** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.indomedia.com/bpost/012006/16/opini/opini1.htm Rakyat, Listrik Dan Kado Menyakitkan Oleh : Budi Kurniawan Menjadi rakyat di negeri seperti Indonesia ini, sungguh merepotkan. Sepanjang hayat rasanya hampir tak pernah ada kabar baik yang diberikan pemerintah kepada kita, rakyat kebanyakan. Yang ada selalu saja kabar buruk, dari penaikan harga barang hingga berbagai ketidakmampuan pemerintah memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat. Kalau pun ada kabar baik, itu tak lebih hanya lips service yang dikumandangkan dalam rentang waktu dan tujuan tertentu. Menjelang Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah dan kala masa kampanye tiba. Semua janji terumbar tak bertepi. Seperti juga tak bertepinya bukti dan kapan utang janji itu dibayar. Padahal pemerintah --seperti tertera dalam berbagai teks Ilmu Pemerintahan-- berfungsi sebagai pelayan bagi rakyatnya, tak peduli kapan Pemilu dan event politik lainnya terjadi. Pelayanan publik (public service) wajib diberikan sepanjang zaman. Karena, sesungguhnya rakyat tak gratis menerima pelayanan itu. Rakyat membayar semuanya. Kadang harga yang dibayar pun sangat mahal. Ketika satu di antara kita, misalnya mengopi di sebuah café, lalu ngobrol berjam-jam, saat membayar billnya di situ sudah tertera harga termasuk pajak yang dibayar kepada pemerintah. Ketika kita menonton film di sebuah jaringan bioskop terkenal misalnya, hal yang sama pun terjadi. Harga yang kita bayar sudah termasuk pajak. Rasanya tak ada satu pun denyut hidup kita yang bebas pajak. Baik yang resmi diterima pemerintah --soal alokasi pengeluarannya jangan ditanya dulu apakah 'resmi' atau tidak-- maupun yang dibayar kepada begundal dan preman yang sangarnya melebihi tentara kolonial mana pun. Di negeri mana lagi di belahan bumi ini yang pemerintahnya seperti Indonesia yang enak-enakan, ongkang-ongkang kaki, tanpa berusaha keras memperkuat fundamental ekonominya, lalu mengeruk uang rakyatnya hanya dengan bermodalkan secarik keputusan: menaikkan cukai, bea masuk barang impor dan pajak? Usaha ini nyaris tak bermodalkan banyak hal. Cukup dengan mengutak-atik angka, lalu berkilah semua penaikan itu adalah cara (satu-satunya?) untuk menambal pundi-pundi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang bolong akibat prilaku pengambil kebijakan politik dan ekonomi masa silam, juga pemerintahan kini. Lalu, di negeri mana selain Indonesia yang pemerintahnya ngotot mengajak rakyatnya yang miskin papa ini ke kancah ekonomi internasional dengan salah satu indikator harga yang disesuaikan dengan logika pasar? Kengototan itu pula yang bisa jadi menjadi latar takluknya pemerintah pada agen neoliberalisme, lalu kemudian menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga hampir mencapai angka 200 persen. Semua protes dan keberatan rakyat tak berjawab. Pemerintah tetap bergeming, buta dan tuli pada semua protes itu. Logika politik yang berkonsentrasi pada konstalasi politik di parlemen ketimbang jerit rakyat miskin papa di jalanan, kian membuat pemerintah tak peduli. Logika bahwa suara jalanan tak punya dampak besar dan tak mungkin menjatuhkan pemerintah, sepertinya menjadi sesuatu yang sangat diyakini. Berbeda halnya, jika parlemen punya suara dan keinginan yang sama dengan suara di jalanan sana. Tapi bukankah pengalaman selama ini menunjukkan kepentingan politik dan dagang sapi di parlemen membuat suara rakyat selalu bersimpang jalan dengan politisi di sana? *** Usai pemerintah menghadiahi kado menyakitkan dengan menaikkan harga BBM menjelang Ramadhan silam, kini tersiar kabar PLN akan memberikan kado yang tak kalah menyakitkannya yaitu dengan menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL). Berdasarkan penghitungan PLN, seperti dilansir berbagai media, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik saat ini sekitar 6,5 sen dolar AS per kWh. Dengan TDL sebesar Rp582 saat ini, PLN harus menanggung selisih BPP. Untuk itu PLN sudah mengajukan skenario penaikan TDL untuk 2006. Penaikan TDL dari angka Rp582 sangat tergantung pada besarnya subsidi yang akan diberikan pemerintah. PLN sudah menyiapkan empat skema penaikan TDL. Besarnya berkisar antara 23-59 persen. Skenario pertama: Subsidi Rp25.510 triliun dengan TDL naik menjadi Rp716 per kWh (naik 23 persen). Penaikan berlaku untuk konsumen dengan daya kurang dari 450 volt ampere (VA), pelanggan golongan 13 dan 14 tidak ikut naik. Skenario kedua: Besar subsidi Rp21.681 triliun dengan TDL Rp753 per kWh (naik 29 persen). Skenario ini akan dijalankan, dengan catatan TDL untuk konsumen 450 VA tidak naik, sedangkan golongan pelanggan listrik lainnya naik secara selektif. Skenario ketiga: Besar subsidi Rp12.980 triliun dengan TDL Rp836 per kWh (naik 39 persen). Penaikan dalam skenario ini tidak berlaku untuk konsumen pengguna listrik kurang dari 450 VA, sedangkan golongan pelanggan lainnya naik hingga batas BPP. Skenario keempat: subsidi nol: TDL naik menjadi Rp970 per kWh (naik mencapai 59 persen) dan dikenakan kepada semua pelanggan. Penaikan ini sendiri sepertinya berbanding terbalik dengan tindakan parlemen yang telah mengusulkan --masih dibahas di Panitia Anggaran DPR-- agar PLN mendapatkan alokasi subsidi sebesar Rp17 triliun untuk tahun depan. Alokasi dana itu terdiri atas subsidi sebesar Rp15 trilun dan cadangan Rp2 triliun. Jika dibandingkan dengan subsidi tahun ini sebesar Rp12,5 triliun, maka terlihat ada penaikan. Alasan PLN bahwa TDL mutlak naik adalah beban kerugian bertambah besar akibat penaikan harga BBM. PLN memperkirakan biaya BBM pembangkit naik hingga 50 persen, dari Rp30 triliun pada 2005 menjadi sekitar Rp47 triliun pada 2006. Biaya BBM PLN mencakup 60 persen dalam komponen pembiayaan pembangkit. Hingga kini banyak pembangkit PLN masih berbahan bakar solar dan hingga 2005, kebutuhan BBM sebanyak 11,44 juta kiloliter. Per 1 Oktober 2005, PLN harus membeli BBM dengan harga pasar yang ditetapkan Pertamina sebesar Rp5.380 per liter. *** Teknologi yang didesain sangat tergantung pada listrik menjadikan energi ini bernilai sangat strategis. Hampir semua perangkat beroperasi, tergantung pada listrik. Karena nilai strategisnya itu pula, harusnya pemerintah (PLN) mampu menjadikan listrik sebagai kebutuhan primer yang tak hanya menghitung keuntungan. Tapi juga bagaimana menjadikan listrik bernilai sosial, bagian hidup yang tak perlu dibayar mahal. Bukankah mahalnya listrik di negeri ini lebih banyak disebabkan oleh tergantungnya pembangkit PLN pada bahan bakar minyak. Di Kalsel, hal ini terlihat jelas. Operasional pembangkit sangat tergantung pada solar. Ketergantungan ini rasanya jadi ironi. Negeri semacam Indonesia yang dilimpahi berbagai sumber energi alternatif, ternyata hanya bisa bergantung pada BBM. Pengembangan pembangkit yang lepas dari ketergantungan pada BBM pun, sepertinya tak bergerak-gerak. Kalau pun ada pembangkit yang tidak menggunakan BBM sebagai sumber energinya, bisa dipastikan jumlahnya tak banyak. Memang, pemerintah konon sudah menyiapkan tiga pembangkit non-BBM (PLTU Cilacap, PLTU Cilegon dan PLTGU Tanjung Jati B). Tapi hanya PLTU Cilacap yang berkapasitas 300 MW yang bisa masuk dalam sistem kelistrikan pada tahun depan. Sementara lainnya, baru bisa beroperasi pada 2007. Tapi semua pembangkit itu hanya terintegrasi dalam sistem kelistrikan di Jawa. Apa pun, jika semua hitung-hitungan dan rencana skenario itu dilaksanakan, tetap saja kita (pelanggan) berada pada posisi lemah ketimbang produsen listriknya sendiri (PLN). Di tengah krisis listrik yang dilansir pejabat PLN Kalselteng beberapa waktu lalu, kembali kita rakyat kebanyakan bertanya: Apakah krisis itu akan menjadi amunisi baru bagi PLN untuk menaikkan TDL, lalu kembali menghunjam kita ke dasar sumur kemiskinan (lagi)? Apakah kembali kabar buruk datang ke kita kaum proletar yang miskin papa ini? * Alumnus FISIP Unlam Banjarmasin, tinggal di Jakarta e-mail: budibanjar@xxxxxxxxx [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **