[nasional_list] [ppiindia] Indonesia Inc"(Bersatu Padu)

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 19 Feb 2006 23:17:51 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0602/20/utama/2449201.htm

 
"Indonesia Inc"(Bersatu Padu) 


Faisal Basri



Nasib industri manufaktur kita sedang di ujung tanduk. Pertumbuhan sektor ini 
selama tahun 2005 terus melorot. Pada triwulan pertama tahun 2005 industri 
manufaktur sebetulnya masih cukup perkasa dan sangat menjanjikan, sebagai ujung 
tombak pemulihan ekonomi tatkala mencatat pertumbuhan di atas tujuh persen. 
Namun, pada tiga triwulan selanjutnya melemah, menjadi 6,7 persen pada triwulan 
II, lalu 5,6 persen pada triwulan III, dan hanya 2,9 persen pada triwulan IV.

Anjloknya pertumbuhan industri manufaktur terjadi setelah kenaikan harga bahan 
bakar minyak (BBM), yang mulai berlaku tanggal 1 Oktober 2005. Kemerosotan yang 
berlanjut inilah yang menyebabkan sektor industri manufaktur hanya tumbuh 4,6 
persen sepanjang tahun 2005.

Kita patut mewaspadai kecenderungan yang tak menggembirakan ini karena dua 
alasan. Pertama, pertumbuhan sektor industri manufaktur pada tahun 2005 lebih 
rendah daripada pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang 5,6 persen. Di 
negara-negara yang sedang dalam proses berindustri (industrializing) seperti 
Indonesia, umumnya ditemukan pola pertumbuhan industri manufaktur yang lebih 
tinggi ketimbang pertumbuhan PDB. Jika terjadi sebaliknya, kelangsungan 
industrialisasi akan terganggu sehingga menghambat gerak maju perekonomian.

Kedua, mengingat porsi sektor industri manufaktur hampir mencapai sepertiga 
dari PDB, maka pelemahan sektor ini akan berdampak cukup signifikan terhadap 
pertumbuhan PDB dan berbagai aspek dalam perekonomian, seperti penyerapan 
tenaga kerja dan penerimaan devisa dari ekspor.

Jenis-jenis industri manufaktur yang pada tahun 2005 paling terpukul adalah 
produk-produk kayu dan hasil hutan serta besi dan baja. Kedua sektor ini 
mengalami kemerosotan produksi atau pertumbuhan negatif. Sementara itu, 
setidaknya ada tiga jenis industri yang pertumbuhannya rendah atau lebih kecil 
daripada pertumbuhan rata-rata industri, yakni industri makanan dan minuman; 
industri tekstil, kulit, dan alas kaki; serta industri kertas dan percetakan. 
Industri yang menikmati pertumbuhan tinggi adalah industri alat transpor, 
pupuk, dan semen.

Dari gambaran di atas tampak bahwa yang mengalami pertumbuhan negatif dan 
pertumbuhan rendah adalah industri-industri yang lebih sensitif terhadap 
kenaikan harga BBM. Industri-industri tersebut juga pada umumnya tidak efisien, 
dalam arti nisbah input terhadap output relatif tinggi (di atas 50 persen). 
Dihadapkan pada kedua karakteristik ini, industri-industri tersebut tidak 
memiliki keleluasaan berjibaku atau bermanuver jika terjadi kenaikan tambahan 
pada komponen biaya lainnya.

Kemampuan bermanuver semakin sempit mengingat industri-industri itu berhadapan 
dengan struktur pasar kompetitif. Karena itu, tekanan kenaikan biaya tak bisa 
dikompensasikan dengan cara menaikkan harga karena ketatnya persaingan, baik 
dari produsen dalam negeri maupun produsen luar negeri. Tekanan serupa tak 
dialami oleh industri-industri yang melaju kencang, seperti industri semen dan 
industri pupuk yang jumlah pesaingnya sangat sedikit.

Pergeseran struktur

Kita menyadari bahwa perubahan lingkungan internal (dalam negeri) maupun 
eksternal (luar negeri) mau tak mau akan menyebabkan terjadinya pergeseran 
struktur di dalam sektor industri itu sendiri. Jenis-jenis industri yang tak 
efisien, karena tak didukung faktor keunggulan komparatif, lambat laun akan 
menjadi industri senja (sunset). Sementara itu, jenis-jenis industri yang 
ditopang karunia sumber (faktor endowment) dan keunggulan komparatif yang kokoh 
akan memiliki potensi untuk menghimpun energi lebih banyak sehingga bisa 
menyeruak dari berbagai macam impitan.

Sampai batas-batas tertentu, ruang gerak bagi terjadinya proses perubahan 
struktur di dalam industri (intra-industri) bisa dibiarkan berlangsung secara 
alamiah asalkan dalam rangka menumbuhkan struktur industri yang lebih kokoh dan 
berdaya saing tinggi. Pemerintah tak perlu campur tangan dengan mengeluarkan 
seperangkat kebijakan industrial maupun kebijakan ekonomi untuk mengatrol 
kinerja suatu industri yang sedang lunglai karena memang tak punya pijakan 
kuat. Apalagi kalau kebijakan-pemerintah-"memilih pemenang" (picking the 
winner) menyebabkan industri-industri lainnya terdesak.

Untuk menjamin mekanisme pasar bisa diandalkan dalam rangka melakukan seleksi 
alamiah, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa sejumlah prasyarat terpenuhi. 
Pertama, tak ada rintangan yang berasal dari kebijakan pemerintah. Misalnya, 
struktur tarif yang tidak harmonis sehingga mematikan industri dalam negeri 
karena mengalami tingkat proteksi efektif yang negatif. Hal ini bisa terjadi 
karena bea masuk untuk bahan baku lebih tinggi ketimbang bea masuk untuk barang 
jadinya.

Pemerintah memang mulai melakukan harmonisasi tarif bea masuk. Namun, tampaknya 
masih ditemukan banyak tumpang tindih atau ketidaksinkronan akibat pemberian 
konsesi yang berbeda-beda antara perjanjian di bawah kerangka multilateral, 
regional, dan bilateral. Ketidaksinkronan ini merupakan salah satu penyebab 
makin banyak pengusaha merelokasikan pabriknya ke luar negeri, atau beralih 
dari produsen menjadi importir-pedagang.

Kedua, kebijakan-kebijakan yang kontradiktif di antara kementerian yang 
berbeda. Bahkan Menteri Perindustrian mengeluhkan kenyataan terjadinya 
perbedaan perspektif antara Departemen Pertanian dan Departemen Perindustrian 
dalam memajukan sektor riil. Ia mencontohkan kontradiksi yang terjadi dalam 
perlakuan terhadap komoditas biji kakao. Di satu pihak, Departemen 
Perindustrian menekankan pada pemanfaatan komoditas biji kakao sebagai bahan 
baku bagi industri cokelat. Di lain pihak, Departemen Pertanian lebih 
memprioritaskan pengembangan komoditas kakao untuk ekspor. Akibat perbedaan 
cara pandang ini, ada penerapan kebijakan fiskal yang kontradiktif (The Jakarta 
Post, 16 Februari 2006).

Apa pun alasannya, praktik demikian tak sepatutnya terjadi. Namun, agaknya 
kurang bijak pula kalau kita mengambil kesimpulan bahwa industri pengolahan 
cokelat secara otomatis akan berkembang pesat seandainya pemerintah mengenakan 
pajak ekspor yang tinggi terhadap komoditas kakao, atau membebaskan pajak 
pertambahan nilai atas komoditas kakao yang digunakan sebagai bahan baku 
industri pengolahan cokelat.

Pengusaha tentu saja akan tergiur menikmati harga produk olahan yang mencapai 
4.500 dollar AS per ton ketimbang mengekspor cokelat mentah yang belum diolah 
yang harganya cuma 1.100 dollar AS. Hampir bisa dipastikan bahwa pengusaha 
kurang antusias mengolah kakao karena sedemikian banyak rintangan dalam 
mendirikan dan mengoperasikan pabrik pengolahan cokelat.

Negara dan pasar

Saatnya pemerintah berlapang dada mengakui kesalahan-kesalahan yang selama ini 
dilakukannya. Namun, lebih penting lagi adalah merapikan segala sesuatu yang 
masih karut-marut, menyatukan cara pandang sehingga padu dalam segala langkah 
dan gerak, serta menyingkirkan segala hambatan dan rintangan untuk 
mendinamiskan sektor riil. Tidak pada tempatnya untuk saling menyalahkan, 
bahkan saling menghardik dan mengancam.

Seluruh kekuatan harus bersatu padu mewujudkan Indonesia Inkorporasi. Langkah 
pertama adalah menempatkan peran negara dan peran pasar secara proporsional. 
Lebih mengedepankan mekanisme pasar dalam menggerakkan roda perekonomian tak 
berarti menempatkan negara dalam posisi yang semakin lemah.

Perbedaan konsep tentang peran pasar dan peran negara masih kerap terjadi. 
Dalam kasus kebijakan tentang tarif dasar listrik (TDL), misalnya, tak 
sepatutnya pemerintah membiarkan PT PLN dan kalangan konsumen industri atau 
usaha melakukan negosiasi berdasarkan pendekatan business to business, karena 
bagaimanapun posisi PLN sebagai monopolis tak memungkinkan terjadinya kekuatan 
tawar menawar yang bersifat simetris.


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Indonesia Inc"(Bersatu Padu)