[nasional_list] [ppiindia] Kosmopolitanisme Vs Priayiisme

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 18 Feb 2005 02:51:02 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/18/opini/1565600.htm
Jumat, 18 Februari 2005

Kosmopolitanisme Vs Priayiisme
Oleh Martin Aleida

TAK pernah saya bayangkan ada pejabat yang bergelayut di tali yang diulurkan 
dari helikopter dan meluncur ke darat untuk menolong rakyat yang kocar-kacir 
karena ketakutan, dan dengan cekatan menyodorkan tangan mereka yang halus 
untuk mengangkut mayat yang bergelimpangan diterjang tsunami. Tidak, 
sekalipun itu hanya dalam khayalan!

Maka, ketika menyaksikan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Liong, dengan 
pakaian lapangan terjun di Meulaboh beberapa hari setelah 
bencana-sebagaimana yang terlihat di layar TV-saya benar-benar terenyak.

Kesadaran kosmopolit tentang ruang kehidupan, bahwa kesengsaraan tetangga 
adalah penderitaan kita juga, dan bahwa kita tak mungkin hidup dengan 
membiarkan manusia lain tenggelam, itulah yang menggerakkan Lee untuk 
menyeruak terpaan angin yang ditimbulkan rotor blades helikopter yang dia 
tumpangi dan menghadang udara "Tanah Rencong" yang tiba-tiba berbau amis 
menjelang akhir tahun. Personifikasi kosmopoli- tanisme dalam membantu Aceh 
yang berduka kemudian tampil dalam diri pemimpin dunia yang lain: Collin 
Powell, Kofi Annan.

Sementara itu, dari dalam negeri sendiri kita menyaksikan pameran sikap 
priayiisme sementara pejabat yang memberi kesan masa bodoh terhadap 
kesusahan kawan sebangsa. Priayiisme sebagai wahana kaum penjajah menindas 
bangsanya sendiri selama ratusan tahun tercermin dalam suasana bagaimana 
para punggawa negeri kita ini bersikap di tengah-tengah rakyat yang sedang 
didera bencana. Mereka tak bisa menunjukkan kesetiakawanan dan empati, 
sekalipun dalam cara mereka berpakaian ketika berada di dalam ruang dan 
waktu yang langsung berkaitan dengan penderitaan rakyat.

Penampilan fisik kaum priayi, yang ingin menunjukkan kekuasaan di atas 
kepala mereka yang tertindas, sudah menjadi warisan yang kita terima dari 
sejarah, yang diteruskan oleh para pemimpin Republik ini. Kemerdekaan 
ternyata tidak dengan sendirinya membebaskan sikap kaum priayi yang menjadi 
tangan kaum kolonialis menjajah bangsa ini.

ADA semacam warisan pikiran bahwa rakyat negeri ini tak bisa menerima 
pemimpin mereka tampil dengan sederhana, merakyat. Kaum priayi kita tak 
lebih daripada hanya sekadar ewuh-pekewuh menerima kenyataan bahwa Gandhi 
cuma mengenakan cawat ketika mengunjungi Ratu Inggris tak lama setelah dia 
memberikan kemerdekaan kepada bangsanya. Karena itu, mereka mengganti 
belangkon dan baju kebesaran dengan setelan safari, pakaian kaum kolonialis 
Eropa ketika menjarah Afrika.

Pada suatu saat, di layar TV, seorang pejabat tampil dengan jas dan dasi 
mengkilap (mungkin juga berselemak parfum Hugo Boss kalau layar pesawat bisa 
mengantarkan aroma). Dia sibuk membantah kalau koordinasi bala bantuan untuk 
rakyat Aceh, yang berada di tangan aparat pemerintah, tak jalan, tak sampai. 
Stasiun TV yang menayangkan wawancara yang berlangsung di Jakarta itu 
berkali-kali mematahkan omong kosong priayi yang tampan itu dengan 
menampilkan insert gambar-gambar hidup tentang penduduk yang dicekam 
ketakutan dan sedang berjuang mempertahankan nyawa mereka tanpa pemimpin 
yang mana pun yang mengulurkan tangan.

Dan sudah menjadi aksioma sejarah jika priayiisme yang menenggelamkan bangsa 
ini ke titik nol kemanusiaan, maka kosmopolitanismelah yang menyelamatkannya 
dari kenistaan.

Kosmopolit seperti Multatuli-lah yang membukakan mata pribumi dan pemimpin 
mereka tentang betapa tidak adilnya kuasa Belanda yang dia wakili dalam 
kedudukannya sebagai Asisten Residen Banten. Dia jugalah yang membeberkan 
kepada dunia tentang betapa bengisnya penindasan Belanda terhadap rakyat 
Indonesia.

Dalam zaman kemerdekaan, kuasa priayi mencoreng wajah bangsa ini dengan 
berbagai kekerasan sehingga Indonesia ini termasuk dalam jajaran bangsa 
tukang ayau kelas satu. Masih segar dalam ingatan, pada tahun 1965/66 
ratusan ribu orang dibantai, belasan ribu dibuang ke pulau pembuangan, Buru, 
dan ratusan ribu lagi ditahan tanpa pengadilan, sementara keluarga yang 
tinggal terbengkalai dikungkung stigma yang mematikan.

Priayiisme memupuk kebengisan itu dengan melanjutkan penumpasan dan 
pemusnahan manusia bertahun-tahun kemudian, dalam berbagai peristiwa, 
seperti Tanjung Priok, Lampung, Kedung Ombo, Aceh, Papua, dan tempat-tempat 
berdarah yang lain, termasuk penculikan dan pelenyapan aktivis politik yang 
kritis terhadap penguasa.

KOSMOPOLIT seperti Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter-lah yang memberikan 
pelajaran secara "paksa" bahwa red drive dan red massacre tahun 1965/66 itu 
adalah perbuatan yang tidak bisa diterima norma kemanusiaan yang dijunjung 
tinggi peradaban. Atau kalau tak mau menghentikan kekejaman seperti itu, 
maka kerja sama dan bantuan negara adikuasa itu kepada Indonesia akan 
distop.

Tekanan tersebut membuat mereka yang menjalani kerja paksa di dalam tahanan 
dan pulau pembuangan kemudian bisa menghirup udara kebebasan. Dan, kita tak 
bisa membantah peran menentukan yang dimainkan dunia yang kosmopolit dalam 
membantu gerakan mahasiswa dan rakyat dalam menumbangkan rezim militeristis 
tiga dasawarsa Soeharto.

Dalam bencana yang ditimbulkan alam, yang manifestasinya tak terbayangkan 
sebelumnya di Aceh, dan dalam bencana buatan penguasa (dalam bentuk 
pemusnahan manusia dengan alasan politik) yang hanya mengundang kutukan 
dunia internasional, kaum priayi kita tetap saja bebal. Berapa bencana (alam 
dan buatan manusia) lagi yang diperlukan untuk membebaskan mereka?
Martin Aleida Sastrawan 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Kosmopolitanisme Vs Priayiisme