[nasional_list] Re: Ahmadiyyah Sesat - Re: [ppiindia] Artikel www.ahmadiyya.or.id:

  • From: Nugroho Dewanto <ndewanto@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Wed, 13 Sep 2006 11:16:25 +0700

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **
pak nadri,

di jawa, ketegangan yang muncul akibat tafsir islam yang
berbeda pernah melahirkan kitab wedatama.

orang jawa zaman dahulu mengambil posisi seperti pertapa
yang tak hendak menguasai. rela kehilangan, menerima bila
hatinya dilukai, ikhlas dalam derita karena pasrah kepada
Yang Maha Agung, "legawa nelangsa srah ing Bathara."

sikap ini memandang Tuhan tak ada dalam amarah dan
kecerewetan, melainkan dalam ketenteraman yang suci
dan tersembunyi.

maka orang jawa menerima saja pemberian istilah "abangan"
yang awalnya merupakan cemoohan.

kaum ahmadi mungkin bisa mengambil pelajaran dari
orang jawa dalam menghadapi kaum yang "anggung anggubel
sarengat."

berikut ada tulisan untuk direnungkan.


Abangan

Pada suatu saat di abad ke-19, seorang sastrawan 
Jawa bertanya gelisah kepada dirinya sendiri: 
lebih berat ke manakah hatiku, ke Allah atau ke Ratu?

Untuk beberapa lama ia tak bisa menjawab. Tapi 
akhirnya ia, seperti tertulis dalam kitab 
Wedatama, menentukan sikap: dalam soal bot Allah 
apa gusti, kesetiaannya tertuju lebih kepada ia 
yang bertakhta di bumi. ?Allah? bukan pilihan pertama.

Kita sekarang akan menganggap pilihan itu 
kontroversial. Tapi sudah disebutkan, ini abad 
ke-19. Penulis puisi itu--konon ia Mangkunegara 
IV sendiri, yang memerintah Surakarta dari 1857 
sampai 1881--menganggap yang dihadapinya bukan 
persoalan theologi atau filsafat, melainkan identitas sosial.

Alasannya sederhana: ia bukan keturunan khatib 
atau tokoh agama. Ia anak ?priayi?, lapisan 
pejabat kerajaan yang terpaut langsung atau tak 
langsung dengan aristokrasi. Sang penyair 
Wedatama tak merasa tergabung dalam kalangan 
kaum, sebutan untuk orang-orang yang penampilan 
dan pernyataan dirinya dibentuk idiom ?Islam?. Ia 
bukan ?santri?. Dengan keangkuhan yang setengah 
disembunyikan ia anggap ia akan ?nista? bila 
bergabung dengan kasta kaum yang di bawah itu. 
?Yèn muriha dadi kaum temah nista.?

Dengan demikian, ?Allah? dilihat hanya sebagai 
salah satu pilihan. Ia dapat dibandingkan dengan 
Raja. Keduanya praktis sejajar. Bersamaan dengan 
itu, ?Allah? juga tak dianggap punya daya imbau yang universal.

Mungkin awalnya sebuah ketegangan. Membaca 
Wedatama saya mendapat kesan tentang sebuah 
masyarakat Jawa, khususnya di sekitar Surakarta, 
yang sedang merasa diri terbelah dan menanggung 
kerisauan identitas. Waktu itu dengan resah orang 
bertanya-tanya: apa yang berubah di masyarakat, 
siapa kita, siapa aku, siapa kami, siapa mereka? 
Adakah kami ?Jawa?, dan apa sebenarnya arti kata itu?

Jawab Wedatama: ?Jawa? adalah sikap yang 
memandang Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan 
Mataram, sebagai model. Bukan Muhammad SAW, nabi 
yang terlampau jauh untuk dijadikan tauladan:

lamun sira paksa nulad
     tuladaning kangjeng nabi
o nggèr kadohan panjangkah

Menarik untuk menduga kenapa begitu bunyi petuah 
itu. Siapa pun dia, penulis Wedatama tampak 
terganggu betul oleh ekspresi yang agresif dan 
demonstratif atas nama ?Islam? pada masanya.. 
Dengan tajam ia menyebut mereka yang ?bengkrakan 
mring masdjid agung?,  bertingkah pamer di masjid 
agung,  para pemuda yang tak henti-hentinya 
mencela orang lain (nguwus-uwus) dengan cara 
kasar bak ?raksasa yang gemar menganiaya?. Puisi 
Jawa itu juga mencemooh mereka yang memamerkan 
kepintaran dengan syariat yang hebat-hebat 
(saringaté elok-elok), seakan-akan orang 
tergesa-gesa ingin menyaksikan ?cahaya Tuhan?.

Terhadap itu, Wedatama menawarkan sesuatu yang 
berbeda: tauladan Mataram adalah keheningan laku, 
bukan dalil yang gaduh dan angkuh. Para kesatria 
Jawa dulu, kata Wedatama, menganggap ?tahu? 
datang dari tindakan yang mirip pertapa: dari 
posisi yang tak hendak menguasai, mirip 
Gelassenheit Heidegger. Ia rela kehilangan, ia 
menerima bila hatinya dilukai, ia ikhlas dalam 
derita karena pasrah kepada Yang Maha Agung, 
legawa nelangsa srah ing Bathara. Sikap ini 
memandang Tuhan tak ada dalam amarah dan 
kecerewetan, melainkan dalam ketenteraman yang suci dan tersembunyi.

Di sini tampak, ?Jawa? dibayangkan sebagai 
sesuatu yang hampir sepenuhnya bertentangan 
dengan sebuah identitas sosial mereka yang 
terus-menerus sibuk dengan syariat (?anggung 
anggubel sarengat?). Maka terhadap fikih yang 
tegar Wedatama menegaskan sikap yang pragmatis. 
Terhadap lagak bersuci-suci ia mengakui--dengan 
nada yang sedikit mengejek diri 
sendiri--pentingnya martabat, harta, dan 
kepandaian (wirya, harta, winasis). Terhadap 
sikap yang mau mencontoh nabi nun di Arab abad 
ke-6, ia menasihati: ?karena kau Jawa, sedikit saja cukuplah?.

Antagonisme itu menunjukkan bahwa ?Islam? sebagai 
sebuah pengertian yang datang ke Jawa baru di 
abad ke-14 selamanya berbolong-bolong; selalu ada 
yang mrucut dari cakupannya. Ketika hubungan 
langsung orang di  Jawa dengan Timur Tengah kian 
sering, seperti tampak sejak pertengahan abad 
ke-19 itu, dan semangat dakwah dan gerakan 
?pemurnian? Islam meningkat,  dorongan pun 
bertambah untuk menambal bolong itu. Berarti yang 
?tak murni?, yang ?lain?, harus disumpal, ditiadakan.

Konflik pun berjangkit. Di situlah lahir dikotomi 
yang dicatat Clifford Geertz dalam The Religion 
of Java: abangan dan santri. Tidak, dikotomi itu 
bukanlah hakikat masyarakat Jawa: ia tumbuh dari 
pergulatan sosial pada suatu waktu, dari 
perebutan posisi, terkadang tegang, terkadang kendur.

Sejarawan M.C. Rickels menunjukkan hal itu dengan 
meyakinkan dalam sebuah buku yang bakal terbit, 
Polarising Javanese Society; Islamic and other 
visions, c. 1830-1930:  abangan adalah pengertian 
yang baru dipakai orang pada pertengahan abad 
ke-19. Kata itu semula sebuah cemooh orang yang 
taat beribadat kepada mereka yang tidak.

Cap negatif itu lama-kelamaan bertransformasi, 
dan akhirnya diterima tanpa disesali. Apalagi 
bagi penulis Wedatama. Dari sikapnya tampak, 
baginya ?Islam? tak menampung, tapi menendang. 
Agama itu tak lagi menimbulkan daya tarik 
universal--dan Wedatama adalah sebuah komentar 
tentang kegagalan universalisasi itu. Buku puisi 
itu suara keinginan untuk bertahan, bertahan 
sebagai yang ?lain? yang tengah terdesak: jika 
Wedatama tak 100 persen menampik Islam, 
setidaknya ia ingin memilih sebuah ?Islam? yang ?Jawa?.

Tapi apa arti ?Jawa? sebenarnya? Seperti halnya 
tafsir tentang apa itu ?Islam?, ia pun dibentuk 
sejarah yang tak bebas dari ketegangan. Maka tak 
ada ?Jawa? yang kekal. Wedatama, sebagaimana 
suara para priayi, bukanlah kata akhir. Wacana tak mati-mati.

Goenawan Mohamad
(Catatan Pinggir Majalah Tempo, Senin 11 September 2006)





[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 
    mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts: