[nasional_list] [ppiindia] Mencermati Paket Kebijakan BI

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 16 Feb 2005 09:01:32 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

Suara Karya
Rabu, (16-02-'05)

 Mencermati Paket Kebijakan BI
Oleh Sabaruddin Siagian

Bank Indonesia (BI), baru-baru ini telah mengeluarkan Paket Kebijakan 
Perbankan Januari tahun 2005 (Pakjan 2005) dalam rangka meningkatkan 
kontribusi perbankan dalam menggerakkan perekonomian, mengakselerasi 
konsolidasi perbankan, dan menguatkan infrastruktur sistim perbankan. Pakjan 
tahun 2005 tersebut dituangkan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI). 
Dan, PBI tersebut meliputi delapan peraturan. Tentunya kita harus mencermati 
sejauh mana manfaat dan kekurangan Pakjan 2005 terhadap perekonomian kita 
dan sejauh mana mampu memperkuat sistim perbankan nasional.
Intermediasi Perbankan

Untuk meningkatkan pengucuran kredit dari perbankan, BI mengeluarkan 
beberapa PBI-nya. Salah satunya adalah PBI No 7/3/PBI/ 2005 tentang Batas 
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum. Di dalam peraturan BMPK yang 
baru, BI melonggarkan BMPK, yakni kredit yang diberikan kepada pihak yang 
tidak terkait menjadi 25 persen dari modal bank, yang sebelumnya sebesar 20 
persen. Sedangkan bagi bank badan usaha milik negara (BUMN) yang membiayai 
proyek yang memengaruhi hajat hidup orang banyak dan infrastruktur, BMPK 
bank tersebut dapat mencapai 30 persen.
Selain melonggarkan BMPK bank, BI juga mengeluarkan PBI No 7/2/PBI/2005 
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Produktif. Tujuan PBI ini untuk 
menstimulasi perbankan meningkatkan pengucuran kreditnya kepada dunia usaha. 
Khususnya kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan daerah-daerah 
tertentu seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Maluku, dan Papua dengan 
memperingan persyaratan penilaian kualitas aktiva produktifnya. Kalau 
persyaratan peraturan sebelumnya berdasarkan kepada prospek usaha, kinerja 
(performance) debitur, dan kemampuan membayar. Tetapi, untuk sekarang ini 
hanya dinilai berdasarkan pada kemampuan membayar pinjaman dan bunganya 
saja.
Selain memperingan penilaian aktiva produktif kepada kredit UMKM, PBI ini 
juga memperluas cakupan agunan yang dapat menjadi faktor pengurang bagi 
biaya cadangan yang dikeluarkan oleh bank. Dengan memperluas cakupan agunan 
tersebut, otomatis perbankan akan berkurang beban penyisihan pencadangan 
aktiva produktifnya (PPAP). Hal ini menjadi insentif bagi perbankan untuk 
meningkatkan pengucuran kreditnya.
Untuk kasus khusus di dalam meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dan 
pemulihan perekonomian sebuah provinsi, BI juga mengeluarkan PBI No 
7/5/PBI/2005 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank Umum Pascabencana 
Nasional di Provinsi NAD dan Kabupaten Nias.
Selain untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan, BI juga 
mengeluarkan PBI No 7/8/PBI/2005 tentang Sistim informasi Debitor. PBI ini 
mengwajibkan bank untuk melaporkan informasi debiturnya dengan cakupan 
informasi yang lengkap. Dengan adanya laporan informasi yang lengkap 
mengenai debitur, maka bank dapat memanfaatkan informasi tersebut dalam 
mengucurkan kreditnya. Dengan demikian, tingkat risiko terjadinya kredit 
bermasalah tentunya berkurang.
Dengan dikeluarkannya PBI untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan 
ini, perbankan memang akan makin ekspansif mengucurkan kreditnya. Karena 
perbankan akan menambah porsi kredit korporasi, khususnya untuk membiayai 
lagi beberapa debitur dan proyek infrastrukturnya. Dan, menambah keyakinan 
kalangan perbankan untuk mengucurkan kreditnya, khususnya kredit UMKM, 
karena bank diberikan insentif dalam bentuk pengurangan pembebanan PPAP dan 
keringanan pada prosedur pemberian kredit.
Persoalannya bagi PBI untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan 
adalah besarnya risiko dilonggarkannya BMPK. Dengan dilonggarkannya BMPK, 
tentunya perbankan akan menambah kredit pada beberapa debitur dan proyek 
infrastrukturnya. Dengan perbankan menambah kredit beberapa debitur dan 
kredit proyek infrastruktur, maka perbankan sangat rentan terhadap kredit 
bermasalah. Karena proyek infrastruktur tersebut masih rentan terhadap mark 
up nilai proyek dan masih besarnya ketidakpastian hukum pada proyek 
tersebut. Dan, kredit yang terlalu terkonsentrasi juga sangat rentan 
terhadap penurunan kualitas kredit bank tersebut.
Kalau saja BI mengambil pelajaran dari krisis ekonomi yang pernah kita 
alami, maka BI sebenarnya tidak perlu melonggarkan peraturan BMPK ini, 
karena risikonya sangat besar sekali, dapat menggoyahkan industri perbankan. 
Hal ini sudah terbukti pada krisis ekonomi tahun 1997 di mana penyebab utama 
krisis tersebut adalah terkonsentrasinya kredit pada beberapa debitur dan 
besarnya kredit korporasi, khususnya kredit infrastruktur, yang dikucurkan 
oleh perbankan.
Sebenarnya, tanpa melonggarkan BMPK, sebenarnya fungsi intermediasi 
perbankan akan meningkat signifikan tahun 2005, dan tahun berikutnya. Hal 
itu dibuktikan pada pertumbuhan kredit tahun 2004 di mana mencapai di atas 
22 persen. Padahal, bangsa ini pada tahun 2004 baru saja menyelesaikan 
pemulihan perbankan dan melaksanakan agenda pemilihan anggota legislatif dan 
pemilihan presiden dan wakil presiden.
Kalau kondisi sosial dan politik tetap stabil seperti sekarang ini dan 
pemerintah tetap mengirim signal-signal positif di dalam membenahi kondisi 
dunia usaha dan juga memberikan insentif-insentif kepada penanam modal, maka 
sangat besar kemungkinannya pertumbuhan kredit pada tahun 2005 dapat 
mencapai 24 sampai 27 persen. Jadi, kalau demikian halnya, mengapa BI masih 
"ragu" terhadap berjalannya fungsi intermediasi perbankan di dalam mendorong 
pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai oleh pemerintah?

Mengakselerasi Konsolidasi Perbankan


PBI No 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum selain 
melonggarkan BMPK untuk memperbesar kredit kepada pihak tidak terkait, 
peraturan BMPK yang baru ini juga melonggarkan bank di dalam melakukan 
penyertaan pada bank lain. PBI ini menjelaskan bahwa perbankan tidak perlu 
mengaitkan besaran modal bank di dalam melakukan penyertaan pada bank lain. 
Dengan adanya pelonggaran BMPK penyertaan pada bank lain, hal ini akan 
mendorong untuk melakukan konsolidasi, dengan melakukan merger dan akusisi 
bank.
PBI ini dikeluarkan karena BI memandang bahwa proses konsolidasi perbankan 
sekarang ini sangat lambat sekali. BI memandang juga, setelah mendengar 
keberatan dari pelaku dan pengamat perbankan, bahwa salah satu faktor utama 
yang menyebabkan lambatnya proses konsolidasi perbankan tersebut adalah 
adanya peraturan BMPK penyertaan pada bank lain yang hanya sebesar 10 
persen. Untuk itu, BI mengubah peraturan BMPK tersebut, dengan 
memperbolehkan bank melakukan penyertaan bank lain tanpa mengaitkan dengan 
besaran modal banknya.
PBI untuk mempercepat konsolidasi perbankan memang tepat sekali, karena akan 
menambah keleluasaan perbankan untuk mempercepat pertumbuhan modal dan 
asetnya dengan cara unorganik, melakukan merger atau akusisi, untuk 
memperoleh status bank yang diinginkannya, seperti status bank pada segmen 
tertentu, bank nasional, dan bank internasional. Dan, pada akhirnya 
konsolidasi bank tersebut dapat menciptakan sistim perbankan yang sehat dan 
kuat.

Penguatan Infrastruktur
Sistim Perbankan

BI memang tepat mengeluarkan beberapa PBI untuk memperkuat infrastruktur 
sistim perbankan nasional. Untuk mendukung hal tersebut, BI mengeluarkan PBI 
No 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
Dasar dikeluarkannya PBI ini adalah, ada kerugian yang dialami nasabah bank 
dalam berhubungan dengan bank selama ini. Di pihak lain, perbankan tidak ada 
kemajuannya untuk mengelola hak-hak nasabah bank. Dan, penyelesaian kerugian 
dan pengaduan nasabah tidak menguntungkan di pihak nasabah bank. Untuk 
itulah, BI melihat perlunya membuat peraturan untuk melindungi hak-hak 
tersebut. Dengan mengharuskan bank untuk menyiapkan biro pengaduhan nasabah. 
Sehingga, kerugian-kerugian yang dialami nasabah bank dapat dikurangi dengan 
signifikan.
Selain melindungi hak-hak nasabah bank, BI juga mengeluarkan PBI No 
7/6/PBI/2005 tentang Transparasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi 
Nasabah. PBI ini mengatur bahwa perlunya perbankan transparan menjelaskan 
kondisi produk banknya, dan juga perbankan harus merealisasikan apa yang 
dijanjikan bank kepada nasabah ketika membeli produk bank tersebut. Serta, 
perbankan perlu mengelola data-data nasabah sehingga tidak dimanfaatkan 
pihak lain.
PBI ini dikeluarkan BI tidak terlepas dari kasus Bank Global yang 
mengeluarkan produk reksadana "bodong". BI kemungkinan mensinyalir masih ada 
beberapa bank mengeluarkan beberapa produk yang merugikan nasabah bank 
seperti produk reksadana, produk deposito yang suku bunganya melebihi suku 
bunga penjaminan, kartu kredit bank yang tidak jelas hak dan kewajiban 
pemegang kartu kredit tersebut.
Bila perbankan tidak mengelola dengan baik pengaduan nasabah dan 
transparansi produk yang dikeluarkannya, jelas hal ini akan merugikan 
kalangan nasabah bank dan sekaligus merusak citra perbankan nasional. Dengan 
adanya kerugian nasabah tersebut, masyarakat tentunya kurang percaya 
terhadap perbankan nasional. Sehingga, pada akhirnya akan menurunkan daya 
saing perbankan nasional terhadap perbankan asing. ***

(Penulis adalah pengamat perbankan, bekerja di sebuah bank swasta nasional 
di Jakarta). 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Mencermati Paket Kebijakan BI