** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/022006/01/0906.htm Jurnalisme Damai, Kebutuhan Urgen Dari Redaksi : Pertumbuhan pers nasional, baik yang terbit dan beredar di Jakarta maupun daerah tampak pesat. Lalu, bagaimanakah pers menghadapi persaingan? Untuk mengetahuinya, "PR" mewawancarai Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A. (Guru Besar Komunikasi FISIP UI, mantan anggota Dewan Pers, dan mantan Dubes RI untuk Republik Arab Mesri, Republik Sosialis Somalia, dan Republik Djibouti) Bagaimana Bapak melihat pers Indonesia pasca- reformasi sekarang ini? Sekarang ini, pers nasional masih dalam situasi pancaroba. Pers Indonesia belum menemukan format yang ideal. Di satu pihak, kita punya UU Pers yang menjamin kebebasan pers. Akan tetapi, di pihak lain, UU itu belum diadopsi oleh sistem peradilan sehingga pers belum mendapat keadilan yang sebenar-benarnya. Hal yang jelas terlihat dalam pengadilan kasus Majalah Berita Mingguan Tempo. Dalam amar putusannya, hakim tidak menggunakan UU Pers sebagai acuan. UU Pers itu membuat pers kita lebih dewasa menjalankan fungsi-fungsinya. Namun, pers terpaku dengan kebebasan itu sehingga berbenturan dengan kepentingan individu. Masyarakat lantas mengatakan, pers over dosis dalam melaksanakan kebebasannya. Dalam benturan antara pers dan masyarakat, masyarakat justru lebih banyak mengadu pada Dewan Pers. Tapi, Dewan Pers tidak punya instrumen untuk menyelesaikan persoalan itu sehingga kembali pada media masing-masing. Jadi, perlu dipikirkan bagaimana pengaduan itu bisa direspons oleh Dewan Pers dan pers pun patuh pada Dewan pers. Sekarang ini, masalah penting yang harus dihadapi pers adalah menghadapi masyarakat, bukan lagi pemerintahan yang membreidel seperti masa lalu. Masyarakat tidak lagi mau menggunakan hak jawab tapi langsung melakukan demo, mendatangi kantor pers, dan mengadukan ke pengadilan. Hal ini justru terjadi di tengah ambivalennya penegakan hukum yang tidak menggunakan UU Pers sehingga pers menjadi korban. Yang paling parah sekarang ini adalah masuk dunia pornografi ke dalam pers. Itu melanggar kode etik. Banyak tabloid dan majalah yang mungkin liar, tidak jelas siapa penerbitnya dan menampilkan pornografi. Jadi, ketika hari ini orang berbicara menentang majalah Playboy, tapi kenapa membiarkan penerbitan lain yang manampilkan pornografi? Jangan sampai kita terjebak dalam persoalan Playboy tapi membiarkan yang lain. Ini berhubungan dengan pendidikan bangsa. Saya sangat prihatin. Apakah ini terjadi karena persaingan pers? Sekarang kita sudah masuk dalam pasar, itu artinya modal yang memegang peranan. Siapa yang punya modal kuat tidak terbendung untuk menguasai pers. Itu artinya, mereka yang modalnya tanggung, siap-siap untuk gulung tikar. Tapi kita kan punya komitmen nasional utnuk menghindari oligopoli. Kita ingin ada media nasional dan daerah yang terpelihara independensi dan integritasnya. Peran negara perlu dalam hal ini. Masuknya pers luar semakin mempersengit persaingan. Padahal, dulu, pemilikan modal asing dalam pers nasional tidak diperbolehkan. Apa dampaknya pada pers nasional? Pers asing yang masuk sekarang ini lebih banyak majalah yang populer dan menghibur. Memang tidak otomotis mempunya, nilai-nilai positif untuk bangsa. Tapi hal itu tidak bisa dipungkiri, karena sekarang ini tidak ada yang bisa membendung kemajuan itu. Tapi, minimal pers bisa menyiapkan bangsa lebih tangguh. Ini tanggung jawab sosial pers. Kebebasan yang diemban pers nasional sekarang ini harus mampu meningkatkan kualitas kita supaya tidak terpuruk mendegradasi dirinya sendiri. Apa yang harus dilakukan pers nasional? Jangan terlalu banyak mengekspolitasi konflik. Lakukanlah jurnalisme damai. Konflik memang menarik untuk media tapi harus tahu batasnya. Kasus peliputan Aceh, Papua, dan Poso, harus dilihat dengan kacamata pandang bangsa Indonesia. Jurnalisme damai harus memilih topik-topik yang bisa menawarkan solusi, bukan hanya memaparkan masalah. Saya yakin pers kita bisa melaksanakan itu. Jurnalisme damai adalah suatu upaya penyelenggara pers untuk menempatkan pers sebagai suatu kekuatan yang bisa memberikan alternatif solusi. Pers yang lebih cermat melihat adanya kebutuhan mendesak masyarakat agar masyarakat tidak terus bertikai. Jurnalisme damai justru menjembatani kelompok bertikai untuk berdamai. Para jurnalis kita harus seperti itu dan sudah dilakukan saat memberikan kontribusi menjelang perjanjian Helsinky, pelaksanaan perdamaian di Aceh(Refa Riana/"PR")*** [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **