[nasional_list] [ppiindia] Rakyat, Listrik Dan Kado Menyakitkan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 16 Jan 2006 00:20:44 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indomedia.com/bpost/012006/16/opini/opini1.htm

Rakyat, Listrik Dan Kado Menyakitkan

Oleh : Budi Kurniawan

Menjadi rakyat di negeri seperti Indonesia ini, sungguh merepotkan. Sepanjang 
hayat rasanya hampir tak pernah ada kabar baik yang diberikan pemerintah kepada 
kita, rakyat kebanyakan. Yang ada selalu saja kabar buruk, dari penaikan harga 
barang hingga berbagai ketidakmampuan pemerintah memberikan pelayanan terbaik 
bagi rakyat. Kalau pun ada kabar baik, itu tak lebih hanya lips service yang 
dikumandangkan dalam rentang waktu dan tujuan tertentu. Menjelang Pemilihan 
Umum, Pemilihan Kepala Daerah dan kala masa kampanye tiba. Semua janji terumbar 
tak bertepi. Seperti juga tak bertepinya bukti dan kapan utang janji itu 
dibayar.

Padahal pemerintah --seperti tertera dalam berbagai teks Ilmu Pemerintahan-- 
berfungsi sebagai pelayan bagi rakyatnya, tak peduli kapan Pemilu dan event 
politik lainnya terjadi. Pelayanan publik (public service) wajib diberikan 
sepanjang zaman. Karena, sesungguhnya rakyat tak gratis menerima pelayanan itu. 
Rakyat membayar semuanya. Kadang harga yang dibayar pun sangat mahal. Ketika 
satu di antara kita, misalnya mengopi di sebuah café, lalu ngobrol berjam-jam, 
saat membayar billnya di situ sudah tertera harga termasuk pajak yang dibayar 
kepada pemerintah. 

Ketika kita menonton film di sebuah jaringan bioskop terkenal misalnya, hal 
yang sama pun terjadi. Harga yang kita bayar sudah termasuk pajak. Rasanya tak 
ada satu pun denyut hidup kita yang bebas pajak. Baik yang resmi diterima 
pemerintah --soal alokasi pengeluarannya jangan ditanya dulu apakah 'resmi' 
atau tidak-- maupun yang dibayar kepada begundal dan preman yang sangarnya 
melebihi tentara kolonial mana pun.

Di negeri mana lagi di belahan bumi ini yang pemerintahnya seperti Indonesia 
yang enak-enakan, ongkang-ongkang kaki, tanpa berusaha keras memperkuat 
fundamental ekonominya, lalu mengeruk uang rakyatnya hanya dengan bermodalkan 
secarik keputusan: menaikkan cukai, bea masuk barang impor dan pajak? Usaha ini 
nyaris tak bermodalkan banyak hal. Cukup dengan mengutak-atik angka, lalu 
berkilah semua penaikan itu adalah cara (satu-satunya?) untuk menambal 
pundi-pundi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang bolong akibat 
prilaku pengambil kebijakan politik dan ekonomi masa silam, juga pemerintahan 
kini. 

Lalu, di negeri mana selain Indonesia yang pemerintahnya ngotot mengajak 
rakyatnya yang miskin papa ini ke kancah ekonomi internasional dengan salah 
satu indikator harga yang disesuaikan dengan logika pasar? Kengototan itu pula 
yang bisa jadi menjadi latar takluknya pemerintah pada agen neoliberalisme, 
lalu kemudian menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga hampir mencapai 
angka 200 persen. 

Semua protes dan keberatan rakyat tak berjawab. Pemerintah tetap bergeming, 
buta dan tuli pada semua protes itu. Logika politik yang berkonsentrasi pada 
konstalasi politik di parlemen ketimbang jerit rakyat miskin papa di jalanan, 
kian membuat pemerintah tak peduli. Logika bahwa suara jalanan tak punya dampak 
besar dan tak mungkin menjatuhkan pemerintah, sepertinya menjadi sesuatu yang 
sangat diyakini. Berbeda halnya, jika parlemen punya suara dan keinginan yang 
sama dengan suara di jalanan sana. Tapi bukankah pengalaman selama ini 
menunjukkan kepentingan politik dan dagang sapi di parlemen membuat suara 
rakyat selalu bersimpang jalan dengan politisi di sana? 

***

Usai pemerintah menghadiahi kado menyakitkan dengan menaikkan harga BBM 
menjelang Ramadhan silam, kini tersiar kabar PLN akan memberikan kado yang tak 
kalah menyakitkannya yaitu dengan menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL). 
Berdasarkan penghitungan PLN, seperti dilansir berbagai media, Biaya Pokok 
Penyediaan (BPP) listrik saat ini sekitar 6,5 sen dolar AS per kWh. Dengan TDL 
sebesar Rp582 saat ini, PLN harus menanggung selisih BPP. 

Untuk itu PLN sudah mengajukan skenario penaikan TDL untuk 2006. Penaikan TDL 
dari angka Rp582 sangat tergantung pada besarnya subsidi yang akan diberikan 
pemerintah. PLN sudah menyiapkan empat skema penaikan TDL. Besarnya berkisar 
antara 23-59 persen. 

Skenario pertama: Subsidi Rp25.510 triliun dengan TDL naik menjadi Rp716 per 
kWh (naik 23 persen). Penaikan berlaku untuk konsumen dengan daya kurang dari 
450 volt ampere (VA), pelanggan golongan 13 dan 14 tidak ikut naik. Skenario 
kedua: Besar subsidi Rp21.681 triliun dengan TDL Rp753 per kWh (naik 29 
persen). Skenario ini akan dijalankan, dengan catatan TDL untuk konsumen 450 VA 
tidak naik, sedangkan golongan pelanggan listrik lainnya naik secara selektif. 
Skenario ketiga: Besar subsidi Rp12.980 triliun dengan TDL Rp836 per kWh (naik 
39 persen). Penaikan dalam skenario ini tidak berlaku untuk konsumen pengguna 
listrik kurang dari 450 VA, sedangkan golongan pelanggan lainnya naik hingga 
batas BPP. Skenario keempat: subsidi nol: TDL naik menjadi Rp970 per kWh (naik 
mencapai 59 persen) dan dikenakan kepada semua pelanggan.

Penaikan ini sendiri sepertinya berbanding terbalik dengan tindakan parlemen 
yang telah mengusulkan --masih dibahas di Panitia Anggaran DPR-- agar PLN 
mendapatkan alokasi subsidi sebesar Rp17 triliun untuk tahun depan. Alokasi 
dana itu terdiri atas subsidi sebesar Rp15 trilun dan cadangan Rp2 triliun. 
Jika dibandingkan dengan subsidi tahun ini sebesar Rp12,5 triliun, maka 
terlihat ada penaikan.

Alasan PLN bahwa TDL mutlak naik adalah beban kerugian bertambah besar akibat 
penaikan harga BBM. PLN memperkirakan biaya BBM pembangkit naik hingga 50 
persen, dari Rp30 triliun pada 2005 menjadi sekitar Rp47 triliun pada 2006. 

Biaya BBM PLN mencakup 60 persen dalam komponen pembiayaan pembangkit. Hingga 
kini banyak pembangkit PLN masih berbahan bakar solar dan hingga 2005, 
kebutuhan BBM sebanyak 11,44 juta kiloliter. Per 1 Oktober 2005, PLN harus 
membeli BBM dengan harga pasar yang ditetapkan Pertamina sebesar Rp5.380 per 
liter. 

***

Teknologi yang didesain sangat tergantung pada listrik menjadikan energi ini 
bernilai sangat strategis. Hampir semua perangkat beroperasi, tergantung pada 
listrik. Karena nilai strategisnya itu pula, harusnya pemerintah (PLN) mampu 
menjadikan listrik sebagai kebutuhan primer yang tak hanya menghitung 
keuntungan. Tapi juga bagaimana menjadikan listrik bernilai sosial, bagian 
hidup yang tak perlu dibayar mahal. Bukankah mahalnya listrik di negeri ini 
lebih banyak disebabkan oleh tergantungnya pembangkit PLN pada bahan bakar 
minyak. Di Kalsel, hal ini terlihat jelas. Operasional pembangkit sangat 
tergantung pada solar. 

Ketergantungan ini rasanya jadi ironi. Negeri semacam Indonesia yang dilimpahi 
berbagai sumber energi alternatif, ternyata hanya bisa bergantung pada BBM. 
Pengembangan pembangkit yang lepas dari ketergantungan pada BBM pun, sepertinya 
tak bergerak-gerak. Kalau pun ada pembangkit yang tidak menggunakan BBM sebagai 
sumber energinya, bisa dipastikan jumlahnya tak banyak.

Memang, pemerintah konon sudah menyiapkan tiga pembangkit non-BBM (PLTU 
Cilacap, PLTU Cilegon dan PLTGU Tanjung Jati B). Tapi hanya PLTU Cilacap yang 
berkapasitas 300 MW yang bisa masuk dalam sistem kelistrikan pada tahun depan. 
Sementara lainnya, baru bisa beroperasi pada 2007. Tapi semua pembangkit itu 
hanya terintegrasi dalam sistem kelistrikan di Jawa. 

Apa pun, jika semua hitung-hitungan dan rencana skenario itu dilaksanakan, 
tetap saja kita (pelanggan) berada pada posisi lemah ketimbang produsen 
listriknya sendiri (PLN). Di tengah krisis listrik yang dilansir pejabat PLN 
Kalselteng beberapa waktu lalu, kembali kita rakyat kebanyakan bertanya: Apakah 
krisis itu akan menjadi amunisi baru bagi PLN untuk menaikkan TDL, lalu kembali 
menghunjam kita ke dasar sumur kemiskinan (lagi)? Apakah kembali kabar buruk 
datang ke kita kaum proletar yang miskin papa ini? 

* Alumnus FISIP Unlam Banjarmasin, tinggal di Jakarta
e-mail: budibanjar@xxxxxxxxx


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Rakyat, Listrik Dan Kado Menyakitkan