** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=212867 Rabu, 22 Feb 2006, Kejahatan Kerah Putih dan Kegagapan Hukum Nasional Putusan Bebas untuk Neloe Dkk Oleh Reza Indragiri Amriel Vonis bebas tiga mantan direktur Bank Mandiri -E.C.W. Neloe, I Wayan Pugeg, dan M. Sholeh Tasripan- yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/2/06), menambah panjang daftar lolosnya orang-orang yang pernah didakwa melakukan korupsi, khususnya yang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tanpa maksud menilai dalil-dalil yang digunakan majelis hakim, berbedanya vonis hakim dengan harapan khalayak luas dalam perkara korupsi bank tersebut tak ayal mempertegas kesan bahwa arsitektur hukum nasional masih tertatih dalam mengadili kasus-kasus kejahatan kerah putih. Sebaliknya, pada saat yang sama, hukum tetap memperlihatkan ketegasannya dalam menghukum para pelaku kejahatan kelas bawah. Kefasihan dalam memperkarakan kasus rendahan dan kegagapan dalam kasus kelas tinggi seakan memberikan pembenaran bahwa hukum nasional masih kental dengan warna teori klasik yang menyebut kepapaan dan segala bentuk kemelaratan hidup sebagai biang keladi tindak kriminalitas. Dengan filosofi hukum yang begitu usang tersebut, hukum lebih diarahkan untuk menjerat para kriminal yang notabene berasal dari lapisan bawah. Jelas, sukar mengharapkan adanya kesepadanan antara putusan hakim dan kerinduan publik untuk melihat barisan panjang para koruptor memasuki rumah tahanan. Rendahnya kemampuan hukum dalam mengantisipasi perkembangan kejahatan kelas tinggi, tampaknya, selaras dengan relatif masih "asing"-nya komunitas hukum terhadap istilah "kejahatan kerah putih". Istilah itu sejatinya telah diintroduksi sejak 1939 oleh Edwin Sutherland. Namun, faktualnya, baru sejak dasawarsa lalu istilah itu terlempar ke masyarakat Indonesia. Keterlambatan Indonesia dalam mempersiapkan bangunan hukum yang dapat digunakan untuk menangani kasus-kasus kejahatan kerah putih barangkali juga disebabkan penanganan perkara korupsi yang sangat tidak memadai pada era Soeharto. Alih-alih menyeret para pelakunya ke muka hukum, kasus korupsi -yang menurut banyak pengamat dilakukan orang-orang yang berhubungan erat dengan lingkaran kekuasaan pada masa itu-justru dinihilkan. Atau, paling tidak, terhadap kejahatan-kejahatan kerah putih tersebut dikenakan teknik netralisasi (techniques of neutralisation) yang -sangat disayangkan- untuk beberapa segi terus dipraktikkan hingga kini. Teknik netralisasi sesungguhnya tidak memecahkan masalah. Kontras, teknik tersebut dilakukan untuk menurunkan derajat keparahan suatu masalah. Bahkan, ketika tindak kejahatan tertentu sudah menjadi "kelaziman", teknik netralisasi dapat memutarbalikkan penilaian atas aksi-aksi yang sebenarnya merupakan pelanggaran hukum. Dengan kata lain, teknik netralisasi membuka peluang bagi individu untuk melanggar standar normatif dan etis, sekaligus meniadakan julukan sebagai penyimpang (deviant) dan kriminal. Realistis Dilematis Menyadari begitu kompleksnya penanganan kriminalitas kerah putih, pemerintah telah melakukan berbagai terobosan legal, bahkan politik, guna -yang paling utama- mengembalikan kerugian negara. Langkah-langkah sejenis selanjutnya juga ditujukan untuk meringkus sekaligus memberikan sanksi kepada para pelaku kejahatan itu. Berbagai mekanisme ekstra yudisial yang ada pada saat ini dapat dipandang sebagai inisiatif pemerintah tersebut. Dengan demikian, pada satu sisi, langkah-langkah yang diambil pemerintah merupakan respons realistis terhadap perkembangan penuntasan kasus-kasus kejahatan kerah putih yang oleh banyak pihak masih dianggap berjalan di tempat. Namun, pada sisi yang sama, pendekatan-pendekatan baru pemerintah itu dikhawatirkan dapat memfasilitasi para kriminal kerah putih untuk kemudian mendemonstrasikan bentuk-bentuk teknik netralisasi yang berefek kontraproduktif bagi proses penegakan hukum itu sendiri. Kedatangan tiga pelaku penggelapan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Istana Negara belum lama ini adalah contoh konkret mutakhir teknik netralisasi tersebut. Dengan memainkan irony of victimhood, rasionalisasi-rasionalisasi yang mereka utarakan ke publik dapat menggeser citra mereka ke posisi sebagai korban. Kunjungan ke istana hanya dapat berlangsung setelah pihak-pihak yang bermasalah melihat adanya celah yang memungkinkan mereka untuk memperoleh keringanan, bahkan -mungkin-penghapusan kewajiban. Kunjungan itu, apa pun alasannya, merupakan manifestasi sanctions-busting mentality. Tragisnya, kebijakan yang dikenakan pemerintah terhadap kecenderungan mentalitas orang-orang bermasalah itu adalah dengan menanggapinya secara positif. Respons pemerintah Indonesia itu bisa saja dijustifikasi. Lewat penelitiannya, Johnston (1989) menemukan perbedaan pendekatan yang dilakukan dua negara besar dalam memerangi korupsi. Amerika Serikat menekankan mekanisme legal formal, sedangkan Inggris lebih mengandalkan pendekatan budaya dan etiket yang berhubungan dengan peran-peran penting kemasyarakatan. Atas dasar itu, khalayak boleh saja menduga bahwa kekhasan yang ditampilkan pemerintah Indonesia dalam memperlakukan mereka yang (diduga) melakukan kejahatan kerah putih pada intinya merupakan cerminan budaya toleransi dan memaafkan yang diakui sebagai nilai-nilai asli Indonesia. Masyarakat masih harus menunggu efek konstruktif kebijakan pemerintah itu. Tetapi, pada saat ini, tanggapan pemerintah tersebut setidaknya sudah dapat dikategorikan sebagai diskresi yang tidak transparan. Wallaahu a'lam. Reza Indragiri Amriel, alumnus Departemen Kriminologi The University of Melbourne, Australia (email: r_amriel@xxxxxxxxx [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **