 
> keagamaan.
> 
> Menyoal aurat perempuan sebatas masalah halal-haram akan terjebak
> perbedaan cara pandang dan model penghayatan keagamaan. Melihat
> pornografi/aksi sebatas itu tidak hanya menyederhanakan masalah, 
> tetapi juga akan gagal mencari penyebab fundamentalnya karena 
> pornografi/aksi pada akhirnya lebih soal etika atau bahkan 
estetika. 
> Etika di sini tentu tidak sebatas tata krama, tetapi secara 
> filosofis nilai baik-buruk.
> 
> Alhasil, ini lebih soal kepantasan (sosial)! Maka, sejauh 
menyangkut
> kepantasan batasnya sungguh relatif, bila bukan justru tak berbatas
> karena begitu relatifnya.
> 
> Karena menyangkut etik atau moralitas, hendaknya tidak dinegarakan.
> Sekali itu diserahkan kepada negara yang berdaya paksa, maka sangat
> mungkin yang akan muncul kesewenangan atas nama keyakinan 
tertentu. 
> Bila dipaksakan, akan menjadi awal diskriminasi keagamaan. Dan itu 
> jelas bakal mencederai semangat dasar ajaran Islam, seperti al-
> hurriyah (kebebasan, termasuk dalam berekspresi), al-musawah 
> (egalitarianisme), dan al-'adalah (keadilan).
> 
> Satu kebenaran tertentu soal batasan aurat sebaiknya tak dipaksakan
> karena sejatinya cuma Allah yang tahu kebenaran mana yang paling Ia
> ridai. Pemaksaan hanya akan mendorong umat saling membenci?sesuatu 
> yang berpunggungan dengan cita Islam sendiri, rahmatan lil 'alamin.
> Sebaliknya, tanpa itu, umat akan terbiasa menghormati pilihan 
orang.
> 
> Fawaizul Umam
> Dosen Filsafat Islam IAIN Mataram
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
*********************************************************************
******
> Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju 
Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
> 
*********************************************************************
******
> 
_____________________________________________________________________
_____
> Mohon Perhatian:
> 
> 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg 
otokritik)
> 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan 
dikomentari.
> 3. Reading only, http://dear.to/ppi 
> 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
> 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
> 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
> 
> 
> 
> 
>   SPONSORED LINKS 
>         Cultural diversity   Indonesian languages   Indonesian 
language learn     Indonesian language course 
>     
> ---------------------------------
>   YAHOO! GROUPS LINKS 
> 
>     
>     Visit your group "ppiindia" on the web.
>     
>     To unsubscribe from this group, send an email to:
>  ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx
>     
>     Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of 
Service. 
> 
>     
> ---------------------------------
>   
> 
> 
> 
>               
> ---------------------------------
> Relax. Yahoo! Mail virus scanning helps detect nasty viruses!
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>






***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts: