[list_indonesia] [ppiindia] Suara Kemiskinan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 22 Mar 2005 00:08:13 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/22/opini/1614794.htm
Suara Kemiskinan 

Oleh Toto Suparto

SUARA-suara kemiskinan kian tak didengarkan. Di balik pro-kontra kenaikan harga 
bahan bakar minyak. Berdasar pengalaman, kenaikan itu diikuti oleh kenaikan 
tarif angkutan dan harga kebutuhan pokok. Namun, suara-suara kemiskinan itu 
dibiarkan berlalu.

Sebaliknya, para penguasa menghibur kaum miskin bahwa kenaikan harga BBM 
merupakan wujud pemerataan sosial. Subsidi BBM yang selama ini dianggap lebih 
banyak dinikmati "orang kaya dan orang mampu" akan digeser bagi kepentingan 
"orang miskin" dalam bentuk dana kompensasi guna membiayai pendidikan, 
pelayanan kesehatan, dan pengadaan beras murah.

Banyak kalangan meragukan efektivitas dana kompensasi itu jika dikaitkan dengan 
budaya korupsi yang kian kronis. Benarkah kemiskinan bisa teratasi dengan 
memberikan beras murah?

Agaknya paradigma kemiskinan yang dipakai "penyumbang beras murah" adalah 
kecenderungan statistik perihal angka pendapatan. Mereka yang berpendapatan di 
bawah patokan tertentu dikategorikan miskin sehingga layak disumbang beras 
murah. Lalu (diharapkan) berubah menjadi "orang tidak lapar", tetapi belum 
"orang mampu". Status "orang tidak lapar" diperkirakan berumur pendek karena 
begitu program beras murah berakhir, maka kembalilah menjadi "orang miskin". 
Mereka memperoleh "ikan", bukan "kail". Barangkali beginilah model penanganan 
kemiskinan di Indonesia yang cenderung statis.

Padahal, hakikat kemiskinan tidak statis. Kemiskinan merupakan hubungan dinamis 
antara orang-orang dan risiko maupun peluang hidup dalam keseharian. Jika 
hubungan itu timpang, terjadi kesenjangan. Pendek kata, kemiskinan adalah 
kondisi deprivesi atas sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan 
kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber ekonomi yang dimiliki 
(Bambang Sudibyo, 1995). Hubungan yang timpang itu menjadi "ancaman hidup" bagi 
orang miskin. Bank Dunia (Poverty Reduction in Indonesia: Constructing a New 
Strategy, 2001) menyatakan, kemiskinan adalah suatu kondisi di mana orang 
mengalami berbagai ancaman untuk bisa hidup layak. Dalam perspektif ini 
kenaikan harga bahan pokok menjadi "ancaman hidup" yang mempercepat pemiskinan.

KONON pemimpin arif mau mendengar dan melihat. Keduanya memperkaya unsur 
empiris. Jurgen Habermas mengingatkan pertimbangan moral melibatkan unsur-unsur 
empiris. Pemimpin yang miskin unsur empirisnya terbuka kemungkinan lebih banyak 
melakukan kesalahan saat mempertimbangkan suatu tindakan moral. Habermas 
melihat ada distorsi komunikasi berupa ketidaksesuaian antara tuturan dan 
kenyataan, entah disengaja atau tidak, sehingga komunikasi tidak menghasilkan 
nilai-nilai bersama secara sungguh-sungguh.

Kegagalan komunikasi itu menyebabkan seorang pemimpin dalam memutuskan sesuatu, 
seumpama menaikkan harga BBM, berlaku tega dengan mengabaikan suara hati, 
menyisihkan rasionalitas universal maupun rasionalitas kemanfaatan umum 
(utilatirisme). Filsuf John Stuart Mill menegaskan moralitas utilitarian lebih 
mengutamakan gagasan bagi kesejahteraan semua orang secara sama penting (James 
Rachels, 2003).

Pemimpin utilitarian mau mendengarkan suara-suara kemiskinan sebelum memutuskan 
langkah-langkah strategis. Suara-suara itu membimbingnya ke arah yang mendekati 
langkah ideal mengurangi kaum miskin, bukan mempertinggi angka kemiskinan. 
Namun, bila seorang pemimpin sudah tegas mengatakan "Saya siap untuk tidak 
populer" lantaran satu tindakannya, berarti suara-suara kemiskinan makin 
sayup-sayup.

Suara-suara kemiskinan itu pernah digali lewat penelitian Departemen Kerja Sama 
Bantuan Luar Negeri (DFID) dan Kantor Perwakilan Bank Dunia Jakarta. Nilanjana 
Mukherjee dkk dalam laporan mereka, Masyarakat, Kemiskinan dan Mata 
Pencaharian: Mata Rantai Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (2002), memaparkan 
suara-suara yang acap kali terdengar di kalangan orang miskin, semacam 
"Dengarkan Kami", "Kami Semua Ingin Berpartisipasi", "Bekerja Sama dengan 
Lembaga yang Kami Percayai", "Kami Tahu Apa yang Kami Perlukan (Dan Apa yang 
Tidak Kami Perlukan", serta "Tetapi, Apakah Anda Tahu Apa yang Anda Kerjakan?" 
(hal 96-100).

Laporan itu mengungkapkan sewaktu berlangsung penelitian sustainable 
livelihoods (mata pencaharian berkelanjutan) dan Konsultasi Bank Dunia dengan 
kaum miskin di Indonesia tahun 1999, laki-laki dan perempuan miskin melaporkan 
secara bersamaan bahwa pejabat pemerintah tidak pernah menanyakan pendapat 
mereka atau mendengarkan mereka. Kaum miskin itu mengingatkan, "Dengarkan 
kami". Atau suara lain, "Kami Semua Ingin Berpartisipasi", karena penelitian 
itu menemukan fakta keputusan secara rutin diambil oleh para elite dengan cara 
yang tidak jelas.

JIKA kembali menengok pada masa kampanye pemilihan presiden tahun lalu, publik 
melihat kemiskinan menjadi perhatian utama para calon presiden. Janji- janji 
mereka membuat rakyat tenang karena para kandidat itu sangat meyakinkan akan 
mengatasi problem kemiskinan, di antaranya tak perlu khawatir akan terjadi 
kenaikan harga-harga.

Dalam masa kampanye itu, calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditanyai para 
wartawan perihal langkah yang bakal dilakukan jika terpilih menjadi presiden. 
Jawabnya, antara lain pada 100 hari pertama pemerintahannya akan menemui rakyat 
di kantong-kantong yang patut dilihat kondisi mereka dan didengarkan suara 
mereka, semisal, petani, nelayan, buruh, industri kecil, atau segmen masyarakat 
yang menjadi tolok ukur dalam meningkatkan kesejahteraan (Kompas, 5/6).

Calon itu ternyata dipercaya rakyat untuk menjadi presiden. Seharusnya, sesuai 
janjinya, ia menemui rakyat di kantong- kantong kemiskinan dan mendengarkan 
suara-suara mereka. Entah mengapa, suara-suara kemiskinan terkesan tak 
didengar. Buktinya, rakyat miskin justru secara langsung menanggung beban 
akibat kenaikan harga BBM, tetapi tak tahu persis kapan dana kompensasi bisa 
dinikmati dan utuh mengucur ke bawah. Suara-suara kemiskinan sayup-sayup lalu 
pelan-pelan menghilang.


Toto Suparto Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata 
Dharma Yogyakarta


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Suara Kemiskinan