** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.padangekspres.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=10586 Kamis, 16-Februari-2006, 07:35:21 Korupsi dan Realitas Kesejarahan MELALUI artikel Perlu Pemetaan Korupsi yang dipublikasikan salah satu koran ibu kota (Senin, 19/12/2005) Guru Besar Fisipol UGM M Amien Rais mengemukakan, lika-liku korupsi harus dipetakan agar pemberantasannya bisa lebih terfokus alias tidak berserakan. Untuk itu, KPK, Tim Tastipikor, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, BPK, BPKP, ditambah lembaga swadaya masyarakat seperti Masyarakat Transparansi Indonesia, Indonesia Corruption Watch, diminta duduk bersama; bukan bekerja sendiri-sendiri bersifat hit and run.. Pendapat mantan Ketua MPR RI yang juga pernah menjadi Ketua PP Muhammadiyah itu mengingatkan kita pada imbauan Jan de Marre, penyair Belanda yang selama dekade-dekade pertengahan abad ke-18 semangat meneriakkan pemberantasan korupsi yang mengharu-biru Maskapai Perdagangan Belanda VOC (CR Boxer: 1979). Marilah kita bekerja ekstra keras memerangi korupsi demi keselamatan anak-cucu Adam, demikian Marre berujar di Amsterdam dalam tahun 1740. Kita bahu-membahu dan berjuang sesuai pilihan serta kemampuan kita masing-masing, tukuknya. Namun sebagaimana diketahui lewat (catatan) sejarah, ajakan atau gagasan yang diketengahkan Marre dibiarkan tergenang alias tidak pernah dilaksanakan dengan kesatupaduan yang konkret. Di penghujung abad XVIII, tepatnya tahun 1799, VOC yang dirisaukan sang penyair dinyatakan bangkrut dan. bubar. Sementara itu, tokoh-tokoh berwibawa seperti JC van Leur dan W Coolhaas berkeras meyakinkan, bahwa bukanlah korupsi yang menjadi faktor penyebab mundur dan jatuhnya Kompeni. Mereka menunjuk EIC (Serikat Dagang Inggris yang berniaga ke Hindia Timur) yang berkembang pesat di tengah berkecamuknya korupsi dan penyalahgunaan wewenang di kalangan sebagian besar abdinya. Barangkali tidak jauh berbeda dengan kemajuan serta puspa-ragam pembangunan fisik yang digembar-gemborkan rezim Orde Baru. Kesumringahannya kurang lebih seperti sebuah kusen lapuk yang dalam setiap kesempatan selalu diolesi cat minyak bewarna-warni. Orde Baru maupun EIC mengandung kebusukan yang dikemas dalam kotak kayu cendana bertatahkan intan permata: akhirnya gulung tikar. Sejalan dengan itu, keprihatinan Marre sama dan sebagun dengan sinyalemen yang pernah dilontarkan beberapa tokoh terpercaya negeri ini. Bung Hatta mengatakan, korupsi di negara kita telah melembaga. Mochtar Lubis berpendapat, korupsi sudah membudaya. Prof Soemitro memprediksikan, dana pembangunan -tentunya termasuk utang luar negeri yang 1.200 triliun rupiah- menguap sebesar 30%. Dengan kata lain, salah satu alasan pendorong maraknya tuntutan reformasi yang pada 21 Mei 1998 berhasil melengserkan Pak Harto yang telah memimpin Republik Indonesia selama 32 tahun, ialah karena kian dan semakin melemahnya fundamental (per)ekonomi(an) negara yang terus-menerus digerogoti penguasa-pengusaha yang semata-mata ingin memperkaya atau menyenangkan diri sendiri, keluarga dan kroni-kroni mereka. Merajalelanya praktik patronase, penyuapan dan main pengaruh di kalangan para pejabat di samping, tentu saja, korupsi gila-gilaan yang melanda atau paling tidak melibatkan hampir seluruh institusi pemerintahan, jelas berimbas ke segenap sektor kehidupan. Menimbulkan kegalauan dan memurukkan hidup orang (ke)banyak(an). Hanya saja, dengan melorotnya daya tahan masyarakat ke titik nadir dalam menghadapi kesulitan hidup, tak jarang berujung pada perlawanan atau pemberontakan. Untuk contoh kita juga bisa membuka lembaran riwayat pudarnya pamor Kerajaan Mataram. Setali tiga uang dengan kronologis atau pemicu terjadinya Revolusi Perancis maupun kejatuhan Presiden Ferdinand Marcos. Bertolak dari pengalaman (sejarah) di atas terbukti, bahwa kebatilan, kezaliman, korupsi maupun kemiskinan, harus dan akan lebih mengena bilamana dihadapi manusia secara bersama-sama. Tetapi apa? Sekarang, semua -terlebih eksekutif, legislatif dan yudikatif- baru cuma sekadar ngomong ingin memberantas penyakit korupsi yang telah menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi belum dianggap sebagai musuh bersama, kata Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki dalam acara HUT ke-2 lembaga yang dipimpinnya itu di Jakarta, Kamis 29/12/2005 lalu. Mereka yang berteriak tangkap koruptor langsung menuntut bubarkan KPK tatkala kalangannya sendiri yang dijadikan tersangka. KPK dibilang tidak ngerti hukum, imbuhnya. Ironis memang, di era reformasi, dengan pola atau modus operandi yang mungkin lebih canggih, sepak terjang kotor semacam di atas selalu dan kembali berulang. Korupsi, kolusi dan nepotisme terus merebak di kalangan penyelenggara negara. Seorang pengamat asing memvonis, KKN telah menjadi semacam way of life di Indonesia. Sementara PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pun menobatkan negeri berjuluk zamrud khatulistiwa -yang dimerdekakan dengan tumpahan air mata, darah dan nyawa- ini di rangking teratas negara terkorup di dunia. Karenanya tidak boleh tidak, bagi kita yang berkutat dengan berbagai sikap (plin-plan dan apatis) dalam mengantisipasi korupsi, diperlukan semacam remoralisasi guna membina dialog dan kesepahaman membangun kerja sama. Pemikiran demikian seyogianya diimplementasikan segera dalam upaya menghapuskan atau, setidaknya untuk menghambat kian berkembangbiaknya praktik-praktik korupsi yang telah memporak-porandakan tatanan hidup berorganisasi, bernegara, berniaga dan lain sebagainya. Kemungkinan terlaksananya kerja sama -yang menurut Amien Rais untuk mengefektifkan undang-undang pemberantasan korupsi- antarperangkat hukum dan unsur-unsur lembaga swadaya masyarakat misalnya, sudah barang tentu tergantung pada kemampuan atau keterbukaan untuk menyetujui hakekat-hakekat dasar moralitas satu sama lain. Toh, konsep(si) komunikasi atau dialog atas dasar keterbukaan dalam menggalakkan kerja sama yang berpangkal pada rasa "kekitaan", niscaya akan lebih bertenaga dan ampuh untuk menyelesaikan segala persoalan. Termasuk persoalan korupsi, yang diduga kuat akan menghancurkan (masa depan) bangsa. *Nelson Alwi, budayawan, bermukim di Padang [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **