** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum ** Harian Komentar 28/2/2005 Dilema Ujian Nasional Oleh: Vicky H Lontoh PENDIDIKAN merupakan salah satu proses pendewasaan. Masyarakat berharap melalui pendidikan menjadikan kehidupan lebih baik. Berbagai cara dilakukan dalam proses belajar -mengajar agar mendapatkan hasil yang optimal, mulai dari penyusunan program sampai evaluasi dan perbaikan serta pengayaan. Model pembelajaran semacam itu tidak lagi asing bagi guru. Masyarakat atau pengguna dari hasil pendidikan umumnya hanya melihat dari satu sisi bahwa keberhasilan pendidikan ditentukan oleh hasil ujian akhir nasional. Padahal jika dikaji lebih lanjut, hampir sebagian besar materi ujian nasional hanya mengevaluasi aspek kognitif. Apabila penilaian siswa hanya dilakukan sesaat pada waktu menempuh ujian, apakah ini bisa mewakili keberhasilan siswa secara keseluruhan. Terlepas apakah ujian itu bisa mewakili secara keseluruhan atau sebagian bagi penilaian siswa, yang menjadi permasalahan sekarang adalah apakah ujian akhir nasional itu perlu dilaksanakan atau tidak. Siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tersebut. Berdasarkan sejarah, penilaian pada akhir jenjang pendidikan selalu dilakukan dengan ujian akhir, baik bersifat nasional atau lokal. Dari hasil ujian tersebut siswa ditentukan bisa lulus atau tidak, bahkan bisa untuk melanjutkan atau tidak. Masyarakat memandang bukan masalah ujian nasional atau lokal, tapi lebih banyak berharap bagaimana pendidikan bisa membawa putra-putrinya menjembatani kehidupan masa datang. Tidak sedikit orang tua masih mempercayakan anaknya kepada negara khususnya Departermen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk mendidik dan mengantarkan masa depan. Banyak cara dilakukan oleh Depdiknas menyelenggarakan ujian nasional, termasuk yang terakhir kali akan diadakan ujian nasional tahun 2005 dengan biaya kurang lebih Rp 267 miliar. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Bab I Pasal 1 ayat 21 disebutkan, evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Ketentuan umum ini dapat diinterpretasikan berbeda-beda, sehingga dapat menimbulkan persepsi yang berbeda pula. Hanya saja dalam menerjemahkannya perlu memperhatikan secara luas dampak positif dan negatifnya demi kepentingan umum, Apakah hasil ujian nasional ini selain untuk pengendalian mutu pendidikan secara nasional, masih ada manfaat yang bisa diperoleh bagi masyarakat. Andaikata pengendalian mutu pendidikan dijadikan alasan utama dalam penyelenggaraan ujian nasional, sekarang bagaimana pengendalian mutu untuk pendidikan dasar terutama di SD/MI, dan jenjang pendidikan tinggi. Padahal saat ini sudah tidak ada lagi ujian nasional di tingkat pendidikan dasar yaitu SD/MI dan pendidikan tinggi. Walaupun demikian mutu pendidikan di SD/MI dan pendidikan tinggi juga tidak pernah ada masalah. Tetapi mengapa justru di SMP dan SLTA masih dipertahankan adanya ujian nasional. Hal ini didukung Pasal 57 ayat 1 Bab XVI mengenai evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Apabila dikaji lebih lanjut maka akan menjadi lebih sempurna jika dihubungkan dengan ayat 2 Pasal 57 UU Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan. Dalam kenyataan yang ada ujian nasional hanya diselenggarakan di tingkat SMP/MTs dan SLTA. Pasal-pasal tersebut memang bisa dijadikan pedoman bagi penentu kebijakan dalam penyelenggaraan ujian yang diselenggarakan secara nasional, tetapi Pasal 57 ini bisa diantisipasi dengan menggunakan Pasal 58 ayat 1 dan 2 UU Sisdiknas. Dalam Pasal 58 ayat 1 berbunyi : evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Cukup jelas kiranya yang mempunyai kewenangan melakukan evaluasi hasil pendidikan adalah pendidik, dimana yang mengetahui secara keseluruhan dan secara berkesinambungan dalam proses belajar - mengajar adalah pendidik. Andaikata Pasal 58 ini dijadikan pedoman penyelenggaraan ujian, maka dalam pengendalian mutu akan lebih bagus jika pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional menyiapkan kisi-kisi yang dapat digunakan diseluruh Indonesia, sehingga pendidik sangat mudah menyusun soal dengan kisi-kisi tersebut yang standarnya sama secara nasional. Berikan kepercayaan penuh kepada pendidik, agar lebih mampu dan merasa ikut memiliki dalam penyelenggaraan ujian, jangan justru sebaliknya selalu dicurigai, krisis kepercayaan dan tidak mempunyai kewenangan dalam kegiatan ujian nasional. Ujian nasional sebenarnya bukan satu-satunya alat untuk meningkatkan mutu pendidikan, tetapi justru jangan sampai dengan adanya ujian nasional malah menghambur-hamburkan uang negara yang sebenarnya bisa digunakan untuk kepentingan lain. Keberhasilan suatu satuan pendidikan hendaknya tidak hanya diukur dari hasil ujian nasional saja. Masih banyak faktor yang bisa mempengaruhi prestasi seorang siswa dalam bidang pendidikan termasuk di dalamnya bidang seni, olahraga, budaya dan sebagainya. Andaikata ada seorang siswa yang pernah menjuarai bidang olahraga tingkat nasional, tetapi siswa tersebut lemah dalam bidang akademis, apakah siswa tersebut harus tidak lulus? Padahal hampir sebagian besar siswa yang mempunyai prestasi di bidang olah raga, seni maupun budaya prestasi akademisnya lemah. Sangat disayangkan apabila dalam penentuan kelulusan hanya dipengaruhi oleh faktor akademis saja, karena nantinya setelah hidup dalam masyarakat keahlian seseorang akan menentukan bagaimana menghadapi dinamika persaingan kehidupan yang sangat ketat, untuk bisa bertahan menghadapi tantangan masa yang akan datang. Perlukah bidang olahraga, seni dan budaya juga ikut dipertimbangkan untuk ikut menentukan kelulusan bagi siswa yang mempunyai prestasi, kalau memang ujian nasional masih harus dipaksakan dilaksanakan pada tahun 2005. Ini merupakan tantangan bagi Depdiknas yang selama ini belum pernah mempertimbangkan kelulusan siswa dengan memperhatikan prestasi di luar jenjang akademis, sehingga banyak siswa yang putus asa karena tidak lulus walaupun pernah menjadi juara nasional sekali pun. Padahal dalam struktur program pembelajaran kurikulum yang berlaku masih tercantum mata pelajaran pendidikan jasmani, kesenian dan sebagainya. Dalam proses kegiatan belajar - mengajar pun setiap guru pasti ingin siswanya mempunyai prestasi yang setinggi-tingginya. Apa artinya sebuah prestasi kalau tidak lulus ujian nasional. Batas Kelulusan Batas standar nilai kelulusan direncanakan 4,25, perlu ditinjau kembali. Coba dilihat kembali hasil ujian nasional tahun-tahun sebelumnya. Untuk mencapai angka batas 4,01 saja berdasarkan standar lulusan tahun 2004, berapa siswa yang harus dikorbankan untuk tidak lulus ujian. Itu pun sudah melalui proses penilaian model konversi. Apakah ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang sia-sia, sehingga membuat siswa yang seharusnya tidak lulus menjadi lulus. Masih banyak sekolah yang siswanya belum mampu mencapai batas nilai standar kelulusan, apalagi untuk mencapai nilai lebih dari 4,25. Jika beralasan untuk meningkatkan kompetensi guru, kemungkinan sekarang ini hampir sebagian besar guru sudah mencoba untuk dapat meningkatkan prestasi hasil belajar siswanya secara maksimal. Tetapi bagaimana input, fasilitas yang dimiliki, lingkungan dan sebagainya yang sangat membantu ikut menentukan keberhasilan siswa. Belum lagi dengan adanya batasan lulusan yang harus mencapai lebih dari 4,25; apakah ini nantinya bukan justru menimbulkan kegiatan belajar - mengajar menjadi semacam bimbingan belajar? Ujian Ulangan Dengan batas standar kelulusan 4,25, Depdiknas memberikan peluang kepada siswa yang belum siap menghadapi ujian atau yang belum lulus ujian tahap pertama, untuk mengikuti ujian tahap kedua yang direncanakan bulan Oktober 2005. Ujian nasional periode kedua ini apa justru tidak menimbulkan masalah bagi sekolah penyelenggara pendidikan. Proses pelaksanaan perlu dipertimbangkan lebih lanjut, sebab andaikata ada siswa yang belum siap atau tidak lulus ujian, kemudian harus menunggu sampai dengan bulan Oktober, apakah siswa tersebut masih diperbolehkan mengikuti proses belajar, atau menunggu di rumah. Bagaimana dengan jumlah kelas yang sudah ada andaikata yang menunggu tadi harus mengikuti proses belajar, sementara kelas yang ada sudah diisi oleh adik kelas berikutnya. Seandainya siswa tersebut berada di rumah apakah pasti bisa menjamin siswa tersebut belajar atau bahkan sebaliknya justru bermain saja karena pada umumnya bagi siswa yang berkemampuan kurang akan lebih senang bermain dari pada belajar. Belum lagi bagaimana pendataannya apabila siswa sudah tidak lagi mengikuti belajar di sekolahnya. Siswa usia sekolah SMP/MTs maupun SMA belum mempunyai tanggung jawab yang tinggi, seperti mahasiswa di perguruan tinggi. Siswa masih perlu pengarahan baik dari orang tua maupun sekolah. Misalnya siswa tersebut lulus ujian nasional periode kedua bulan Oktober, bagaimana dengan kesiapan sekolah selanjutnya apabila siswa tersebut ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Apakah ada sekolah yang masih bisa menerima siswa baru yang lulus periode kedua, atau akan muncul peraturan baru tentang penerimaan siswa baru. Ini semua perlu dipertimbangkan masak-masak sebelum rencana tersebut dilaksanakan, agar masyarakat tidak menjadi semaki bertanya-tanya. Kalau memang sekiranya ujian nasional hanya beralasan untuk pengendalian mutu, apa tidak ada cara lain yang lebih bagus, tanpa harus mengorbankan siswa dengan standar kelulusan, misalnya saja dengan tes standar kompetensi siswa, seperti yang dilaksanakan pada saat tes standar kompetensi guru belum lama ini. Atau dengan menyediakan kisi-kisi yang berstandar nasional dan menyerahkan kepada sekolah penyelenggara untuk menyusun perangkat soalnya masing-masing. Masih banyak cara yang bisa digunakan untuk mengetahui dan meningkatkan mutu pendidikan tanpa harus mengorbankan siswa dengan tidak lulus atau menunda ujian.(*) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **