[nasional_list] [ppiindia] Melindungi Konsumen dari Bahaya Formalin

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sat, 4 Feb 2006 01:34:31 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **SUARA KARYA

     
        Melindungi Konsumen dari Bahaya Formalin
                  Oleh Abidar 


                  Sabtu, 4 Februari 2006
                  Pemberitaan di berbagai media massa cetak dan elektronik 
tentang produk pangan yang mengandung formalin sudah fenomenal. Betapa tidak, 
bahan pengawet makanan yang membahayakan kesehatan ini penggunaannya sudah 
meluas di Tanah Air. Karena itulah para konsumen dituntut waspada. Di lain 
pihak, para produsen diharapkan segera menarik produk bermasalah tersebut dari 
peredaran. Apalagi, Departemen Perdagangan sendiri secara proaktif terus 
mengawasi peredaran barang di pasar yang diduga mengandung formalin sebagai 
upaya perlindungan terhadap konsumen. 

                  Yang perlu digarisbawahi, penggunaan formalin untuk bahan 
pengawet makanan adalah melanggar peraturan pemerintah. Karena, dalam jangka 
panjang pengonsumsinya dapat menderita penyakit kanker dan gangguan ginjal. 
Kasus penggunaan formalin, boraks dan sejenisnya pada makanan mencerminkan 
kelemahan koordinasi dari tiga instansi bertanggung jawab menangani peredaran 
bahan makanan dan minuman. Ketiga instansi tersebut adalah Departemen 
Perindustrian (Deperin) yang bertugas membina industri, Departemen Perdagangan 
(Depdag) menangani tata niaga, dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) 
melakukan pengawasan bahkan penyelidikan langsung sampai ke batas-batas 
tertentu. 

                  Ketiga instansi tersebut diduga kuat tidak berfungsi optimal 
dalam menindak produsen pengguna formalin, boraks atau sejenisnya dalam 
makanan. Patut dipertanyakan, sejauh mana Deperin telah mengontrol ribuan 
industri makanan-minuman yang tersebar di Indonesia? Apakah pihak Deperin telah 
mengalokasikan anggaran yang memadai untuk melakukan pembinaan berkelanjutan? 
Di sisi lain, mengapa sampai diperbolehkan adanya penjualan bebas bahan 
pengawet yang jika disalahgunakan bisa merusak kesehatan? Apakah ini 
semata-mata terjadi karena permintaan pasar atau ada masalah lain? 

                  Perlindungan konsumen terhadap produk pangan yang bermasalah, 
paling efektif dilakukan pemerintah. Idealnya, sistem penyaluran atau 
distribusi produk pangan sebelum masuk dan ketika beredar di pasaran tak boleh 
luput dari pengawasan pemerintah. Di negara maju, pemerintahlah yang paling 
aktif melaksanakan fungsi kontrolnya. Di Indonesia kontrol pemerintah atas tata 
niaga produk pangan dan bahan pengawet masih lemah. 

                  Padahal tata niaga tersebut harus dilakukan secara ketat. 
Ironisnya, peraturan tentang penggunaan formalin dan bahan kimia tertentu (BKT) 
dalam produk pangan seperti tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang 
Pangan serta UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kelihatannya 
telah terdistorsi. Deperin dan Depdag sebenarnya sudah membuat regulasi tentang 
tata niaga BKT, seperti formalin dan rhodamin B. Bahan-bahan itu seharusnya 
hanya dijual kepada pengguna akhir (end user), tetapi ternyata masih terjadi 
penyimpangan pada tahap distribusi. Sebab itu, pemerintah hendaknya memperketat 
distribusi peredaran formalin dan sejenisnya, di samping mencari alternatif 
bahan pengawet lain yang murah tetapi aman untuk produk pangan. 

                  Mutlak, perlu pengawasan ketat terhadap bahan pengawet 
berbahaya, sebab sampai sekarang beberapa jenis bahan berbahaya dipakai untuk 
produk makanan atau minuman agar lebih awet atau berwarna lebih menarik. 
Semestinya ada semacam catatan (record) atas setiap pembelian bahan kimia dan 
peruntukannya sehingga terhindar dari penyimpangan yang membahayakan kesehatan 
konsumen atas produk makanan dan minuman tersebut. Kita sangat menantikan 
kemauan dan kemampuan BPOM untuk memutus mata rantai perdagangan bahan kimia 
berbahaya dari distributor atau penyalur kepada produsen makanan dan minuman. 
Tetapi, langkah itu tentu memerlukan kerja sama yang baik dengan Polri, Deperin 
dan Depdag. 

                  Ada dua instrumen perlindungan yang seharusnya diperhatikan 
pemerintah. (1) Perlindungan pra-pasar, yaitu pemeriksaan produk sebelum masuk 
pasar. Untuk bahan pangan maupun kemasannya, semua produk itu mestinya melalui 
proses registrasi. Juga harus ada proses standarisasi. (2) Kontrol pasca-pasar. 
Setelah barang itu masuk ke pasar, seharusnya mekanisme kontrol tetap berjalan. 
Jika suatu barang yang beredar tidak sesuai dengan standar yang telah 
ditetapkan maka barang itu harus ditarik dari pasar. Kedua kontrol itu, pra dan 
pasca-pasar sejauh ini memang tidak berjalan baik di Indonesia. Padahal 
mekanisme kontrol yang bagus dari pemerintah akan menjamin bahwa barang yang 
beredar di pasaran steril dari bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan masyarakat. 

                  Maraknya kasus produk pangan dengan bahan pengawet berbahaya 
juga menunjukkan adanya kegagalan sosialisasi dan pengabaian masyarakat tentang 
pentingnya makanan sehat. Karena itu, penanggulangan kasus ini hendaknya 
betul-betul bertujuan demi memberantas tuntas penyalahgunaan bahan pengawet 
dari bahan kimia, bukan karena motif lain demi keuntungan semata. Berdasarkan 
UU No 7 tahun 1996 tentang Pangan dan UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan 
Konsumen serta UU No 23/1992 tentang Kesehatan, produsen yang terlibat dapat 
dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp 600 juta. 

                  Mulai hari ini, era adagium Caveat Emptor (Konsumen 
Waspadalah) seharusnya berakhir, dan perlu diganti adagium Caveat Venditor 
(Pelaku Usaha Berhati-hatilah). Kebijakan money back guarantee sebagai prinsip 
penjualan produk atau jasa di negara maju justru mengutamakan kepuasan konsumen 
dengan menempatkan "pembeli adalah raja". 

                  Guna menghindari efek buruk kesehatan, masyarakat diimbau 
untuk tidak membeli atau mengonsumsi berbagai produk pangan berformalin, boraks 
dan sejenisnya. BPOM telah mengumumkan hasil penelitian terhadap 700 sampel 
produk pangan yang diambil dari Pulau Jawa, Sulsel, dan Lampung. Sebanyak 56% 
di antaranya mengandung formalin. Bahkan, 70% mie basah mengandung formalin. 
Hasil riset dari Balai Besar POM DKI Jakarta menyebutkan, delapan merek mie dan 
tahu yang dipasarkan di Ibu Kota mengandung formalin. 

                  Tidak mudah membedakan produk pangan yang mengandung formalin 
dengan yang tidak. Tetapi, produk makanan dengan kadar formalin tinggi akan 
terlihat sangat berminyak dan aromanya menyengat. 

                  Formalin dan boraks sebenarnya merupakan bahan pengawet mayat 
dan tekstil. Para pelaku usaha mestinya tidak memroduksi dan mengedarkan produk 
pangan yang menggunakan bahan pengawet tersebut. Agar kasus ini dapat 
ditanggulangi secara efektif, perlu ada nota kesepahaman bersama antara BPOM 
dengan pemerintah daerah setempat dan jajaran penegak hukum, termasuk 
kepolisian. Semua pihak, terutama para produsen dan oknum aparat pemerintah 
yang terlibat, perlu ditindak tegas sebagai therapi kejut agar tidak ada lagi 
produsen makanan yang berani menyalahgunakan bahan pengawet yang berbahaya. *** 

                  Penulis aktivis pada Jaringan dan
                  Advokasi Perlindungan Konsumen, Jakarta 
           
     


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts: