[nasional_list] [ppiindia] Membentuk Jiwa Demokrasi pada Anak

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Thu, 6 Jul 2006 12:21:58 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.sinarharapan.co.id/berita/0607/05/opi01.html



Membentuk Jiwa Demokrasi pada Anak   
   Oleh
D Emilia Triyanti


Sejak awal kita memasuki era reformasi, kata "demokrasi" menjadi buah bibir 
masyarakat dan nyaring terdengar setiap hari di gedung-gedung parlemen, di 
jalan-jalan, juga di seminar-seminar. Tetapi apakah dengan serta-merta 
demokrasi lantas menjelma dan mendarah daging dalam kehidupan bangsa Indonesia? 
Demokrasi di negeri ini ternyata masih lebih banyak sebagai retorika untuk 
kepentingan politis dan kekuasaan belaka. Di berbagai tempat di Tanah Air, di 
samping pemaksaan kehendak, banyak kelompok masyarakat yang secara mencolok 
main hakim sendiri. 
Kata "demokrasi" memang gampang diucapkan, tetapi di sana sini terjadi 
penyimpangan. Hal itu lantaran perilaku demokratis membutuhkan prasyarat, 
kerelaan mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain. 

Soal pembentukan sikap mental ini memang tidak bisa dikebut dalam satu malam. 
Prosesnya panjang, sedangkan kita umumnya kurang sabar. Oleh karena itu, sikap 
demokratis harus dipupuk sejak anak usia dini. 

Di sini peranan keluarga menjadi kunci utama keberhasilan. Ibu dan ayah harus 
selalu mau mendengarkan pendapat anak, dan sekaligus menyadari bahwa tidaklah 
selalu pendapat orang dewasa yang harus menang. 

Kondisi ideal itu sayangnya tidak selalu dapat ditemui. Di Indonesia banyak 
orangtua yang suka memaksakan kehendak pada anak. Yang dikhawatirkan, harus 
menurut apa pun kata orang tua bisa menghambat kemandirian anak. Katakanlah, 
kalau sudah SMTP, kita tanya dia mau makan apa. Mungkin dia bilang terserah 
deh. Atau kita tanya dia mau beli mainan seperti apa? Oleh karena itu, sejak 
kecil anak hendaknya dibiasakan berdialog. Kalau kemudian pendapatnya berharga, 
harus kita hargai. 
Selain itu, menumbuhkan sikap demokratis bisa lewat pendidikan kedisiplinan. 
Acap kali anak melakukan kesalahan, lalu tiba-tiba dia dibentak atau dipukul, 
padahal anak belum tahu maksudnya. 

Mungkin secara kultural kita biasa melakukannya, padahal itu harus dihindari. 
Kalaupun awalnya terasa sulit, makin lama harus makin berkurang. Pengalaman 
malah mengajarkan bahwa sehabis mencubit anak, orang tua suka menyesal. 


Mengisi Waktu Bersama
Agar anak mau diajak berbicara tentang banyak hal, orang tua tentunya perlu 
mencurahkan waktu yang berkualitas bersama anak. Bisa melalui, misalnya, 
kegiatan memancing atau berolah raga bersama, sebuah sarana di mana kita bisa 
saling bertukar ide dengan anak. 

Namun, sedekat apa pun hubungan yang kita bangun, orang tua tidak selalu bisa 
meluluskan permintaan anak. Masalahnya, bagaimana ketidaksetujuan ini ditangkap 
anak secara baik, dan tidak terjebak dalam sikap otoriter orang tua. Di sini 
terus terang garisnya abu-abu. Kita tidak bisa tegas-tegas amat. 

Soalnya, anak balita kalau menginginkan sesuatu tidak bisa kita ajak bicara 
secara logis 100 persen. Tetapi paling tidak, kesempatan itu sudah ada. Maka 
begitu para orang tua memutuskan sesuatu yang menurut mereka paling baik, pada 
awalnya anak pasti ada rasa tidak enak. 

Tetapi kalau itu sering dilakukan, anak akan mulai berpikir orang-tuanya tentu 
punya alasan. Pertimbangkan itu, kendati tidak 100 persen logis buat dia, 
tetapi dia tahu maksudnya bahwa paling tidak hal itu tidak jahat. Yang lebih 
penting adalah anak akhirnya tahu bahwa orang tuanya tidak menutup komunikasi. 

Para orang tua masa kini perlu pemahaman tentang perbedaan pola asuh 
tradisional dengan pola asuh zaman modern. Tempo dulu anak-anak diasuh dalam 
pola komunalistik. Untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan sosial diperlukan 
pembaruan pola asuh di lingkungan keluarga yang dinilai kurang demokratis dan 
tidak antisipatif terhadap berbagai perubahan. 

Untuk itu, kebijakan yang diambil Gerakan PKK yang mencoba mengajarkan pola 
asuh anak secara khusus kepada para ibu di seluruh Indonesia melalui paket yang 
bertajuk "Pola Asuh Anak dalam Keluarga" patut didukung semua pihak.

Penyuluhan pola asuh anak melalui kegiatan simulasi ini dimaksudkan guna 
membantu meningkatkan pengetahuan para ibu dalam upaya mengasuh anak, terutama 
bagi ibu yang sarat dengan kegiatan di luar rumah. Komunikasi dalam keluarga 
yang demokratis akan berhasil, bila masing-masing anggotanya berinteraksi dalam 
suasana dialogis. 

Salah satu nilai demokrasi yang harus ditanamkan pada anak sejak usia dini 
adalah keterbukaan. Keterbukaan menjadi salah satu cara terbaik dalam mendidik 
anak.


Pola Komunikasi Baru 
Menurut sosiolog Sarjono Jatiman, dalam kehidupan keluarga modern dan 
demokratis, dituntut adanya pola komunikasi baru sebagai sarana interaksi 
antara orang tua dan anak. Setiap keluarga dapat memanfaatkan situasi yang 
unik, baik di meja makan, ketika menonton televisi, atau suasana lain yang bisa 
dikembangkan, agar terjadi komunikasi dua arah yang menyenangkan antara anggota 
keluarga.
Iklim dialogis dan keterbukaan di lingkungan keluarga bisa menumbuhkan 
anak-anak untuk berkomunikasi. Mereka terlatih untuk bisa menerima dan 
mendengarkan orang lain. 

Kondisi ini harus didukung dengan kesiapan orang tua untuk menerima koreksi 
dari anak. Misalnya, jika anak mulai menunjukkan sikap protes, seharusnya 
jangan diartikan anak kurang ajar atau menentang orang tua, melainkan merupakan 
ekspresi keinginannya untuk diperhatikan atau dihargai.

Sebab itu, orang tua yang demokratis perlu mendengarkan keluhan anak dan 
menghargai pendapatnya. Keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat sebagai 
bagian dari kehidupan demokrasi, harus dimulai dari keluarga. Ibu dan ayah 
perlu menghindari sikap otoriter. Bila seorang anak dibesarkan dalam keluarga 
yang otoriter, kemungkinan dia tidak cukup berani bertanya dan berpendapat. 

Sekolah juga memiliki peluang untuk mendorong anak berani mengemukakan 
pendapat. Itu terpulang pada kurikulum dan cara mengajarnya. 

Namun, ada kecenderungan spontanitas untuk berkreasi belum berkembang karena 
para guru dibebani harus begini dan begitu. Sistem pengajaran di Indonesia, 
paling tidak menurut Melani Budianta, dari Universitas Indonesia, bahkan 
cenderung mengarahkan pada penguasaan teori dengan cara menghafal. Otak kiri 
dan otak kanan padahal harus berkembang secara seimbang. 

Anak seharusnya tidak hanya disuruh belajar dan menghafal, tetapi juga 
dirangsang kreativitasnya agar mampu menemukan sesuatu. Sementara itu, target 
pengajaran kita masih bertumpu pada penyampaian materi. Tentang bagaimana cara 
belajar dan memecahkan persoalan, justru terabaikan. Tidak membuka lebar 
komunikasi dialogis, keterbukaan, penalaran kritis dan berekspresi, maka sistem 
pengajaran tersebut dapat menghambat tumbuhnya jiwa demokratis anak didik.

Penulis adalah alumnus Universitas Negeri Padang, bertugas di Depdiknas. 
 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Membentuk Jiwa Demokrasi pada Anak