** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum ** http://www.suarapembaruan.com/News/2005/02/28/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Partai Politik, Ada Apa Denganmu? Oleh Boni Hargens ENTANG partai politik yang membela para kadernya yang terjangkit patologi korupsi, muncul pertanyaan: apakah ini masalah kesetiakawanan? Bagi saya, masalahnya jelas bahwa ketika partai mengintervensi proses hukum, dengan sendirinya masalah hukum bergeser menjadi masalah politik. Apalagi di negara yang demokrasinya masih prematur, kepentingan politik (baca: kekuasaan) cenderung menjadi absolut. Maka tidak mengherankan kalau keadilan hukum direkayasa untuk menyelamatkan kepentingan politik, entah pribadi maupun kelompok. Ketika jajaran pimpinan pusat PDI Perjuangan mem-backup para kadernya di daerah yang tersandung tuduhan korupsi, dengan enteng Sekjen PDI-P Soetjipto mengatakan, "Itu bukan mau membela kader yang korupsi!" Tentang hal yang sama, Ketua Golkar Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Muladi, justru menuduh Kejaksaan dan Kepolisian bertindak ceroboh karena menggunakan PP No 110/2000 (tentang Keuangan DPRD) yang dinilai bertentangan dengan UU 22/2003, apalagi sudah dianulir oleh judicial review Mahkamah Agung tahun 2002 lalu (Tempo, 21-27/2/2005). Saya pikir, partai membela kadernya itu wajar sebagai tanda "solidaritas kelompok", sebab tanpa itu partai bisa bubar. Hanya, apakah ini masalah solidaritas sehingga partai bisa mendapat excuse untuk membela kadernya yang melakukan korupsi? Dan sampai batas mana solidaritas kelompok itu diterima untuk membenarkan pembelaan terhadap para kader yang melanggar hukum? Itu yang perlu diperjelas supaya jangan sampai otoritas hukum dilibas oleh kepentingan politik. Lebih jelasnya, ada dua masalah serius di sini. Pertama, partai politik memaknai solidaritas secara sempit sebagai ikatan kepentingan (politik) semata. Sehingga ketika ada kader yang dituduh korupsi, dengan sendirinya partai merasa diserang. Lalu ada kesadaran keliru bahwa partai adalah kesatuan orang-orang dengan segala kepentingannya. Bahkan kepentingan orang-orang di dalam partai dimutlakkan sebagai kepentingan partai. Pada gilirannya, ketika kita berbicara tentang ideologi, fungsi, dan visi-misi partai, tidak ada kejelasan. Partai lalu menjadi akumulasi kepentingan politik yang tidak memiliki platform yang jelas, ideologi yang mapan, dan visi-misi yang tepat sasaran. Dalam konteks ini, tidak aneh kalau para elite partai ramai-ramai "menolong" rekannya yang tersandung korupsi. Kenyataan ini menyadarkan kita bahwa sedang mengalir arus semangat yang kuat di tubuh partai, yaitu pragmatisme politik. Artinya, politik dilihat hanya sebagai pertarungan kepentingan, bukan sesuatu yang beradab sebagaimana diyakini filsuf politik Hannah Arendt (1958). Kedua, partai politik kehilangan orientasi. Sejujurnya, ini kenyataan pahit yang terjadi di pentas politik kepartaian kita selama ini bahwa partai-partai kehilangan sasaran yang berjangka jauh dan berskala makro. Partai cenderung melihat sasaran jangka pendek, seperti suksesi politik lima tahunan di pusat atau perebutan kursi nomor satu di daerah (pilkada). Memang, partai adalah organisasi politik yang sah di negara demokrasi. Tetapi ketika partai hanya menjadi kendaraan politik belaka, maka dengan mudah demokrasi dipasung oleh nilai-nilai machiavelian yang menempatkan kekuasaan sebagai tujuan pada dirinya (the end in itself), bukan lagi sebagai sarana memperjuangkan kebaikan umum. Dulu, pada peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1956, di hadapan para delegasi muda partai, Presiden Soekarno meneriakkan pidato monumentalnya berjudul Kuburkan Partai Politik! yang dikutip ulang oleh Herbert Feith dan Lance Castles (eds) dalam Indonesian Political Thinking, 1945-1965 (1970). Soekarno begitu resah dengan kinerja partai politik yang lebih suka bertarung demi kepentingan kekuasaan per se daripada peduli terhadap pembangunan demokrasi dan stabilitas bangsa. "Kita semua diserang penyakit. Penyakit yang lebih berbahaya daripada sentimen etnik dan kedaerahan. Anda barangkali bertanya, penyakit apa itu? Dengan terus terang, saya katakan: Penyakit partai politik.... Mari kita bersama-sama, kuburkan semua partai politik!" teriak Soekarno (Feith & Castles, 1970:81-83). Entah Soekarno benar atau salah, yang pasti kegagalan partai politik yang mewarnai sejarah demokrasi kita pada masa Demokrasi Parlementer (1950-1958) masih terjadi hari ini. Demokrasi binasa tidak hanya di masa Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy) atau masa Orde Baru (1967-1998), tetapi juga hic et nunct di era reformasi sekarang. Maka pekerjaan rumah sekaligus tanggung jawab partai politik adalah bagaimana mentahirkan kondisi demokrasi yang cacat itu. Untuk memulai itu, partai politik perlu membenahi diri (semper reformanda est). Ironisnya, di tengah pusaran arus tuntutan reformasi diri itu, partai politik justru membela para kadernya yang melakukan korupsi. Pilihan yang buruk itu, selain mempertaruhkan kepercayaan rakyat terhadap partai politik, mempertaruhkan masa depan demokrasi kita yang sedang bertumbuh. Suka atau tidak suka, partai politik harus segera membenahi diri. Ikatan kesetiakawanan antaranggota tidak bisa menderogasi kepentingan rakyat banyak. Maka pembelaan dalam bentuk apa pun terhadap para kader yang korup tidak bisa dibenarkan. Sebagai organisasi yang mengatasnamakan kepentingan umum, partai harus mengutamakan kepentingan bangsa daripada kepentingan kelompok. Itu adalah dalil pokok etika partai politik. Ada tiga titik penting dalam membenahi partai politik. Pertama, ideologi. Partai politik memerlukan basis ideologi yang mapan sebagai acuan untuk merumuskan visi dan misi partai. Sejujurnya, partai-partai yang ada tidak memiliki fondasi ideologi yang kuat, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang muncul belakangan. PKS hadir dengan platform yang jelas, bahkan lebih bagus, daripada PPP yang termasuk partai lama, padahal PPP itu manifestasi dari kekuatan politik Islam ketika tahun 1973 Soeharto melakukan fusi partai politik. Kedua, visi dan misi partai. Visi adalah kerangka konsep dasar partai yang dijabarkan secara detail dan aplikatif dalam rumusan misi. Kalau memang di dalam format visi dan misi, kepentingan rakyat ditempatkan sebagai sasaran utama, kekuasaan politik tentu bukan leviathan yang menyeramkan. Sebaliknya, kekuasaan politik adalah instrumen legal bagi terciptanya teleologi keadilan (justice) dan kebaikan umum (common good) bagi rakyat banyak. Ketiga, fungsi partai. Ada beberapa fungsi partai, yaitu perekrutan elite, sosialisasi dan komunikasi politik, dan pencegah konflik. Selama ini fungsi partai yang nampak adalah perekrutan elite lewat mekanisme pemilihan umum. Bahkan ada kecenderungan partai memaknai fungsinya hanya untuk suksesi kepemimpinan politik, lalu mengabaikan fungsi penting lain seperti sosialisasi politik dan mencegah konflik. Itu sebabnya, saya cenderung setuju bahwa kegagalan pembangunan politik di bangsa ini adalah dosa yang juga harus ditanggung partai politik. Partai -sebagai jembatan antara rakyat yang mengklaim kedaulatan di satu pihak dan elite politik yang mengeksekusi kekuasaan di pihak lain- adalah tulang punggung upaya pembangunan politik. Maka kalau partai tidak peduli dengan kepentingan bangsa, niscaya politik kita jadi bangkrut dan busuk. Penulis adalah peneliti Pusat Kajian Ilmu Politik Universitas Indonesia -------------------------------------------------------------------------------- Last modified: 28/2/05 [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **