** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.indomedia.com/poskup/2006/07/26/edisi26/opini.htm Kapan hukum berpihak pada rakyat? Oleh Ir. Yusuf Leonard Henuk, M.Rur.Sc.,Ph.D * TULISAN ini dipersiapkan ketika penulis melakukan "bedah artikel" dan merenungkan judul dan isi tiga artikel yang berkaitan langsung dengan penerapan hukum di Indonesia yang terbit beruntun di media ini dalam seminggu yang lalu. Ketiga artikel dimaksud ditulis oleh tiga penulis yang tidak memiliki latar belakang ilmu hukum sama sekali, sehingga judul artikel yang dipilih oleh mereka dalam bentuk pertanyaan. Artikel pertama ditulis oleh seorang akademisi senior dari Universitas Nusa Cendana (Undana) yang berlatar-belakang ilmu "kebinatangan" (peternakan), tetapi memiliki nurani kemanusiaan, sehingga tidak rela hukuman mati peninggalan penjajah Belanda diberlakukan kepada rakyat kecil seperti Amrozi Cs dan Tibo Cs (Yusuf Leonard Henuk: "Kapan hukuman mati lenyap dari Indonesia?" Pos Kupang, Selasa 11 Juli 2006: 11 & 15). Sedangkan, artikel kedua dan ketiga ditulis oleh dua rakyat kecil yang berupaya membela rakyat kecil yang meninggal dalam "Tragedi Ruteng 2004" (Yeremias Kurni Lalong: "Ko bisa bebas? (secuil gugatan putusan bebas Boni Tampoi)" (Pos Kupang, Kamis 13 Juli 2006: 11 & 15) dan (Dams Badur: "Keadilan hukum masih jauh dari impian (refleksi atas keputusan bebas Boni Tampoi)" (Pos Kupang, Jumat 14 Juli 2006: 11). Kini judul artikel ini diangkat lagi dalam bentuk pertanyaan untuk dicari jawabannya bersama oleh setiap warga negara pemerhati masalah hukum di Indonesia. Pokok pemikiran diangkatnya judul tulisan ini berdasarkan pada pendapat umum bahwa mengusahakan dan mendukung reformasi hukum di Indonesia demi pengembangan kebenaran, keadilan dan kesejahteraan rakyat, adalah tugas panggilan setiap warga yang mendiami Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan kemampuan pribadi masing-masing. Pendapat umum ini tentu mematahkan anggapan umum juga bahwa hanya mereka yang pernah mengikuti kuliah ilmu hukum di perguruan tinggi saja yang harus bersikap kritis dan reformatif terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Apalagi, kini banyak pakar hukum yang bertebaran di berbagai PTN/PTS di Indonesia, termasuk Undana diam saja, seolah-olah mereka mengamini banyak kenyataan yang terjadi di sekitar bidang tugas mereka yang tidak berpihak sama sekali kepada rakyat kecil. Menurut salah seorang Doktor Ilmu Hukum Indonesia, penerapan hukum tertulis dan tidak tertulis dapat menimbulkan penderitaan mental, fisik, dan sosial pada orang, sehingga lahirlah mereka yang disebut korban penerapan hukum yang menderita lemah mental, fisik, dan sosial (korban viktimasi struktural). Olehkarena itu perlu adanya pemenuhan persyaratan minimal bagi eksistensinya suatu peraturan perundang-undangan yang berpihak pada rakyat dan keadilan sebagai perwujudan reformasi hukum yang rasional positif, dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat (Gosita, 2004: 89). Sistem peradilan pidana Dalam bukunya: "Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana", Reksodiputro (1994: 84) mengartikan peradilan sebagai tiang teras dan landasan negara hukum. Sistem peradilan pidana (criminal justice system) merupakan sistem penanggulangan kejahatan, yang berarti usaha untuk mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. Selanjutnya, dalam buku: "Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana", terbaca dengan jelas bahwa sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana (Muladi, 1995: 4). Pada umumnya, penerapan kebijakan/kewenangan penjatuhan pidana (yang pada hakikatnya juga berarti penerapan kebijakan/kewenangan penegakan hukum pidana) sesuai sumber bacaan: "Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana", dilakukan melalui empat tahap/proses sebagai berikut: (1) penerapan kebijakan/kewenangan penyidikan; (2) penerapan kebijakan/kewenangan penuntutan; (3) penerapan kebijakan/kewenangan pemidanaan; dan (4) penerapan kebijakan/kewenangan pelaksanaan/eksekusi pidana. Keempat tahap/proses ini merupakan satu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang integral. Keseluruhan sistem/proses/kewenangan penegakan hukum pidana itu pun harus terwujud dalam satu kesatuan kebijakan legislatif yang integral (Nawawi, 1998: 31). Kenyataannya, peradilan pidana sebagai suatu sistem, terdapat juga empat komponen yang telah diketahui umum bekerja sama satu sama lain, yaitu kepolisian-kejaksaan-pengadilan dan (lembaga) pemasyarakatan. Keempat komponen ini diharapkan bekerja sama membentuk suatu "integrated criminal justice administration" (Reksodiputro, 1994: 85). Sedangkan, ciri-ciri peradilan pidana sebagai suatu sistem terbaca dengan jelas dalam buku: "Problema Kenakalan Anak-anak dan Remaja", sebagai berikut: (1) titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana (kepolisian, kejaksanaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan); (2) pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana; (3) efektivitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari efisiensi penyelenggaraan perkara; dan (4) penggunaan hukum sebagai instrumen untuk menerapkan "the administration of justice" (Atmasasmita, 1984: 9-10). Penegakan keadilan Ketika melakukan pembelaan hanya dalam satu alinea menggunakan dua bahasa, yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia di Pengadilan Negeri Kupang, 18 Maret 2006, terkait kasus pencemaran nama baik mantan Rektor Undana, Prof. August Benu, penulis sebagai terdakwa telah mengartikan keadilan sebagai kebenaran dalam tindakan di pengadilan (justice is the truth in action in the court) (Timor Express, Senin 20 Maret 2006: 9-10). Selanjutnya, dalam tulisan : "Perlindungan hukum terhadap anak dan sistem peradilan pidana anak di Indonesia", keadilan diartikan sebagai suatu kondisi di mana setiap orang dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat. Konsepsi keadilan berakar dari kondisi masyarakat yang diinginkan. Secara analitis, keadilan dapat dibagi dalam komponen proseduril dan substantif, atau keadilan formil dan keadilan materiil. Komponen prosedural atau keadilan formil, berhubungan dengan gaya sistem hukum, seperti "rule of law" dan ne gara hukum (rechtsstaat), sedangkan komponen substantif atau keadaan materiil menyangkut hak-hak sosial dan menandai penataan politik, ekonomi di dalam masyarakat (Gultom, 2003: 31). Dalam sumber bacaan terkait, yaitu: "Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia Suatu Pemahaman Kritis", tertulis bahwa hukum memiliki tujuan untuk mewujudkan tertib masyarakat yang damai dan adil. Jika ketertiban umum harus merupakan ketertiban hukum, maka ketertiban umum itu haruslah merupakan suatu keadaan tertib yang adil, sesuai pengertian keadilan sebagai substansi dari tertib hukum dan ketertiban hukum, sehingga fungsi utama dari hukum pada akhirnya adalah untuk menegakkan keadilan. Adil tidak adilnya hukum ditentukan oleh sikap yang diambil terhadap hubungan antara hukum dan keadilan. Pelaksanaan hukum dan penerapan hukum yang adil mengandung arti yang sama bagi setiap orang dan yang berjalan sesuai dengan peraturan dan asas-asas hukum, ini tergantung pada struktur sosial yang adil, yaitu masyarakat yang ciri khasnya tidak terdapat perbedaan kekuasaan yang besar dan yang tidak diatur oleh hukum, dalam aneka ragam bentuk dan variasinya (Kusumah, 1981: 126 & 26). Berkaitan dengan rangkuman ketiga artikel yang terbit di media ini tersebut di atas, ketiga penulis yang tidak berlatar-belakang ilmu hukum ini sebenarnya menghendaki adanya suatu penegakan hukum di Indonesia yang betul-betul berpihak kepada rakyat kecil. Namun, sebagai seorang akademis, penulis artikel pertama dan artikel ini telah mengetahui bahwa penerapan hukum di mana pun di dunia ini selalu tidak berpihak pada rakyat kecil yang miskin, seperti terbaca dalam kedua kutipan asing berikut: (1) "Laws grind the poor, and rich men rule the law" - Hukum melindas yang miskin, sementara yang kaya mengatur hukum (Oliver Goldsmith, 1728 - 1774), dan (2) "Laws like spider's web; if some poor weak creature come up against them, it is caught; but a bigger one can breakthrough and get away" - Hukum seperti sarang laba-laba; bila yang miskin dan lemah datang melawan, maka akan terjaring; tetapi yang besar dapat menerobos dan lolos (Solon, 600 SM). Bahkan di Indonesia telah lama terdenga r plesetan KUHP sebagai "Kasih Uang Habis Perkara". Akhirnya, jawaban untuk judul artikel ini terjawab kapan saja bila ketiga komponen peradilan pidana di Indonesia (kepolisian, kejaksanaan, pengadilan) tersebut di atas, membaca dan membedah kembali isi buku: "Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa". Dalam penggalan isi dua halaman dalam buku ini terbaca bahwa penegak hukum diharapkan oleh masyarakat mampu menjembatani idealisme equality before the law menjadi terwujud dalam realitas, artinya suatu kaidah normatif yang menjadi muatan dalam perundang-undangan dan diandalkan menjadi kekuatan perekayasa di tengah masyarakat menuntut kompetensi penegak hukum yang melaksanakannya secara jujur dan terbuka (trial and fair). Penegakan hukum yang benar dan adil harus bertitik tolak dari postulat peradilan, kemasyarakatan, kepatutan. Hanya penegakan hukum yang mengandung nilai-nilai peradaban dan kemanusiaan dan kepatutan yang dapat mencapai kebenaran (truth) dan keadilan (justice). Penegakan hukum bukan s emata-mata menegakkan peraturan perundang-undangan dan hukum saja, tetapi harus ditujukan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and justice), alasannya adalah sesuatu yang wetmatig (legal) belum tentu rechvaardig (justice); sesuatu yang rechmatig (lawful) belum tentu rechvaardig (justice). Akan tetapi sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai peradaban dan kemanusiaan dan kepatutan, pasti mengandung nilai-nilai kebenaran dan keadilan (Harahap, 1997: 421-422). * * Penulis, staf pengajar Fapet & Faperta Undana, Kepala PPLHSA Undana [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> See what's inside the new Yahoo! Groups email. http://us.click.yahoo.com/3EuRwD/bOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **