[nasional_list] [ppiindia] Partai Politik, Ada Apa Denganmu?

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 1 Mar 2005 01:27:34 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

http://www.suarapembaruan.com/News/2005/02/28/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Partai Politik, Ada Apa Denganmu?
Oleh Boni Hargens 

ENTANG partai politik yang membela para kadernya yang terjangkit patologi 
korupsi, muncul pertanyaan: apakah ini masalah kesetiakawanan? Bagi saya, 
masalahnya jelas bahwa ketika partai mengintervensi proses hukum, dengan 
sendirinya masalah hukum bergeser menjadi masalah politik. 

Apalagi di negara yang demokrasinya masih prematur, kepentingan politik (baca: 
kekuasaan) cenderung menjadi absolut. Maka tidak mengherankan kalau keadilan 
hukum direkayasa untuk menyelamatkan kepentingan politik, entah pribadi maupun 
kelompok. 

Ketika jajaran pimpinan pusat PDI Perjuangan mem-backup para kadernya di daerah 
yang tersandung tuduhan korupsi, dengan enteng Sekjen PDI-P Soetjipto 
mengatakan, "Itu bukan mau membela kader yang korupsi!" Tentang hal yang sama, 
Ketua Golkar Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Muladi, justru menuduh 
Kejaksaan dan Kepolisian bertindak ceroboh karena menggunakan PP No 110/2000 
(tentang Keuangan DPRD) yang dinilai bertentangan dengan UU 22/2003, apalagi 
sudah dianulir oleh judicial review Mahkamah Agung tahun 2002 lalu (Tempo, 
21-27/2/2005). 

Saya pikir, partai membela kadernya itu wajar sebagai tanda "solidaritas 
kelompok", sebab tanpa itu partai bisa bubar. Hanya, apakah ini masalah 
solidaritas sehingga partai bisa mendapat excuse untuk membela kadernya yang 
melakukan korupsi? Dan sampai batas mana solidaritas kelompok itu diterima 
untuk membenarkan pembelaan terhadap para kader yang melanggar hukum? Itu yang 
perlu diperjelas supaya jangan sampai otoritas hukum dilibas oleh kepentingan 
politik. Lebih jelasnya, ada dua masalah serius di sini. 

Pertama, partai politik memaknai solidaritas secara sempit sebagai ikatan 
kepentingan (politik) semata. Sehingga ketika ada kader yang dituduh korupsi, 
dengan sendirinya partai merasa diserang. Lalu ada kesadaran keliru bahwa 
partai adalah kesatuan orang-orang dengan segala kepentingannya. Bahkan 
kepentingan orang-orang di dalam partai dimutlakkan sebagai kepentingan partai. 

Pada gilirannya, ketika kita berbicara tentang ideologi, fungsi, dan visi-misi 
partai, tidak ada kejelasan. Partai lalu menjadi akumulasi kepentingan politik 
yang tidak memiliki platform yang jelas, ideologi yang mapan, dan visi-misi 
yang tepat sasaran. 

Dalam konteks ini, tidak aneh kalau para elite partai ramai-ramai "menolong" 
rekannya yang tersandung korupsi. Kenyataan ini menyadarkan kita bahwa sedang 
mengalir arus semangat yang kuat di tubuh partai, yaitu pragmatisme politik. 
Artinya, politik dilihat hanya sebagai pertarungan kepentingan, bukan sesuatu 
yang beradab sebagaimana diyakini filsuf politik Hannah Arendt (1958). 

Kedua, partai politik kehilangan orientasi. Sejujurnya, ini kenyataan pahit 
yang terjadi di pentas politik kepartaian kita selama ini bahwa partai-partai 
kehilangan sasaran yang berjangka jauh dan berskala makro. Partai cenderung 
melihat sasaran jangka pendek, seperti suksesi politik lima tahunan di pusat 
atau perebutan kursi nomor satu di daerah (pilkada). 

Memang, partai adalah organisasi politik yang sah di negara demokrasi. Tetapi 
ketika partai hanya menjadi kendaraan politik belaka, maka dengan mudah 
demokrasi dipasung oleh nilai-nilai machiavelian yang menempatkan kekuasaan 
sebagai tujuan pada dirinya (the end in itself), bukan lagi sebagai sarana 
memperjuangkan kebaikan umum. 

Dulu, pada peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1956, di hadapan para delegasi 
muda partai, Presiden Soekarno meneriakkan pidato monumentalnya berjudul 
Kuburkan Partai Politik! yang dikutip ulang oleh Herbert Feith dan Lance 
Castles (eds) dalam Indonesian Political Thinking, 1945-1965 (1970). 

Soekarno begitu resah dengan kinerja partai politik yang lebih suka bertarung 
demi kepentingan kekuasaan per se daripada peduli terhadap pembangunan 
demokrasi dan stabilitas bangsa. 

"Kita semua diserang penyakit. Penyakit yang lebih berbahaya daripada sentimen 
etnik dan kedaerahan. Anda barangkali bertanya, penyakit apa itu? Dengan terus 
terang, saya katakan: Penyakit partai politik.... Mari kita bersama-sama, 
kuburkan semua partai politik!" teriak Soekarno (Feith & Castles, 1970:81-83). 

Entah Soekarno benar atau salah, yang pasti kegagalan partai politik yang 
mewarnai sejarah demokrasi kita pada masa Demokrasi Parlementer (1950-1958) 
masih terjadi hari ini. Demokrasi binasa tidak hanya di masa Demokrasi 
Terpimpin (Guided Democracy) atau masa Orde Baru (1967-1998), tetapi juga hic 
et nunct di era reformasi sekarang. 

Maka pekerjaan rumah sekaligus tanggung jawab partai politik adalah bagaimana 
mentahirkan kondisi demokrasi yang cacat itu. Untuk memulai itu, partai politik 
perlu membenahi diri (semper reformanda est). Ironisnya, di tengah pusaran arus 
tuntutan reformasi diri itu, partai politik justru membela para kadernya yang 
melakukan korupsi. Pilihan yang buruk itu, selain mempertaruhkan kepercayaan 
rakyat terhadap partai politik, mempertaruhkan masa depan demokrasi kita yang 
sedang bertumbuh. 

Suka atau tidak suka, partai politik harus segera membenahi diri. Ikatan 
kesetiakawanan antaranggota tidak bisa menderogasi kepentingan rakyat banyak. 


Maka pembelaan dalam bentuk apa pun terhadap para kader yang korup tidak bisa 
dibenarkan. Sebagai organisasi yang mengatasnamakan kepentingan umum, partai 
harus mengutamakan kepentingan bangsa daripada kepentingan kelompok. Itu adalah 
dalil pokok etika partai politik. 

Ada tiga titik penting dalam membenahi partai politik. Pertama, ideologi. 
Partai politik memerlukan basis ideologi yang mapan sebagai acuan untuk 
merumuskan visi dan misi partai. Sejujurnya, partai-partai yang ada tidak 
memiliki fondasi ideologi yang kuat, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 
yang muncul belakangan. 

PKS hadir dengan platform yang jelas, bahkan lebih bagus, daripada PPP yang 
termasuk partai lama, padahal PPP itu manifestasi dari kekuatan politik Islam 
ketika tahun 1973 Soeharto melakukan fusi partai politik. 

Kedua, visi dan misi partai. Visi adalah kerangka konsep dasar partai yang 
dijabarkan secara detail dan aplikatif dalam rumusan misi. Kalau memang di 
dalam format visi dan misi, kepentingan rakyat ditempatkan sebagai sasaran 
utama, kekuasaan politik tentu bukan leviathan yang menyeramkan. 

Sebaliknya, kekuasaan politik adalah instrumen legal bagi terciptanya teleologi 
keadilan (justice) dan kebaikan umum (common good) bagi rakyat banyak. 

Ketiga, fungsi partai. Ada beberapa fungsi partai, yaitu perekrutan elite, 
sosialisasi dan komunikasi politik, dan pencegah konflik. Selama ini fungsi 
partai yang nampak adalah perekrutan elite lewat mekanisme pemilihan umum. 
Bahkan ada kecenderungan partai memaknai fungsinya hanya untuk suksesi 
kepemimpinan politik, lalu mengabaikan fungsi penting lain seperti sosialisasi 
politik dan mencegah konflik. 

Itu sebabnya, saya cenderung setuju bahwa kegagalan pembangunan politik di 
bangsa ini adalah dosa yang juga harus ditanggung partai politik. Partai 
-sebagai jembatan antara rakyat yang mengklaim kedaulatan di satu pihak dan 
elite politik yang mengeksekusi kekuasaan di pihak lain- adalah tulang punggung 
upaya pembangunan politik. Maka kalau partai tidak peduli dengan kepentingan 
bangsa, niscaya politik kita jadi bangkrut dan busuk. 


Penulis adalah peneliti Pusat Kajian Ilmu Politik Universitas Indonesia 



--------------------------------------------------------------------------------
Last modified: 28/2/05 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Partai Politik, Ada Apa Denganmu?