[nasional_list] [ppiindia] Kegagalan Politik Kesejahteraan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Thu, 2 Feb 2006 00:26:26 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA
Rabu, 01 Februari 2006


Kegagalan Politik Kesejahteraan 
Thomas Koten
Direktur Social Development Center
Mencuatnya kembali rencana pemerintah untuk menaikan tarif dasar listrik (TDL), 
sesungguhnya telah menebar pesimisme publik tentang tugas negara terhadap 
kesejahteraan warga atau rakyatnya. Bila rencana tersebut benar-benar 
terealisasi, sesungguhnya hal itu telah mengaburkan tanggung jawab moral negara 
terhadap rakyatnya. Rakyat, kini tak lagi berdaya akibat tingginya harga 
barang-barang menyusul naiknya harga BBM dan terpaan krisis berkepanjangan. 

Negara yang semestinya bertanggung jawab atas kesejahteraan dan kebahagiaan 
rakyat, bermetamorfosis menjadi lembaga koersi-penekan yang jauh dari 
ekspektasi semula. Maksud dan tujuan awal pembentukan negara, sudah barang 
tentu tidak lepas dari hasrat kebahagiaan (Aristoteles 384-322 SM). Secara 
luas, hal itu ditafsirkan sebagai tanggung jawab negara atas kesejahteraan 
rakyat. Seluruh kebijakan yang lahir dari pengelolaan negara menjadi pengabdian 
terhadap rakyat, dan kesejahteraan serta kebahagiaan sebagai terminal akhir 
perjalanan.

Tentu sukar dipungkiri bila persoalan kesejahteraan rakyat dikategorikan dalam 
perkara mahaberat. Tetapi, ironisnya, tidak banyak aktor politik, kaum elite, 
dan negarawan kita yang mencurahkan perhatian khusus dan serius atas 
kesejahteraan itu. Perilaku tercela kian merebak di kalangan politisi. 
Saksikan, bagaimana lembaga parlemen kini berubah menjadi ground-breeding 
(lahan penyemaian) bagi praktik korupsi. Parlemen telah berubah kelamin menjadi 
medan transaksi politik, yang berujung pada uang dan materi.

Pesona parlemen --sebagai dewan terhormat-- bukan lagi terletak pada tugas 
mulianya sebaga pengemban amanat penderitaan rakyat dan perumus kebijakan 
negara, tetapi lebih pada kemudahan akses untuk menumpuk harta. Parlemen telah 
dijadikan jalan pintas bagi para politisi untuk mengubah kehidupan, sebab ia 
menjanjikan kekuasaan, kekayaan, dan kemewahan. Sehingga, jalan menuju kursi 
parlemen pun kerap ditempuh dengan segala macam cara termasuk memalsukan ijazah.

Jadi, apa yang kita lihat, setelah lebih dari setengah abad merdeka, semua yang 
terjadi belum sanggup sebagai wahana yang memadai untuk mengejewantahkan 
definisi klasik Harold D Laswel (1958) mengenai politik: who gets what, when, 
how. Semua itu seolah mengabaikan fungsi dan peran negara sebagai wahana 
membangun masyarakat utama --ala Aristoteles. Yaitu sebuah masyarakat 
berkeadaban yang terwujud dalam tatanan sosial yang berlandaskan pada hukum, 
norma dan aturan, sehingga tercipta keadilan dan kesejahteraan bagi semua.

Kontrak yang terabaikan
Dilihat dari perspektif philosophy of life, kesulitan likuiditas PLN, kesulitan 
BBM, dan merebaknya persoalan lain seperti busung lapar, pengangguran, korupsi, 
terorisme, dan lain-lain, sesungguhnya akibat dari kurang efektifnya negara 
dalam menjalankan perannya. Negara (pemerintah) sebagai penyelenggara tata 
kehidupan bersama, kurang kredible dalam mengelola pemerintahan, khususnya 
dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Dengan kata lain, negara sebagai unit 
politik yang menjadi pengorganisasian diri berbagai kemajemukan, telah gagal 
melakukan pengelolaan kesejahteraan.

Kini, semuanya itu akhirnya telah melahirkan suatu realitas, yang secara nyata 
membedah kembali kualitas kontrak sosial antara negara dan masyarakat. 
Sebagaimana diaksiomakan dalam teori klasik kontrak sosial, rakyat di seluruh 
negeri saat berduyun-duyun menuju kotak suara pemilu, sesungguhnya telah 
mendelegasikan hak-hak politik mereka secara sukarela untuk dikelola negara.

Tujuan dari pendelegasian wewenang ini tidak lain untuk membangun ketertiban 
sosial kenegaraan demi menuju terciptanya kesejahteraan masyarakat sendiri. 
Tatkala para pemimpin terpilih dan kaum elite pun ingin melibatkan diri dalam 
pengelolaan negara, maka mereka harus hormat dan tunduk pada kontrak sosial 
yang telah terbangun saat pemilu. Kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas 
sebagai praksis ekspresif rasa hormat dan tunduk pada kontrak sosial itu.

Tetapi, sayang, terkuaknya kembali berbagai kesulitan hidup masyarakat akibat 
naiknya harga BBM, dan kini juga bakal naiknya TDL, ketiadaan lapangan kerja, 
korupsi, sesungguhnya telah menjadi penistaan keji aparat negara oleh negara 
sendiri. Semua fenomena memilukan itu merupakan tamparan keras terhadap 
pengelolaan negara yang memusnahkan kontrak sosial. Secara kasatmata, aparat 
negara tampak menonjol sebagai kekuatan yang menjerumuskan kebijakan pemerintah 
ke dalam dirigiste --meminjam istilah Anwari WMK-- atau ke dalam kondisi yang 
dipenuhi kebrengsekan.

Musnahnya kontrak sosial dan dirigiste kebijakan yang disinggung itu, 
sebenarnya merupakan cermin besar kegagalan negara yang telah 'mencetuskan' 
persoalan besar krisis bangsa yang memblunder hingga kini. Ini pula yang 
merupakan cermin kegagalan politik kesejahateraan yang coba dibangun selama 
ini. Rezim reformasi, seharusnya bisa menjadi momentum emas-historik untuk 
mengikis berbagai anasir perusak kontrak sosial antara negara dan masyarakat 
seluruhnya. 

Moralitas negara
Bertolak dari uraian singkat tersebut, tidak ada jalan yang lebih manjur 
daripada perlunya sebuah paradigma baru yang secara eksplisit mengandalkan 
aspek moralitas. Moralitas negara adalah perilaku keberpihakan negara kepada 
masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab moral yang dimilikinya. Negara tanpa 
moral adalah negara otoritarisme dan diktator. Filosof Jean Jacques Rousseau 
mengistilakannya sebagai volonte generale untuk melokalisasi pihak-pihak yang 
dianggap masuk kriteria tanggung jawab negara saat memanifestasikan 
perlindungannya.

Pada tataran itulah, segala macam kepincangan dalam tata ruang negara; 
kemiskinan kolektif, busung lapar, korupsi, monopoli lahan-lahan ekonomi, 
krisis BBM, dan sebagainya menjadi tanggung jawab moral negara untuk 
direkonstruksi. Di sinilah negara menjadi sandaran utama, yang harus secara 
aktif dan lebih tegas lagi menjalankan perannya bagi penyelenggaraan ekonomi 
berkaidah moralitas kolektif dan pro-aktif dalam mensejahterakan rakyatnya.

Pada takaran moral, bila negara telah sukses melaksanakan fungsinya, maka dapat 
dikatakan negara telah menjalankan tugasnya secara baik. Visi dan misinya untuk 
menjadikan kesejahteraan rakyat menjadi barometer keberhasilan pengelolaan 
peran, fungsi, dan tugasnya yang paling agung. Negara bukanlah sekadar 
organisasi yang memberi perlindungan dan keuntungan bagi sekelompok warga, 
melainkan harus mematrikan keberpihakannya kepada kepentingan umum seluruh 
warga Indonesia sebagai pelaksanaan prinsip-prinsip subsidiaritasnya.

Sesuai dengan prinsip-prinsip subsidiaritasnya, negara memiliki sikap proaktif 
untuk mengintervensi aktivitas masyarakat bila dianggap perlu demi menciptakan 
kesejahteraan rakyat tersebut. Di sini pula terletak peran-fungsional negara, 
di mana ia ada dan hadir sebagai dasar yang mewadahi dan menjadi payung yang 
mengayomi masyarakat dan bangsanya. 




[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Kegagalan Politik Kesejahteraan