** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.kompas.com/kompas-cetak/0602/06/opini/2411753.htm Makna Kovenan Internasional Bidang HAM Muhammad Anshor Pada 30 September 2005, DPR telah menyetujui dua RUU tentang pengesahan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik atau KI-HSP serta tentang pengesahan Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya atau KI-HESB. Kita layak berharap bahwa perkembangan ini merupakan satu langkah maju bagi bangsa Indonesia dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Kedua kovenan itu merupakan traktat internasional di bidang HAM yang paling mendasar dan merupakan penjabaran serta pengembangan dari Deklarasi Universal HAM dalam bentuk dokumen yang mengikat secara hukum. Namun, apakah langkah pengesahan dua traktat internasional di bidang HAM tersebut akan membawa perubahan yang nyata bagi penghormatan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia di Indonesia, atau hanya sebagai langkah public relation oleh pemerintah? Jawaban atas pertanyaan tersebut sangat tergantung pada kesungguhan para stakeholders menindaklanjuti pengesahan kedua traktat ini di masa mendatang. Indonesia termasuk negara yang paling buntut sebagai pihak dari kedua kovenan yang sudah ada sejak Desember 1966 dan telah mulai berlaku sejak Januari 1976. Hingga kini telah ada 154 negara yang menjadi pihak pada KI-HSP dan 151 negara yang menjadi pihak pada KI-HESB. Pengesahan kedua kovenan tersebut sesungguhnya sudah ditunggu-tunggu sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998, yang diharapkan dapat menjadi salah satu garis pemisah antara era reformasi dan era Orde Baru. Kedua instrumen HAM internasional ini menetapkan serangkaian hak asasi dan kebebasan dasar yang pada era Orde Baru banyak diabaikan. Rencana Aksi Nasional di Bidang HAM 1998-2003 telah menetapkan rencana pengesahan KI-HESB pada tahun 1998 dan pengesahan KI-HSP pada tahun 2003. Momentum reformasi pada waktu itu bahkan telah mendorong instansi-instansi pemerintah yang terkait untuk sepakat mengupayakan pengesahan kedua kovenan tersebut secepatnya dalam satu paket, sekaligus untuk memberikan penekanan mengenai saling keterkaitan antara isi dari kovenan tersebut. Namun, proses ini ternyata tidak lancar, terutama karena hambatan administratif dari sistem birokrasi, di samping karena kehati-hatian dalam mempertimbangkan implikasi nasional dari setiap pasal dari kedua kovenan tersebut. Sementara itu, proses legislasi nasional telah mengadopsi berbagai prinsip yang tercakup dalam kedua kovenan itu, terutama UU No 39/1999 tentang HAM dan bab mengenai hak asasi manusia dalam UUD 1945 yang telah diamandemen. Lantas, akan timbul pertanyaan, apa manfaat langkah pengesahan kedua kovenan ini jika pokok-pokoknya pada dasarnya telah terintegrasikan dalam hukum nasional? Norma dan standar Jika kita periksa dengan saksama, belum semua norma dan standar yang terkandung dalam KI-HSP maupun KI-HESB telah terintegrasikan dalam legislasi nasional. Misalnya Pasal 13 KI-HESB yang mengatur dengan cukup rinci mengenai hak atas pendidikan. Namun, yang lebih penting adalah bahwa dengan menjadi negara pihak pada kedua kovenan tersebut, ada pemantauan eksternal yang sistematis mengenai penaatan Indonesia terhadap setiap ketentuan dari kedua kovenan tersebut, melalui mekanisme pelaporan kepada badan traktat terkait. Adalah jamak bahwa langkah pengesahan oleh suatu negara terhadap traktat internasional di bidang HAM tidak serta merta membawa perubahan yang nyata bagi tingkat penghormatan terhadap HAM di negara tersebut. Agar Indonesia tidak terjebak dalam situasi yang sama setelah pengesahan kedua kovenan ini, beberapa hal kiranya perlu diperhatikan. Pertama, langkah pengesahan (ratifikasi atau aksesi) hendaknya tidak dilihat sebagai tujuan akhir, namun sebagai langkah awal dari proses panjang menuju pelaksanaan penuh dari traktat multilateral yang disahkan tersebut. Kedua, langkah pengesahan ini harus segera diikuti dengan proses harmonisasi hukum nasional, yaitu penyesuaian dengan norma dan standar internasional yang diadopsi melalui pengesahan tersebut. Harmonisasi hukum itu harus dipahami dalam arti luas, yang mencakup pula pembuatan hukum baru, termasuk kriminalisasi suatu tindakan, sesuai dengan ketentuan traktat. Dalam hal ini dapat ditekankan bahwa pembaruan hukum pidana maupun hukum acara pidana perlu pula memerhatikan ketentuan-ketentuan yang relevan dari kedua kovenan ini, serta konvensi HAM lain yang telah disahkan oleh Indonesia. Ketiga, perlu klarifikasi praktis mengenai posisi sebuah traktat internasional yang telah disahkan, dalam sistem hukum nasional. Walaupun Pasal 7 Ayat (2) UU No 39/1999 mengenai HAM dan Pasal 15 (2) UU No 24/2000 mengenai Perjanjian Internasional menetapkan bahwa traktat internasional, termasuk di bidang HAM, yang telah disahkan Indonesia berlaku sebagai hukum nasional, kenyataannya beberapa traktat internasional di bidang HAM lainnya yang setelah bertahun-tahun disahkan oleh Indonesia tidak mendapatkan tempat yang memadai dalam perumusan dan penerapan hukum, maupun dalam perumusan kebijakan oleh pemerintah dan lembaga negara lainnya. Kesenjangan yang sering disebut sebagai contoh adalah sulitnya menemukan putusan pengadilan yang merujuk ketentuan dari traktat internasional mengenai HAM yang telah disahkan Indonesia. Keempat, sosialisasi terus-menerus melalui berbagai media dan forum, mengenai norma dan standar yang diatur dalam kedua kovenan tersebut, tidak hanya kepada masyarakat luas, namun juga kepada semua lapisan pejabat pemerintah, lembaga legislatif, penegak hukum di pusat maupun di daerah. Rencana Aksi Nasional di bidang HAM tahun 2004-2009 pada dasarnya telah menggariskan roadmap yang jelas untuk memberikan makna praktis dari traktat HAM internasional yang telah disahkan oleh Indonesia. Kiranya diperlukan leadership yang memadai untuk membuat rencana aksi ini menjadi sepenuhnya operasional, termasuk untuk melaksanakan kedua kovenan HAM yang sangat penting ini. Muhammad Anshor Diplomat pada Perutusan Tetap RI untuk PBB, New York. * Artikel ini merupakan pandangan pribadi. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **