[list_indonesia] [ppiindia] TKI, Illegal Logging, dan Kasus Ambalat

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 8 Mar 2005 03:13:27 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

Republika
Selasa, 08 Maret 2005

TKI, Illegal Logging, dan Kasus Ambalat 


Eggi Sudjana
Anggota Dewan Pakar PPP dan Alumnus S3 IPB




Hubungan dua bangsa serumpun Indonesia-Malaysia kini tengah mencapai titik 
paling kritis. Sejak Petronas, perusahaan minyak milik Malaysia, memberikan 
konsesi pengeboran minyak di lepas pantai Sulawesi yaitu di Blok Ambalat kepada 
Shell (perusahaan milik Inggris dan Belanda) 15 Februari lalu, hubungan kedua 
negara tetangga tersebut mengalami ketegangan yang mencemaskan. Dalam pekan 
pertama Maret 2005, sudah beberapa kali kapal-kapal perang RI dan Malaysia 
berhadap-hadapan, nyaris baku tembak. Untung keduanya masih menahan diri. 
Seandainya salah satu pihak menembak, niscaya perang terbuka akan meletus. Jika 
sudah demikian, hubungan RI-Malaysia pun akan makin tegang dan menyeret konflik 
yang lebih luas.

Yang menjadi pertanyaan kita: kenapa Malaysia punya sikap senekat itu tanpa 
mengindahkan tatakrama hubungan antarnegara ASEAN? Pertanyaan itu agaknya tak 
mudah dijawab. Banyak hal yang menyebabkan kenapa negeri jiran itu tiba-tiba 
berambisi menduduki Ambalat. Salah satunya, karena di Blok Ambalat terkandung 
minyak dan gas bumi yang nilainya amat besar, mencapai miliaran dolar. Tapi ada 
alasan lain yang tampaknya menjadi pertimbangan dalam pendudukan Ambalat: 
Indonesia tengah mengalami krisis kepercayaan, korupsi, dan pengikisan dari 
dalam sehingga posisi Indonesia jika berkonflik dengan Malaysia niscaya kalah! 
Malaysia secara geografis dan populasi memang kecil, bukan tandingan Indonesia. 
Tapi dilihat secara militer khususnya jumlah peralatan militer canggih Malaysia 
unggul dibanding Indonesia. Malaysia punya uang, tak punya utang, dan 
sewaktu-waktu bisa membeli peralatan militer secara kontan. Jadi meski secara 
kuantitas dia kecil, tapi secara kualitas dia besar. Dari sini t
 ampaknya kita bisa mengerti mengapa Malaysia punya keberanian menantang 
Indonesia. Belum lagi posisi Malaysia sebagai anggota Negeri Persemakmuran di 
bawah Kerajaan Inggris. Di antara negara-negara anggota persemakmuran 
(Commenwealth States), termasuk di dalamnya Australia dan Kanada ada traktat 
kerjasama militer jika terjadi serangan kepada salah satu anggotanya.

Uji coba
Dari gambaran di atas, barangkali kita bisa mengerti kenapa Malaysia suka 
''mempermainkan'' Indonesia untuk uji coba. Uji coba tersebut dilakukan 
Malaysia dengan menunggu momen yang tepat. Sebagai gambaran, kita bisa melihat 
uji coba Malaysia dalam penguasaan Pulau Sipadan dan Ligitan. Ketika Bung Karno 
masih berkuasa dan berani menggertak Malaysia, negeri itu seakan tiarap. Pada 
tahun 1961, Indonesia memberikan konsesi penambangan minyak kepada berbagai 
perusahaan, termasuk Shell. Malaysia hanya menonton, tak berani berani berbuat 
apa-apa. Maklumlah Bung Karno terkenal dengan keberaniannya melawan penjajah. 
Jangankan Malaysia, Inggris dan AS pun ditantangnya.

Waktu terus bergulir. Ketika Indonesia diperintah Soeharto, Malaysia bikin uji 
coba lagi. Kuala Lumpur tahun 1979 membuat peta Malaysia dengan memasukkan 
Pulau Sipadan dan Ligitan. Tahun 1980, Indonesia protes. Protes itu diikuti 
Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Cina, Taiwan, dan Inggris. Malaysia tak 
berani berbuat lebih jauh dari sekadar membuat peta. Tapi, tiba-tiba tahun 
2000, Malaysia membawa masalah dua kepulauan itu ke International Court of 
Justice (ICJ). Rupanya selama 'sembunyi' itu, Malaysia mempersiapkan segalanya 
untuk membawa kasus Sipada-Ligitan ke ICJ. Indonesia yang saat itu sedang 
berada di titik nadir secara ekonomi, politik, dan militer setelah tumbangnya 
Orde Baru, tak siap menghadapi tuntutan Malaysia. Akhirnya pada tahun 2002, ICJ 
memutuskan Malaysia sebagai pemilik kedua pulau tersebut. 

Uji coba Malaysia untuk memperdayai Indonesia berhasil. Keyakinan seperti itu 
pula yang tampaknya membuat Malaysia kemudian makin rajin 'mengerjai' 
Indonesia. Cukong-cukong kayu Malaysia membeli kayu dan membiayai pencuri kayu 
dari Kalimantan dan Papua. Lantas, maraklah illegal logging yang dudukung 
dengan dana dari para pengusaha kayu Malaysia. Pemerintah Malaysia menutup mata 
terhadap kasus mafia illegal logging yang merugikan Indonesia. Jangankan Kuala 
Lumpur menangkap penadah kayu curian asal Indonesia, yang terjadi malahan 
memutihkan kayu ilegal itu menjadi legal. Kayu-kayu curian asal Indonesia itu 
diberi label legal oleh Kuala Lumpur dan selanjutnya dijual ke Eropa dan 
Jepang, baik dalam bentuk log, setengah jadi, maupun produk furnitur. Di 
Malaysia pun tumbuh industri kayu lapis dengan cepat. Bahan-bahan dari kayu 
curian tadi.

Pemerintah Indonesia yang korup dan lemah, lagi-lagi tak bisa berbuat apa-apa 
terhadap mafia illegal logging yang berada di Malaysia. Tragisnya lagi, banyak 
warga Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan kayu lapis dan furnitur 
di Malaysia. Ibaratnya sang pemilik bekerja pada pencuri! Tragis memang. Dan 
lebih tragis lagi, pemerintah Malaysia selalu melindungi mafia kayu curian 
tersebut. Pemerinah Indonesia sudah menuntut penahanan mafia kayu itu. Tapi 
Kuala Lumpur tak mau menghukum warganya. Walhasil, pemerintah Indonesia tak 
bisa berbuat apa-apa terhadap cukong-cukong kayu Malaysia itu. Indonesia 
terlalu lemah untuk menangkap para cukong kayu asal Malaysia tadi. Di Indonesia 
cukong-cukong itu bagaikan raja. Mereka mampu mengendalikan aparat keamanan, 
pemda, dan birokrasi terkait yang berhubungan dengan perkayuan. Di Malaysia 
cukong-cukong itu bak pahlawan.

Uji coba berikutnya adalah masalah TKI ilegal. Betul, Malaysia menghukum semua 
tenaga kerja ilegal dari mana pun. Tapi siapa pun tahu, tenaga kerja pendatang 
paling banyak berasal dari Indonesia (TKI). Jadilah masalah pendatang haram ini 
adalah masalah TKI ilegal. Yang jadi persoalan, kenapa banyak TKI ilegal di 
Malaysia? Apakah hal itu terjadi tanpa peran majikan di Malaysia. Ternyata yang 
terjadi adalah, majikan di Malaysia lebih suka memakai TKI ilegal. Ini karena 
mereka gampang diatur, proses rekrutmennya tak berbelit, dan mudah diputus 
tanpa ribut-ribut. Karena majikan di Malaysia senang memakai TKI ilegal, maka 
banyak TKI yang semula legal menjadi ilegal. Persoalannya: kenapa pemerintah 
Malaysia hanya keras terhadap TKI ilegal tanpa mau bersikap keras terhadap 
warganya yang sengaja menjadi penadah TKI ilegal? Belum lagi masalah-masalah 
penganiayaan, pelecehan seksual, dan tak dibayarnya sejumlah TKI selama bekerja 
pada perusahaan tertentu. 

Lobi-lobi tingkat tinggi yang dilakukan Jakarta untuk membela TKI ilegal tampak 
kurang greget. Jakarta kurang berani menggebrak untuk membela warganya. 
Bandingkan dengan Filipina. Jika satu orang saja tenaga kerjanya di luar negeri 
dirugikan, presiden dan seluruh rakyat Filipina akan marah. Ingat kasus Sarah 
Balabagan di Uni Emirat Arab (UEA) beberapa tahun lalu yang dituduh membunuh 
majikannya. Presiden Ramos langsung terbang ke Abu Dhabi melobi raja UEA. 
Jutaan rakyat Filipina tumpah ruah di jalan-jalan Manila untuk menuntut 
pembebasan Balabagan. Akhirnya, Uni Emirat Arab pun membebaskannya! Tapi 
Indonesia? Alih-alih membela ketidakberdayaan TKI ilegal, Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono (SBY) malah memahami hukum yang berlaku di Malaysia. Hukum 
apa? Hukum untuk membela kepentingannya sendiri seperti hukum illegal logging? 
Mengapa Kuala Lumpur tak menghukum perusahaan yang memberi tempat pada TKI 
ilegal dan menipu mereka?

Dalam kasus TKI ilegal, lagi-lagi pemerintah Indonesia menunjukan kelemahannya 
di mata Kuala Lumpur. Malaysia pun makin di atas angin bila berurusan dengan 
Indonesia. Bukankah Jakarta hanya macan ompong? Dalam kondisi yang lebih 
percaya diri itulah, kemudian Kuala Lumpur mencaplok Ambalat. Alasannya, 
berdasarkan peta tahun 1979, wilayah laut Ambalat masuk dalam teritori 
Malaysia. Masuknya Sipadan dan Ligitan dalam wilayah Malaysia yang dikukuhkan 
ICJ, makin menambah keyakinan Malaysia atas kebenaran klaimnya. Padahal, peta 
tersebut telah diprotes dunia internasional. Sekarang persoalannya kembali ke 
Indonesia! Apakah Jakarta akan terus mengalah dan memahami hukum Kuala Lumpur? 
Jika dulu Bung Karno berani menggertak Malaysia. Jangan tunjukkan kelemahan 
dengan kata-kata diplomasi dan dialog untuk menyelesaikan kasus Ambalat. Tapi 
berbuatlah sesuatu untuk menekan Malaysia.




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] TKI, Illegal Logging, dan Kasus Ambalat