[nasional_list] [ppiindia] Menyambut Hari Bahasa Ibu Internasional

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 21 Feb 2005 00:18:00 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

http://www.suaramerdeka.com/harian/0502/21/opi3.htm
Senin, 21 Februari 2005WACANA

Menyambut Hari Bahasa Ibu Internasional
Bahasa Daerah Makin Terhambat
Oleh: Hari Bakti Mardikantoro

PADA tanggal 21 Februari 2005 ini, bangsa Indonesia sebagai bagian dari 
masyarakat internasional memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional. Begitu 
pentingkah Hari Bahasa Ibu, sehingga harus diperingati secara internasional, 
termasuk di Indonesia?
Menurut saya, ada dua hal yang akan dibidik berkaitan dengan peringatan Hari 
Bahasa Ibu ini. Yang pertama, ketika kita berbicara tentang bahasa ibu, mau 
tidak mau kita memang harus menoleh pada peran ibu dalam mendidik anak, 
khususnya dalam berbahasa. Hitam putihnya bahasa anak sangat tergantung pada 
hitam putihnya bahasa ibu, di samping tentu juga lingkungan tempat anak 
tersebut berkembang. Tanpa mengurangi pentingnya peran bapak, memang ibulah 
yang 'mengukir' jiwa raga anaknya. Maka tidak berlebihan kalau kemudian 
muncul pepatah yang mengatakan bahwa surga berada di telapak kaki ibu. 
Selama sembilan bulan sepuluh hari, seorang bayi berada dalam kandungan 
ibunya. Tidak itu saja. Dalam perjalanan hidupnya, ibu (tentunya bersama 
bapak) mengasuh dan mendidik anaknya dengan penuh pengorbanan. Oleh karena 
itu, dalam konteks peringatan ini, tidak ada salahnya kita mengingat kembali 
jasa ibu kita masing-masing.
Kedua, hal yang juga diharapkan dalam peringatan ini adalah keprihatinan dan 
kepedulian kita terhadap bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu. Dalam 
banyak referensi, bahasa daerah diperkirakan sudah mulai terpinggirkan, 
meskipun akhir-akhir ini ada semacam usaha untuk membangun kembali bahasa 
daerah menjadi sejajar dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. 
Dengan momentum ini, diharapkan ada kesadaran para penutur masing-masing 
bahasa daerah untuk bersama-sama memperjuangkan bahasa tersebut agar tetap 
eksis sebagai perekat komunitas para penutur sekaligus dengan budayanya 
masing-masing.
Berbicara tentang bahasa ibu, maka kita akan berbicara tentang bahasa 
pertama yang didapatkan seorang anak. Oleh karena ibulah yang diasumsikan 
paling dekat dengan anak utuk pertama kalinya, maka bahasa yang pertama 
dikuasai anak dinamakan bahasa ibu atau bahasa pertama, karena merupakan 
bahasa pertama yang diperoleh. Untuk itu, dalam realisasinya, bahasa ibu 
berupa berbagai macam bahasa bergantung pada latar belakang budaya tempat 
anak tersebut berkembang. Dengan demikian, bahasa ibu tidak mesti berupa 
satu bahasa saja. Masing-masing anak punya bahasa ibu yang berlainan. Anak 
yang dibesarkan dalam budaya Jawa dan 'diajarkan' menggunakan bahasa Jawa, 
anak tersebut mempunyai bahasa ibu bahasa Jawa. Demikian juga dengan anak 
yang mempunyai bahasa ibu bahasa Sunda, bahasa Madura. bahasa Batak, bahkan 
juga bahasa Indonesia.
Dalam pandangan ahli bahasa, istilah yang sering digunakan sebagai acuan 
dalam mendapatkan bahasa ibu adalah pemerolehan bahasa. Disebut pemerolehan 
bahasa karena anak dalam mendapatkan bahasa ibu tanpa ada kesengajaan dan 
sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, yaitu orang-orang yang dekat 
dengannya. Pada umumnya anak yang normal memperoleh kecakapan bahasa melalui 
bunyi-bunyi bahasa yang ia dengar dari orang-orang di sekelilingnya tanpa 
disengaja dan tanpa perintah. Kecakapan berbahasa tersebut berkembang 
terus-menerus sesuai dengan perkembangan intelegensinya.
Teori Pemerolehan Bahasa
Kalau dihubungkan dengan psikologi, ada tiga teori yang dapat menjelaskan 
pemerolehan bahasa pada seorang anak. Pertama, teori pemerolehan bahasa yang 
behavioristik. Menurut pandangan teori ini, tidak ada struktur linguistik 
yang dibawa sejak lahir. Anak yang lahir dianggap kosong dari bahasa. Mereka 
berpendapat bahwa anak yang lahir tidak membawa kapasitas atau potensi 
bahasa. Bahkan Brown (1980) dalam Principles of Language Learning and 
Teaching mensinyalir bahwa anak lahir ke dunia ini seperti kain putih tanpa 
catatan-catatan. Lingkungannyalah yang akan membentuknya yang perlahan-lahan 
dikondisi oleh lingkungan dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya. 
Pengetahuan dan keterampilan berbahasa diperoleh melalui pengalaman dan 
proses belajar. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai sesuatu yang 
dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan, sama halnya seperti orang yang 
belajar mengendarai sepeda.
Kedua, teori pemerolehan bahasa yang mentalistik. Teori ini acapkali 
dioposisikan dengan teori pemerolehan bahasa yang behavioristik. Dalam 
pandangan teori ini, anak yang lahir ke dunia sudah membawa kapasitas atau 
potensi bahasa. Kapasitas atau potensi bahasa ini akan menentukan struktur 
bahasa yang akan digunakan selanjutnya. Dalam hal ini, ujaran anak-anak 
dapat dipengaruhi oleh kaidah-kaidah yang didengarnya. Kaidah-kaidah bahasa 
yang mereka dengar inilah yang kemudian akan mereka gunakan dalam berbahasa.
Ketiga, teori pemerolehan bahasa yang kognitiftik. Teori ini sebenarnya 
merupakan 'sempalan' dari teori yang mentalistik yang beranggapan bahwa 
kapasitas kognitif anak mampu menemukan struktur dalam bahasa yang didengar 
di sekelilingnya. Pe/mahaman dan produksi serta komprehensi bahasa pada anak 
dipandang sebagai hasil proses kognitif yang secara terus-menerus berkembang 
dan berubah.
Ketiga teori tersebut secara bersama-sama dapat dipakai untuk menjelaskan 
proses pemerolehan bahasa ibu, karena masing-masing teori dapat dibuktikan 
kebenarannya. Dalam pemahaman saya, anak yang baru lahir memang telah 
mempunyai potensi jiwa yang secara terus-menerus dipakai untuk 
'menganalisis' apa saja yang didengar dari lingkungannya dengan cara membuat 
rincian setiap sistem (yang diterimanya sebagai rangsangan dari luar) 
menjadi bagian-bagian yang terkecil yang dapat dikombinasikan dan 
selanjutnya anak tersebut membuat kaidah untuk menyusun kembali 
bagian-bagian tersebut. Kanak-kanak tersebut dapat mengembangkan kemampuan 
tersebut hanya apabila anak tersebut berada dalam lingkungan pemakaian 
bahasa. Dengan demikian, di samping sejak lahir anak sudah mempunyai potensi 
berbahasa, lingkungan juga sangat berperan membentuk bahasa seorang anak. 
Dalam hal ini, ibu merupakan salah satu bentuk lingkungan yang sangat 
dominan mewarnai bahasa pertama anak.
Kalau kita perhatikan perkembangan bahasa pertama (ibu) pada seorang anak, 
pada umumnya kata pertama yang diucapkan adalah kata-kata yang mengandung 
bunyi bilabial (bunyi yang dihasilkan dengan alat ucap bibir) karena 
bunyi-bunyi inilah yang paling mudah diucapkan oleh anak sesuai dengan 
perkembangan alat artikulasinya. Inilah yang merupakan salah satu bentuk 
potensi berbahasa yang terus akan berkembang. Kata-kata pa(k), bu(k), mi(k) 
(mimik), minum, aem (maem), pis (pipis), dan masih banyak lagi yang lain, 
merupakan kata-kata yang pertama diucapkan oleh seorang anak. Hal ini bisa 
dipahami karena orang-orang yang berada di lingkungannya juga mengucapkan 
kata-kata seperti itu, sehingga mau tidak mau anak yang bersangkutan, karena 
mendengar, kemudian juga akan menirukannya.
Bahasa Indonesia
Saat ini ada perubahan yang cukup signifikan terhadap bentuk bahasa ibu 
seorang anak. Bahasa daerah tidak lagi dianggap sebagai bahasa ibu. Bahkan 
dalam perkembangannya, justru bahasa Indonesia yang notabene sebagai bahasa 
nasional dianggap sebagai bahasa ibu oleh sebagian (besar) anak di 
Indonesia.
Kalau kita perhatikan, keluarga-keluarga muda, terutama di kota-kota besar 
dalam 'mengajarkan' berbahasa pada anak-anaknya menggunakan bahasa 
Indonesia. Dengan demikian, bahasa pertama yang masuk dalam diri anak dan 
kemudian diucapkan adalah kata-kata dalam bahasa Indonesia. Bagaimana tidak? 
Komunikasi sehari-hari dalam keluarga itu selalu menggunakan bahasa 
Indonesia. Ibu ketika mengajak bicara anaknya juga menggunakan bahasa 
Indonesia. Hasilnya bisa ditebak, anak bersangkutan juga akan menggunakan 
bahasa Indonesia, termasuk kata-kata yang pertama kali diucapkannya. Jadilah 
anak tersebut mempunyai bahasa ibu bahasa Indonesia.
Sementara bahasa daerah yang ketika saya kecil (dan sebagian besar anak di 
Indonesia waktu itu) menjadi bahasa ibu mungkin nantinya akan menjadi bahasa 
kedua yang diperoleh justru ketika anak tersebut sudah mulai bersosialisasai 
dengan dunia luar. Akibatnya, penguasaan bahasa Indonesia justru lebih baik 
dari pada bahasa daerah yang mestinya sebaliknya. Hal ini diperparah oleh 
sikap sebagian orang tua yang justru 'melarang' anak-anaknya menggunakan 
bahasa daerah (baca bahasa Jawa) ketika berkomunikasi dengan lingkungannya, 
karena mereka beranggapan bahwa ketika anaknya berbahasa Jawa kelihatan 
sangat kasar.
Hal seperti ini, menurut saya, merupakan salah satu faktor penghambat 
berkembangnya bahasa daerah. Bagaimana mau baik kalau orang tua sendiri 
tidak mau membiasakan anaknya menggunakan bahasa Jawa. Anak-anak tersebut 
malah mendapatkan kosa kata bahasa Jawa dari teman-temannya dan kebetulan 
kosa kata yang diperoleh merupakan bahasa Jawa ragam ngoko. Dasar anak, 
mereka belum paham akan penggunaan bahasa Jawa yang semestinya, sehingga 
ketika berbicara dengan orang tuanya atau orang yang semestinya dihormati, 
yang keluar justru kosa kata yang diperoleh dari teman yang dipakai untuk 
berbicara dengan sesama teman atau bahkan untuk binatang. Apalagi kemudian 
diperparah dengan pelajaran bahasa Jawa di sekolah yang materinya justru 
hapalan tentang hal-hal yang tidak mendukung proses komunikasi dengan bahasa 
tersebut.
Apa pun bentuk bahasa ibu seorang anak, yang lebih penting sekarang adalah 
bagaimana menjaga bahasa yang diucapkan anak, karena dalam tahap 
pemerolehannya ada proses menirukan bahasa yang diucapkan oleh orang-orang 
di sekelilingnya, terutama ibunya. Kalau yang ditirukan adalah kosa kata 
yang tidak semestinya, maka dapat dipastikan, bahasa anak tersebut juga 
tidak baik, yang pada ujungnya akan sangat berpengaruh terhadap proses 
berbahasa anak tersebut. Untuk itu, marilah kita bersama-sama menjaga bahasa 
masing-masing anak kita dengan baik.
Selamat memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional. Semoga ada manfaat yang 
bisa dipetik (29)
-Drs Hari Bakti Mardikantoro MHum, staf pengajar Jurusan Bahasa dan Sastra 
Indonesia, FBS, Universitas Negeri Semarang. 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Menyambut Hari Bahasa Ibu Internasional