** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REFLEKSI : Tentunya perwira-perwira tinggi TNI kleptokratik kuatir kalau para prajurit bergabung bersama warga sipil dalam tuntutan-tuntutan perbaikan hidup dan tidak memberi mendukung perwira-perwira tsb terus bercokol dalam herarki kebobrokan kekuasaan negara yang memiskin negara dan rakyat. http://www.suarapembaruan.com/News/2006/02/20/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Hak Memilih bagi Anggota TNI dan Polri, Siapa Takut? PADA Pemilu 2004 lalu, anggota TNI dan Polri sebenarnya sudah memperoleh hak untuk memilih. Hak itu secara implisit terlihat dalam ketentuan Pasal 13 dan 14 UU No 12/2003 tentang Pemilu. Kedua pasal itu berada dalam bab tersendiri, yakni di Bab III dengan judul Hak Memilih. Di situ disebutkan pada pasal 13, Warga Negara RI yang pada hari pemungutan suara sudah berusia 17 tahun atau sudah/pernah kawin, mempunyai hak memilih. Kemudian di pasal 14 diatur tentang syarat-syarat seluruh warga negara Indonesia untuk memiliki hak memilih, di antaranya tidak terganggu jiwanya/ingatannya, tidak sedang dicabut hak pilihnya. Lalu mengapa ketika itu anggota TNI dan Polri belum menggunakan hak memilihnya? Itu dikarenakan ada ketentuan peralihan pasal 145 bab XVI yang berbunyi, Dalam Pemilu 2004, anggota TNI dan anggota Polri tidak menggunakan hak memilihnya. Argumentasi kuat Panitia Khusus (Pansus) DPR yang menyusun UU itu adalah, Pemilu 2004 adalah masa transisi kedua, setelah masa transisi pertama, Pemilu 1999. Artinya, secara singkat, anggota TNI dan anggota Polri dianggap belum siap menggunakan hak memilihnya, dengan kekhawatiran mengganggu demokrasi yang masih muda belia. Soal benar tidaknya memang tidak pernah diketahui karena memang belum ada bukti. Kalau hari-hari ini muncul wacana kapan tepatnya hak me- milih bagi anggota TNI dan Polri, hal itu dipicu pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika melantik Marsekal Djoko Suyanto menjadi Panglima TNI pekan lalu. Ketika itu Presiden Yudhoyono mengingatkan TNI agar tidak tergoda untuk terjun ke politik praktis dan menjaga profesionalismenya. Apalagi ketika "musim" pilkada datang, Presiden khawatir, kekuatan TNI dan Polri bisa disalahgunakan. Dalam UU No 32/2004 juga ditentukan, anggota TNI dan Polri tidak menggunakan hak memilihnya dalam pilkada, "sepanjang belum diatur dalam undang-undang." (Pasal 230 Bab XIV Ketentuan Lain-lain). Menarik pendapat pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ichlasul Amal dalam wawancara dengan Radio Republik Indonesia (RRI), Sabtu (18/2) malam. Mantan rektor UGM itu berpendapat, sudah sepantasnya anggota TNI dan Polri sebagai warga negara Indonesia memperoleh hak politiknya pada Pemilu 2009. Pendapat sebagian besar pengamat dan parpol bahwa pada Pemilu 2009 belum waktunya dan lebih tepat pada Pemilu 2014, dianggap Ichlasul berlebihan. "Justru yang lebih berbahaya itu birokrasi dibanding TNI dan Polri," katanya. Maksudnya, selama ini birokrasi (baca: PNS) justru yang sering dijadikan mesin politik oleh parpol tertentu. Di masa Orde Baru, PNS memang menjadi mesin politik paling efektif bagi Golkar yang ketika itu mengaku orsospol, bukan parpol. Apalagi dari segi jumlah, PNS memang lebih dari 10 juta orang, sedangkan anggota TNI dan Polri, tidak lebih dari 800 ribu orang. Harus diakui, kekhawatiran bukan hanya dari segi jumlah, melainkan senjata yang disandang anggota TNI dan Polri. Garis komando yang menjadi "bahasa" bagi TNI dan Polri itulah yang lebih merisaukan, seperti halnya juga terjadi di birokrasi meski tidak ketat. Tidak mengherankan begitu muncul pendapat sebagian kalangan bahwa hak memilih bagi anggota TNI dan Polri sudah waktunya diberikan pada Pemilu 2009, sebagian kalangan lain menilai belum waktunya. Maka pertanyaan menariknya adalah, siapakah yang sebenarnya belum siap? Parpol atau anggota TNI dan anggota Polri, termasuk institusi TNI dan Polri di dalamnya? Rakyat, yang tidak pernah ditanya apakah siap atau tidak, justru diam sebagaimana biasanya. Padahal merekalah yang sebenarnya paling berhak bersuara, karena rakyat inilah pemilik sah kedaulatan. Parpol di sisi lain, paling tidak sebagian, justru yang paling khawatir. Tentu ini dimaklumi, terutama kalau nantinya para serdadu dan kaum bhayangkara negara ini disalahgunakan oleh penguasa atau pada Pemilu 2004 dikenal luas dengan sebutan incumbent. Ketika itu, seperti mengulang masa Orde Baru, incumbent juga mencoba-coba menggunakan kekuatan Polri untuk memenangkan Pilpres 2004 dan terungkap ketika "imbauan" Kapolwil Banyumas terekam dalam video yang sempat menghebohkan. Bukan tak mungkin kejadian-kejadian yang sepenuhnya disengaja terulang lagi di Pemilu 2009 nanti atau di masa mendatang. Namun semua itu sebenarnya bukan alasan untuk mencegah hak memilih bagi anggota TNI dan anggota Polri yang notabene warga negara Indonesia. Kalau itu yang terus dikhawatirkan, haqul yakin menjelang Pemilu 2014 nanti akan muncul lagi wacana bahwa anggota TNI dan anggota Polri belum siap memperoleh hak memilih. Kalau begitu, mengapa tidak selamanya saja hak memilih itu dihapus, agar tidak terus berwacana dan berpolemik. Apalagi kalau dasarnya adalah kekhawatiran pengalaman masa lalu. Padahal di masa lalu pun tidak sepenuhnya kelam, Ingat saja Pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Ketika itu bahkan ada parpol yang konstituennya adalah anggota TNI dan atau anggota Polri. Toh tidak membuat Pemilu menjadi berdarah-darah dan malah paling demokratis dibanding pemilu selama Orba. Kalau urusan curang, khawatir menimbulkan pemaksaan atau mobilitas, buktinya di Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 yang keduanya tidak diikuti anggota TNI dan Polri sebagai pemilih, tetap saja ada. Bahkan tak kalah buruknya dibanding apa yang dilakukan rezim Orba. Artinya, kunci dari semuanya adalah kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi, di samping semuanya saling mengawasi dan menjaga. Lebih dari itu adalah sikap kenegarawanan kita semua, lebih khusus para pemimpin politiknya. Maka agak melegakan di tengah wacana kapan anggota TNI dan Polri memperoleh hak memilih, para elite TNI dan Polri tidak banyak menambah polemik dan menyerahkan semuanya pada elite politik sipil. Tentunya elite politik sipil (meski sudah bukan waktunya lagi ada dikotomi sipil-militer) juga bijak menyikapi hal ini. Mudah-mudahan. PEMBARUAN/YW NUGROHO Last modified: 20/2/06 [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **