[nasional_list] [ppiindia] BUDAYA SEBAGAI MEDAN PERTARUNGAN KUASA

  • From: "Budhisatwati KUSNI" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Wed, 2 Feb 2005 11:04:07 +0100

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

PENGANTAR:

Untuk menyertai tulisan "Surat Kepada Orang Sekampung" mengenai nasib budaya 
Dayak yang saya tulis menanggap artikel Harian Suara Pembaruan, Jakarta yang 
disusun berdasarkan wawancara dengan Marko Mahin, pengajar pada Sekolah Tinggi 
Teologi GKE Banjarmasin, berikut ini saya sertakan sebuah artikel sebagai 
acuan. 

Yang ingin saya garis bawahi dengan mengacu pada artikel ini adalah 
pertanyaan:Apa hakekat kebudayaan? Mengapa terjadi agresi kebudayaan mendahului 
dan menyertai agresi fisik yang bersifat menjajah dan menaklukkan? Penjajahan 
dan penaklukan bukan hanya dilakukan oleh pihak asing tapi yang asing itu pun 
bisa berasal dari dalam negeri sendiri jika kekuasaan politik kehilangan nilai 
republiken merosot jadi imperium dan sektarisme. Pertanyaan kecil sampingan: 
Benarkah kebudayaan bersifat hiburan belaka dan bisa diperlakukan dengan ringan 
hura-hura? 

Paris, Februari 2005.
JJ.Kusni




BUDAYA SEBAGAI MEDAN PERTARUNGAN KUASA 

Oleh Antariksa


Banyak karya cultural studies memahami komunikasi sebagai tindakan produksi 
makna, dan bagaimana sistem-sistem makna dinegosiasikan oleh pemakainya dalam 
kebudayaan. Kebudayaan bisa pula dimengerti sebagai totalitas tindakan 
komunikasi dan sistem-sistem makna. Posisi seseorang dalam kebudayaan akan 
ditentukan oleh 'kemelek-hurufan budaya' (cultural literacy), yaitu pengetahuan 
akan sistem-sistem makna dan kemampuannya untuk menegosiasikan sistem-sistem 
itu dalam berbagai konteks budaya. 

Pandangan yang melihat komunikasi sebagai sebuah tindakan budaya, yang 
memerlukan berbagai bentuk kemelek-hurufan budaya, sangat dipengaruhi oleh 
pemikiran sosiolog Perancis Pierre Bourdieu. Ide-idenya sangat berguna karena 
ia mengatakan bahwa 'tindakan' (practice) atau apa yang secara aktual dilakukan 
seseorang, merupakan bentukan dari (dan sekaligus respon terhadap) 
aturan-aturan dan konvensi-konvensi budaya. 

Salah satu cara memahami hubungan kebudayaan dengan tindakan adalah mengikuti 
pengandaian Bourdieu tentang perjalanan dan peta. Kebudayaan adalah peta sebuah 
tempat, sekaligus perjalanan menuju tempat itu. Peta adalah aturan dan 
konvensi, sedangkan perjalanan adalah tindakan aktual. Apa yang disebut dengan 
kemelek-hurufan budaya adalah "perasaan" untuk menegosiasikan aturan-aturan 
budaya itu, yang bertujuan untuk memilih jalan kita dalam kebudayaan. Tindakan 
adalah performance dari kemelek-hurufan budaya.

Kemelek-hurufan budaya misalnya dapat dilihat dalam sebuah film Jepang Tampopo, 
dalam adegan ketika sekolompok pebisnis Jepang makan bersama di sebuah restoran 
Perancis yang mahal. Perilaku kelompok dalam budaya bisnis Jepang dikenal 
bersifat sangat hirarkis. Dalam acara makan bersama macam ini, kebiasaan yang 
umum berlaku adalah seseorang yang dianggap superior dalam kelompok akan 
terlebih dulu memesan makanan, kemudian orang lain tinggal mengikutinya saja.

Kebiasaan itu jadi berubah ketika mereka harus "tampil" di sebuah restoran 
Perancis, yang tentu saja menuntut kemelek-hurufan dalam makanan dan anggur 
Perancis. Seseorang yang dianggap pemimpin dalam kelompok ini ternyata buta 
huruf dalam wilayah ini: ia tak mengenal dan tak bisa membayangkan makanan yang 
terdaftar di menu. Ia juga tak tahu bagaimana menyesuaikan jenis anggur dengan 
jenis makanan yang dipilih. Akhirnya ia memesan makanan dan anggur sekenanya. 
Semua anggota kelompok ini, kecuali satu orang saja, sama-sama buta hurufnya 
dan memilih hidangan dengan mengikuti pilihan pemimpinnya. 

Pesanan terakhir dari seorang pebisnis muda, sangat berbeda dengan pesanan 
lainnya. Pesanannya menunjukkan bahwa ia sangat melek huruf dalam makanan dan 
anggur Perancis. Ia tampak tenang mengahadapi menu, membaca dan 
menganalisisnya, dan menunjukkan betapa ia sangat tahu akan semua yang 
dilakukannya. Ia berbicara sebentar dengan pelayan, mengajukan beberapa 
pertanyaan "bermutu", dan akhirnya menjatuhkan pilihan yang sangat "berselera". 
Semua koleganya sangat terkesan dan ini membuka peluang yang lebih baik buat si 
pebisnis muda itu meningkatkan posisinya dalam dunia bisnis.

Lantas bagaimana kemelek-hurufan budaya diterjemahkan ke dalam tindakan 
seseorang? Untuk menjelaskannya, kita memerlukan 3 konsep lagi dari Bourdieu: 
'medan budaya' (cultural field), habitus, dan 'modal budaya' (cultural 
capital). 

Bourdieu mendefinisikan medan budaya sebagai institusi, nilai, kategori, 
perjanjian, dan penamaan yang menyusun sebuah hierarki objektif, yang kemudian 
memproduksi dan memberi "wewenang" pada berbagai bentuk wacana dan aktivitas; 
dan konflik antarkelompok atau antarindividu yang muncul ketika mereka 
bertarung untuk menentukan apa yang dianggap sebagai "modal" dan bagaimana ia 
harus didistribusikan. Yang disebut modal oleh Bourdieu meliputi benda-benda 
material (yang bisa mempunyai nilai simbolis), prestise, status, otoritas, juga 
selera dan pola konsumsi.

Kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam sebuah 'medan' (field), ditentukan oleh 
posisinya dalam medan itu, yang pada gilirannya akan menentukan besarnya 
kepemilikan modal. Kekuasaan itu digunakan untuk menentukan hal-hal macam mana 
yang bisa disebut modal (keaslian modal).

Modal selalu tergantung dan terikat pada medan tertentu, ia bersifat 
partikular. Dalam medan gaya hidup remaja Indonesia sekarang misalnya, 
pengenalan akan film dan musik Amerika, kemampuan berbahasa gaul, atau 
berdandan dengan gaya tertentu, bisa disebut sebagai modal. Bagaimanapun, 
kemampuan-kemampuan ini, bukanlah modal, misalnya saja, dalam medan pelayanan 
diplomatik.

Pemahaman seseorang akan modal berlangsung secara tak sadar, karena menurut 
Bourdieu dengan cara begitulah ia akan berfungsi efektif. Seperangkat 
pengetahuan, aturan, hukum, dan kategori makna yang ditanamkan secara tak sadar 
ini oleh Bourdieu disebut habitus. Habitus bersifat abstrak dan hanya muncul 
berkaitan dengan putusan tindakan: ketika seseorang dihadapkan pada masalah, 
pilihan atau konteks. Dengan begitu habitus bisa juga dimengerti sebagai "feel 
of the game".

[Sumber: Newsletter KUNCI No. 11, Februari 2002]

© 1999-2003 KUNCI Cultural Studies Center


     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] BUDAYA SEBAGAI MEDAN PERTARUNGAN KUASA