** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **RIAU POS Jika Bukan Kudeta, Lalu Apa? Sabtu, 08 Juli 2006 AKAN ada kudeta? Kita terperanjat mendengar salah satu spekulasi yang beredar setelah penemuan 145 pucuk senjata api di rumah almarhum Brigjen Koesmayadi pada Ahad (25/6/2006) silam. Tapi, jika melihat struktur dan konstruksi politik dewasa ini nampaknya cuma pikiran yang paranoid. Di era reformasi dan supremasi sipil ini, apalagi dengan UU Pertahanan, TNI telah "kembali ke barak" dan jauh dari panggung politik. TNI juga berada di bawah Departemen Pertahanan yang selalu dikontrol DPR. Jika pun ada segelintir kecil personel militer, baik yang masih aktif dan sudah purnawirawan yang tak puas dengan keadaan, toh iklim demokratisasi memungkinkan mereka untuk mengungkapkan aspirasi, atau bahkan melancarkan kritik. Namun, secara politik relatif mereka tak lagi "bergigi." Bahkan, tidak ada sosok militer yang berpotensi untuk memimpin sebuah "kudeta" seperti yang pernah dilakukan Idi Amin dan Moamar Kadafi di Afrika. Setelah era AH Nasution, M Yusuf dan Benny Moerdany, rasanya tidak ada jenderal yang mempunyai visi besar dan berkharisma di kalangan prajurit. Mungkin, inilah iklim politik di masa rezim Orde Baru ysng tak memungkinnya tampilnya "dua matahari" di bawah langit yang sama. Mungkin pula karena jarak usia Soeharto dengan banyak jenderal setelah era Benny, relatif sangat jauh. Bahkan banyak jenderal kita yang justru berkarir bagus karena berada di lingkungan Presiden Soerharto. Beda dengan para perwira seperti Hasan Saleh, Maludin Simbolon yang pernah angkat senjata bersama PRRI dan DI-TII, serta beberapa perwira lain dalam kasus Permesta dan RMS. Mungkin ada analisis dengan kemungkinan kecil, bahwa militer bisa saja memainkan "peran politik", entah berupa "kudeta" atau mungkin sejenis pemulihan keadaan dalam bahasa yang lebih sopan. Hal itu terjadi bila pemerintahan sipil gagal dalam menjawab aspirasi dan kehendak rakyat. Logikanya, kira-kira, "peran poilitik militer" itu adalah atas permintaan rakyat. Tapi analisis ini pun tak realistis. Karena kudeta, seperti halnya revolusi, selalu membutuhkan syarat-syarat subjektif dan objektif. Mungkin, bayang-bayang syarat objektif, seperti beberapa kebijakan pemerintah yang mengecewakan, katakanlah langkah untuk mengatasi akibat kenaikan harga BBM. Bisa ditambah lagi dengan masalah kemiskinan, lapangan kerja yang sempit, dan pengangguran yang semakin merajalela. Namun, syarat subjektif, yakni faktor internal, katakanlah siapa figur yang mempunyai kapasitas mengambil alih keadaan di kalangan militer, nampaknya tidak ada, dan semoga tidak pernah ada. Misalkan ada yang mencoba-coba, tapi harus diingat bahwa sebuah junta militer haruslah punya basis dukungan yang luas, baik di kalangan tentara maupun rakyat. Harus juga didukung oleh kaum kapitalis yang punya duit. Memang militer bisa bangkit bila ada kekuatan ekstrim yang hendak berbuat makar, misalnya atas nama agama tentu atau ide komunisme. Tapi faktor ini sangat-sangat tipis, bahkan tidak ada bila mengingat gerakan sejenis di masa lalu selalu gagal, dan terbukti komunis misalnya malah tak lagi laku di Cina dan Rusia. Jangan lupa, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun berasal dari kalangan militer dan logis punya dukungan dan basis yang kuat. Lagi pula umumnya orang lebih suka ikut bersama "kapal yang berlayar" daripada hanya menonton di dermaga. Wapres Jusuf Kalla juga seorang mantan pebisnis, bersama Aburizal Bakrie yang duduk di pemerintahan, sehingga membuat banyak pebinis berpikir pragmatis. Idolakan Militer Nampaknya yang perlu dikontrol bukan militer. Melainkan sipil. TNI toh sudah back to basic dan hanya menghadapi musuh dari luar, bahkan termasuk memadamkan siapapun yang berniat melakukan kudeta. Tokoh sipil haruslah dihambat, atau jangan lagi mau "main mata" dengan militer untuk tujuan politik. Tegasnya, tak lagi menjadikan militer sebagai instrumen politik seperti pernah terjadi di masa silam. Memang, dalam riil politik, suka terdengar wacana bahwa siapa yang ingin eksis di panggung politik, hendaklah berbaik-baik dengan tentara. Nah, inilah yang di masa lalu membuat militer bagaikan pengantin, yang menunggu dilamar secara politik. Kira-kira, buat apa kudeta, yang nanti akan dibenci rakyat dan dunia internasional. Lebih baiklah menunggu "pinangan" sehingga kelak diikat dalam akad politik. Masyarakat kita pun tak disangkal masih menyukai sosok tentara, atau mantan tentara di panggung politik. Kemenangan Presiden Susilo pada Pemilu 2004 lalu menjadi bukti. Termasuk kalahnya politikus senior Akbar Tandjung dalam konvensi Calon Presiden Golkar oleh Jenderal Purnawirawan Wiranto. Mungkin inilah sisa kultur politik Orde Baru. Apalagi setelah era reformasi 1998, ternyata pemerintahan sipil tak mampu membuat perubahan yang menggembirakan rakyat. Padahal, dengan kondisi Indonesia yang rusak, siapa yang bisa menyelesaikannya dalam tempo lima-enam tahun. Terbukti ketika kini pun Susilo yang mantan militer itu menjadi Presiden, toh keadaan belum berubah drastis. Strategi lama tersebut mengingatkan kita kepada manuver politik Soerjadi dan John Naro yang mendekati militer dan kekuasaan sehingga bisa eksis, meski untuk sementara, karena kemudian bisa berubah jika kepentingan politik bergeser. Jika politik seperti itu diteruskan, maka social change tidak akan pernah terjadi, dan akan selalu merupakan situasi yang kondusif bagi militer untuk kembali ke peran politik. Toh militer sudah berpengalaman selama 32 tahun Orde Baru dijadikan sebagai instrumen politik. Kini benih itu belum hilang 100 persen dan masih ada residunya. Bisa saja tampilannya lebih halus, tapi barangkali naluri politik itu belum sepenuhnya padam, khususnya, mungkin bagi yang sudah purnawirawan. Karena itu militer harus mereformasi diri secara tuntas dan meninggalkan manuver atan gaya "pengantin" dimaksud. Namun kaum sipil, khususnya politisi haruslah percaya diri, dan tak lagi perlu doping politik dari kalangan tentara, atau mantan tentara. Jika kembali ke pokok soal, mungkin spekulasi bisnis rada mungkin. Maklum, TNI sendiri sudah terlatih berbisnis di masa Orde Baru. Bahkan secara khusus selama ini pembelian keperluan militer yang formal sekalipun tidak selalu melalui Departemen Pertahanan. Contohnya adalah pembelian empat unit helikopter MI-17 dari Rusia pada 19 Desember 2002 lalu. Meskipun uang muka sebesar 15 persen setara 3,2 juta dólar AS sudah diberikan, namun hingga sekarang, tahun 2006, heli dimaksud tak kunjung datang. Bahkan sekarang sudah menjadi urusan Kejaksaan Agung karena dinilai mengandung korupsi. Konon ada mark up sampai 4 juta olar AS, karena proses pembeliannya melalui mata rantai yang panjang, bahkan melibatkan sebuah perusahaan nasional, dan dua perusahan yang berbasis di Singapura dan Malaysia. Memang, urusan bisnis selalu mengejar rente. Toh, ini hanya sebuah analisis. Marilah kita tunggu hasil penyelidikan dan investigasi yang dilakukan Pus Pom TNI. Panglima TNI pun telah berjanji akan mengusut kasus ini sampai tuntas, bahkan sekalipun jika melibatkan jenderal, baik yang aktif maupun purnawirawan.*** Bersihar Lubis, wartawan senior, tinggal di Jakarta. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **