** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum ** http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=188168&kat_id=16 Sabtu, 19 Februari 2005 Menimbang Solusi Permasalahan TKI Oleh : Tamsil Linrung Anggota Komisi IX DPR RI dari FPKS Sudah melampaui batas kemanusiaan. Itulah kualitas derita tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, terutama yang ilegal. Uniknya, hal itu tak membuat jera para TKI. Dengan berdalih gaji yang belum terbayar atau faktor lain, di antara mereka tetap bersikeras untuk bertahan di negeri jiran. Maka, perlu dipikirkan bagaimana memayungi TKI yang jumlahnya masih ratusan ribu orang, baik yang di Malaysia atau di negara-negara lain yang hingga kini menjadi tumpuan harapan keluarga di Tanah Air. Pemerintah diminta memiliki agenda lebih konkrit, keberpihakan yang lebih jelas, dan tindakan nyata yang responsif terhadap perkembangan yang terjadi pada TKI di luar negeri. Masalahnya, di Indonesia sendiri ketersediaan lapangan kerja masih terbatas, sementara tingkat pengangguran mencapai 40 juta orang lebih. Akhirnya, para tenaga kerja Indonesia mengalir ke luar negeri. Sangat rasional apabila pemerintah memberikan ''kompensasi'' yang riil berupaa perlindungan hak-hak jiwanya dari ancaman fisik majikan atas nama pribadi atau perusahaan yang mempekerjakan TKI. Inilah sikap politik umum yang perlu dijabarkan dalam garis hukum dan politik (kesepakatan bilateral) yang sama-sama harus dihargai oleh kedua pihak: Indonesia sebagai pengerah jasa TKI dan negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, Malaysia, Arab Saudi, Kuwait, Hongkong, Korea Selatan dan Jepang yang tercatat sebagai peengguna jasa TKI. Penyelesaian jangka panjang Kesepakatan bilateral sangatlah tidak mungkin berhadapan langsung dengan majikan. Namun, pemerintah yang menerima TKI dapat membuat persyaratan ketat yang harus ditaati oleh majikan dengan konsekuensi hukum jika melanggarnya. Hal ini tampaknya belum dilakukan karena hingga saat ini masi dirasakan tiada pembelaan yang cukup serius terhadap nasib TKI dari pemerintah setempat. Lebih dari itu, manakala terjadi problem hukum (seperti pelecehan seksual yang kadang menggiring aksi pembelaan diri korban dan mengakibatkan pembunuhan, atau kasus penganiayaan oleh majikan), para TKI perlu didampingi penasihat hukum. Pendampingan hukum ini, semasa proses penyidikan atau pengadilan, semata-mata untuk mencapai keadilan hukum. Juga, dalam kerangka menghormati hukum yang berlaku akibat perbedaan sistem hukum yang ada, sehingga penanganan sebuah kasus TKI tidak berimplikasi pada wilayah politik kedua negara. Dalam kaitan ini, memang dibutuhkan diplomasi. Komunikasi politik yang penuh nuansa persahabatan jauh lebih kental nilai kemanusiaannya dan kualitas keadilannya dibanding penerapan hukum yang kaku. Karenanya, unsur diplomasi menjadi sangat relevan untuk ikut dimainkan akibat perbedaan sistem hukum dan sistem budaya dua negara. Bila aspek perlindungan TKI diselenggarakan secara komprehensif, tidak akan terjadi ketegangan bilteral. Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi tidak perlu merespons secara emosional ketika Presiden Yudhoyono akan mengirim tim pembela untuk menyelesaikan gaji para TKI yang belum dibayarkan. Presiden tampaknya tetap menghargai hak pihak yang mempekerjakan TKI, tapi sekaligus mengedepankan huku. Namun, kita juga dapat memahami reaksi Badawi karena proses hukum itu berpotensi besar akan mempermalukan rakyat dan negaranya. Di sinilah nasionalisme Badawi muncul. Landasan reaksi Pemerintah Malaysia tidak akan terjadi jika tercapai kesepakatan bilateral jauh sebelumnya. Formulasi solusi yang berjangka panjang seperti itu harus segera dibangun. Pemulangan para TKI akhir-akhir ini seharusnya dijadikan momentum untuk melakukan pendekatan politik agar tercapai kesepakatan bilateral terkait penempatan TKI di luar negeri. Pada sisi pemerintah Indonesia, harus menyelesaikan problem strukturalnya terlebih dulu seperti memberlakukan standar kemampuan TKI, tidak boleh meloloskan tenaga kerja yang buta huruf, dan sebagainya. Dengan demikian, para TKI dapat memahami kontrak kerja sekaligus dapat bekerja profesional. Untuk PJTKI, Depnakertrans dapat menuntut adanya pendidikan dan pelatihan TKI yang bukan sekadar memenuhi prasyarat formal. PJTKI juga harus melaporkan data TKI yang sebenarnya. Degan data yang tidak dipalsukan, akan lebih mudah bagi pemerintah untuk memberikan bantuan hukum apabila mereka mendapatkan musibah. Sementara itu, Imigrasi juga harus segera ditertibkan. Pasalnya, banyak TKI legal yang menjadi ilegal karena mahalnya biaya pengurusan paspor dan dokumen lain. Biaya paspor yang tadinya Rp 115 ribu melambung menjadi Rp 800 ribu. Problem kultural Dari sisi negara penerima TKI, terlihat adanya problem kultural yang perlu diselesaikan. Ada kesan TKI dianggap sebagai budak meskipun mereka diberikan upah. Akibatnya, para TKI dieksploitasi tanpa mengindahkan hak-hak mereka. TKI tidak dianggap sebagai mitra kerja. Implikasinya, cara pandang kultural ini membuat para majikan cenderung lebih mengedepankan kepentingan dirinya sendiri dibanding memahami kepentingan TKI. Nasib TKW di negara-negara Arab akibat problem struktural ini sangat mengenaskan. Pelecehan seksual terhadap TKW kerap tidak dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum. Tidaklah mengherankan jika pemerintahan Arab cenderung melindungi kepentingan warganegaranya yang memperkosa sejumlah TKW. Keberpihakan mereka kian kental apabila terjadi pembunuhan terhadap majikan oleh para TKW yang sebenarnya hanya berusaha mempertahankan kehormatannya. Problem kultural ini tidak mudah diubah. Apabila pemerintah Indonesia melakukan pengetatan terhadap pengiriman TKI serta berusaha 'menekan' agar negara penerima TKI berubah, maka dengan mudahnya mereka akan mencari tenaga kerja dari negara lain. Apalagi, tenaga kerja dari Filipina, Vietnam, Bangladesh, dan India kian profesional. Dengan demikian, 'pemutusan' pasokan TKI hanya akan membeban penyediaan lapangan kerja di Tanah Air. Maka, kebijakan dan diplomasi politik menjadi prasyarat untuk melakukan perlindungan terhadap para TKI: melakukan perbaikan struktural di dalam negeri, dan mendesak perubahan kultural di negara pengguna jasa TKI. Dalam pandangan ini, kunjungan resmi Presiden SBY ke Malaysia untuk menuntaskan kasus TKI bermakna positif. Memang, tidak semua kebijakan yang disepakati kedua negara dapat memuaskan TKI.Pemerintahan PM Badawi sudah menginstruksikan agar para majikan yang masih menunggak pembayaran gaji TKI harus segera menyelesaikannya. Sikap Badawi ini secara politis akan memelihara citranya di dunia internasional maupun di depan rival politisi domestiknya. Tidak cukup Model penyelesaian TKI tetap dinilai kurang jika pemerintah tidak segera menyuguhkan model solusi yang bersentuhan langsung dengan kepentingan ekonomi. Pemerintah harus pula memikirkan sekitar 26 ribu TKI ilegal yang terdampar di Nunukan, Kaltim. Banyak TKI yang enggan pulang ke daerah asalnya karena malu atau masih berniat kembali mengadu untung ke Malaysia. Pemerintah sebenarnya dapat membuka perkebunan di Nunukan. Tanah kabupaten itu sangat cocok untuk perkebunan kelapa sawit dan karet. Tim Penanggulangan TKI Ilegal dari Fraksi PKS dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan pemerintah pernah mengusulkan pembukaan perkebunan kelapa sawit seluas 200.000 hektar di sekitar Nunukan. Pemerintah menyambut positif usulan itu, meski yang kini telah disiapkan baru sekitar 24.000 hektar. Kebijakan ini akan banyak menyerap TKI ilegal yang kini masih tinggal di Nunukan. Pembukaan lapangan kerja baru memang bukan perkara ringan bagi pemerintah. Tapi, SBY telah terlanjur janji dalam kampanyenya untuk menurunkan pengangguran dari 9,5 persen (2003) menjadi 5,1 persen pada awal 2005. Pemerintah harus segera menggepakkan payung politiknya dengan sejumlah kebijakan konkrit. Di samping alokasi APBN, pemerintah dengan otoritasnya dapat menginstruksikan ke seluruh lembaga keuangan bank ataupun nonbank, terutama yang berstatus BUMN, untuk mendukung pembangunan sektor riil. Pihak swasta juga didorong untuk berpartisipasi. Bagi mereka yang memiliki track reccord baik, patutlah pemerintah memberikan fasilitas dan insentif. Terobosan ekonomi itu jelas akan disambut gembira oleh para TKI ilegal. Pemerintah pun dalam rangka mencegah keinginan TKI ilegal ke Malaysia harus memberlakukan standar gaji (upah) yang menarik, tidak boleh lebih rendah dari standar nilai yang ditawarkan para majikan Malaysia. Untuk mencapainya, pemerintah secara dini sudah harus memikirkan bagaimana membangun sistem pengolahan produksi pascapanen, termasuk pemasarannya, baik pasar ekspor ataupun domestik. Dengan langkah manajemen ini pendapatan dari perkebunan kelapa sawit bukan hanya akan mampu mencapai standar upah atau gaji yang kompetitif dibanding Malaysia, tapi pemerintah itu sendiri akan mendapatkan devisa yang besar. Pembukaan perkebunan kelapa sawit akan memberikan multiplier effect bagi perkonomian nasional. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **