[nasional_list] [ppiindia] Berdayakan Undang Undang Pers untuk Mengadili Delik Pers

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 10 Feb 2006 00:46:56 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.suarapembaruan.com/News/2006/02/09/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Berdayakan Undang Undang Pers untuk Mengadili Delik Pers
 

Binsar Gultom 

PERS sebagai alat kontrol sosial untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan 
kekuasaan (abuse of power) seharusnya dapat bekerja secara profesional sesuai 
kode etik jurnalistik. Ingatlah, fungsi pers sebagaimana diatur dalam pasal 5 
UU Pers No 40 Tahun 1999, mengatakan bahwa: (1) Pers Nasional berkewajiban 
memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa 
kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah, (2) Pers wajib melayani 
Hak Jawab, (3) Pers wajib melayani Hak Koreksi. 

Berdasarkan ketentuan tersebut, pers nasional dalam menyiarkan informasi 
dilarang keras membuat opini atau menyimpulkan kesalahan seseorang, terlebih 
jika kasus yang diliput itu masih dalam proses peradilan. Penyiaran informasi 
itu harus berimbang dari sumber berita pihak terkait dan sesuai dengan fakta 
yang terungkap di lapangan. 

Konsekuensi pelanggaran ketentuan tersebut akan berdampak, selain merugikan hak 
asasi orang lain juga merusak nama baik perusahaan pers tersebut. Jika hak 
orang lain dilanggar, orang yang dirugikan itu bisa dendam atau berdampak 
negatif terhadap pers. Nah, inilah salah satu penyebab mengapa sering terjadi 
kekerasan terhadap pers. 

Terkecuali, ketika pers meliput berita aktual pihak terkait mencoba 
menghalang-halangi pemberitaan pers bahkan sampai mengancam pers, karena takut 
terbongkar skandal yang diperbuat, sesuai pasal 18 ayat (1) UU Pers, seseorang 
yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindak- an berakibat 
menghambat pelaksanaan Pasal 4 ayat (2) dan (3) yaitu melakukan penyensoran, 
pemberedel- an atau pelarangan penyiaran serta membatasi kemerdekaan pers, 
mencari, memperoleh dan menyampaikan gagasan dan informasi, dipi- dana paling 
lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta. 

Dewasa ini, saat gencarnya pemerintah memberantas berbagai praktik korupsi, 
kolusi, nepotisme (KKN) di berbagai instansi pemerintah maupun swasta, 
kehadiran pers sangat dibutuhkan untuk menginformasikan berita yang benar, 
jujur dan adil. Namun, dalam prak- tiknya, pers sering memojokkan kesalahan 
seseorang, yang sebenarnya belum tentu bersalah. 

Terkadang ada kesan bahwa pers mempunyai kepentingan dengan suatu pemberitaan, 
akhirnya yang bersangkutan dianggap publik bersalah. Ini merupakan pelanggaran 
hukum "asas praduga tak bersalah" seperti diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU 
Pers. Padahal, seseorang itu baru dianggap terbukti bersalah, jika telah 
divonis bersalah oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap 
(incrach van gewijde). 

Terjadinya sengketa pers, biasanya karena pemberitaan pers melukai perasaan 
orang lain. Sekalipun redaksi bertanggung jawab dan berhak memuat suatu berita, 
ada kesan bahwa pers mempunyai kepentingan dengan suatu pemberitaan, hingga 
memeti-eskan suatu tanggapan berita. Ketika diadakan hak jawab atau hak 
koreksi, pihak pers tak berkenan melayaninya. 

Mestinya, jika ada pihak terkait menanggapi suatu pemberitaan, penulis meminta 
pers terbuka, menerima dan memuat beritanya, sekaligus meminta maaf seperti 
yang pernah dilakukan oleh Pemimpin Redaksi (Pemred) surat kabar Sinar 
Indonesia Baru (SIB) Dr GM Panggabean mengenai "karikatur nasib suar-sair" dan 
permintaan maaf Pemred surat kabar Denmark Jyllands-Posten: Carsten Juste, 
Senin (30/1) atas penerbitan kartun Nabi Muhammad yang memancing kemarahan 
muslim di seluruh dunia, sehingga persoalan demikian tak perlu diselesaikan 
secara pro-yustisia hingga ke pengadilan. Cukuplah diselesaikan lewat 
klarifikasi pemberitaan sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (2) dan (3) UU 
Pers. 

Akan tetapi, jika perusahaan pers tak mau melayani hak jawab maupun koreksi 
tersebut, pihak yang merasa dirugikan dapat menggugatnya secara perdata 
menggunakan UU Pers, dengan hukuman denda paling banyak Rp 500 juta. Jadi kalau 
ada kasus seperti ini masuk ke pengadilan menggunakan aturan KUHP bahkan 
diputus hakim berdasarkan pasal 310 atau 311 KUHP, aparat penegak hukum yang 
me- nangani kasus ini sangat keliru menggunakan payung hukum KUHP. 

Karena fungsi pengadilan adalah untuk memeriksa, menerima dan mengadili 
perkara, maka solusinya: pertama, setiap perkara yang menyangkut sengketa pers 
yang diajukan oleh penyidik kepolisian dan penuntutan kejaksaan ke pengadilan 
harus memperhatikan secara hati-hati fakta yang terjadi. Jika perbuatan itu 
dilakukan secara langsung menghina seseorang tanpa pemberitaan pers, gunakanlah 
KUHP. Tetapi jika perbuatan penghinaan itu dilakukan secara tidak langsung, 
artinya lewat pemberitaan pers, gunakanlah UU Pers. 

Kedua, jika sengketa pers tersebut tetap diajukan kejaksaan ke pengadilan 
menggunakan Pasal 310 (2) KUHP, hakim sesuai wewenangnya pada pasal 144 Kitab 
Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebelum perkara tersebut disidangkan 
dapat memerintahkan Jaksa Penuntut Umum agar mengganti atau merubah dakwaan 
dari pasal KUHP menjadi pasal yang terdapat didalam UU Pers. 

Ketiga, jika jaksa tak mau mengubah dakwaannya, hemat saya hakim dapat 
membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa (vrijpraak). Persoalannya, 
apakah para hakim mempunyai kepe- kaan perasaan naluri yang sama dalam 
penegakan hukum pers? Seyogyanya, Ketua Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan 
semacam surat edaran atau instruksi Ketua MA kepada seluruh hakim agar satu 
persepsi me- nangani sengketa pers lewat UU Pers. 

Keempat, jika pemerintah tetap mempertahankan delik pers di dalam KUHP, 
kalangan pers dapat mengajukan uji material ke Mahkamah Konstitusi, sehingga 
polemik ganda ketentuan sengketa pers segera tuntas selesai. 

Oleh karena itu, saya minta setelah terbit UU Pers No 40 Tahun 1999 yang 
diundangkan tanggal 23 September 1999, segala delik pers yang berkaitan dengan 
pemidanaannya seperti yang tercantum di dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP harus 
diadopsi dan disempurnakan ke dalam UU Pers, sehingga UU Pers menjadi 
berdaya-guna. 

Jika KUHP selalu digunakan mengadili delik pers, percuma dibentuk UU Pers. 
Menurut asas hukum dan kepastian hukum hal ini sangat berbahaya bagi tercipta- 
nya penegakan hukum, karena ketika hakim menerap- kan aturan KUHP, terpaksa 
mengesampingkan UU Pers sebagai lex specialis dari KUHP. * 


Penulis adalah hakim Pengadilan Negeri di Medan dan hakim HAM pada Pengadilan 
HAM di Jakarta 


Last modified: 9/2/06 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Berdayakan Undang Undang Pers untuk Mengadili Delik Pers