** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/17/opi3.htm Kamis, 17 Maret 2005WACANA Risiko Partai Bela Kader Korupsi Oleh : Novel Ali KESADARAN salah kaprah, terjadi dalam kehidupan politik di negara kita. Kesadaran yang salah itu adalah menafsirkan keberadaan partai politik (parpol) sebagai kemutlakan kesatuan kepentingan orang-orang partai. Karenanya, tidak mengherankan jika sudah sejak lama muncul gejala umum di tengah kehidupan partai di negeri ini, yang menganalogikan kepentingan orang-orang partai, khususnya para petinggi atau elite partai, sebagai bagian dari kemutlakan kepentingan partai. Kecenderungan demikian, tampak dari beberapa kasus pembelaan elite partai terhadap kader-kadernya (kader partai) yang melakukan tindak pidana korupsi. Pembelaan partai atas kadernya yang dalam status tersangka, apalagi terdakwa kasus korupsi, dalam jangka sangat pendek, mungkin belum akan terasa risikonya. Tetapi, dalam jangka pendek dan panjang (meso dan makro), ketika petinggi atau elite partai membela mati-matian sejawatnya yang korup, citra dan nama baik partai akan rusak. Kita bisa memahami, betapa solidaritas kelompok (pendukung partai), apalagi solidaritas di struktur atas, mutlak diperlukan guna mempertahankan eksistensi partai. Pertanyaannya, apakah kesalahan dan dosa publik, apalagi pelanggaran hukum yang dilakukan para kader partai (termasuk tindak pidana korupsi), boleh memperoleh simpati hingga pembelaan? Pertanyaan lain, apakah solidaritas kelompok dapat dibiarkan melanggar otoritas hukum? Jawaban atas kedua pertanyaan itu, memberi rambu kenistaan partai yang membela kadernya yang korup. Risiko partai yang membela kadernya yang melakukan tindak pidana korupsi, juga yang melecehkan rasa keadilan masyarakat, dan bersikap amoral dalam menyiasati demokrasi, terlalu mahal untuk dibiarkan berlanjut. Dari itu, tidak berlebihan jika seluruh partai di Indonesia sekarang, perlu bercermin kepada salah satu (bahkan mungkin hanya satu-satunya) partai, yang mendapat julukan partai bersih di negara kita, sekarang. Penulis tidak bermaksud mempromosikan nama baik partai dimaksud, dengan meminta kepada seluruh petinggi dan elite partai yang mana pun untuk bertanya (sekalipun) kepada "rumput yang bergoyang, apa nama partai bersih dimaksud." Virus Kekuasaan Suka atau tidak suka, kita perlu berani melihat kenyataan, betapa sudah sejak lama kebanyakan partai di Indonesia terjangkiti virus kekuasaan. Virus demikian menyudutkan partai untuk berani melakukan intervensi dalam berbagai proses hukum, terutama proses hukum yang melibatkan kepentingan individu petinggi atau elite partainya. Intervensi partai dalam proses hukum tersebut berdampak negatif baik bagi kehidupan hukum itu sendiri maupun dalam ranah (moral) politiknya secara keseluruhan. Kedua dampak negatif itu membuat masalah hukum bergeser menjadi persoalan politik. Sementara persoalan politik direkayasa sedemikian rupa menjadi landasan penegakan hukum (law enforcement). Jika kecenderungan demikian dibiarkan berlanjut, cepat atau lambat bangsa kita akan mengalami kesulitan absolut dalam memilih dan memilih kepentingan politik dengan kepentingan hukum. Jika kepentingan politik merupakan subordinasi kepentingan hukum, maka supremasi hukum akan bisa tetap kita tegakkan. Tetapi, sebaliknya, kalau kelak kita benar-benar kehilangan kemampuan memilah serta memilih aspek politik dari kepentingan hukum, bukan mustahil politik akan menjadi panglima di negeri ini. Sementara, hukum diposisikan sebagai budaknya politik. Berbagai kasus yang melibatkan sikap dan perilaku sejumlah petinggi dan elite partai membuat rakyat menarik kesimpulan, keadilan hukum telah dikorbankan elite partai demi kepentingan politik. Keadilan hukum direkayasa sedemikian rupa, baik untuk membela kepentingan individual petinggi atau elite partainya, maupun guna mempertahankan kekuasaan (status quo). Di samping, sebaliknya, buat merintis perebutan kekuasaan (struggle for power), di waktu mendatang. Kebiasaan elite partai melakukan intervensi dalam proses hukum membuat partai kehilangan kemampuan pencitraan diri. Ini mengakibatkan para elite partai, apalagi massa pendukungnya di tingkat bawah, tidak lagi bisa memahami ideologi partai. Selain tidak pula mampu mempertegas visi dan misi partai demi sebesar-besarnya kepentingan negara dan bangsa. Kebajikan Umum Tidak dipunyainya jati diri partai, semakin memosisikan partai sebagai wadah akumulatif kepentingan yang beraneka ragam (termasuk yang bukan kepentingan politik), dari segelintir orang, yaitu penguasa partai. Akibatnya, partai tidak lagi mempunyai platform perjuangan dan gerak yang mapan. Hal itu semakin memperburuk "wajah" partai, karena bersamaan dengannya, visi dan misi partai pun tidak mampu merasuk ke "jiwa" publik, yang mengarah empati partai - massa pendukung. Kegagalan ini, membuat partai semakin kesulitan menjaring simpati dan dukungan massa akar rumput, lantaran kemampuannya terbatas pada segelintir elite sebagai pengelola partai. Sejalan dengannya, kesibukan partai sarat dengan pemenuhan kepentingan mikro. Seolah partai dibentuk semata-mata untuk memperjuangkan kepentingan jangka pendek bagi sejumlah elite partainya. Baik demi kepentingan kekuasaan mereka, maupun guna profit making (memperkaya diri) elite partai, dengan mempergunakan kendaraan politik (partai). Semua uraian terdahulu, semakin memperjelas kita, sedikitnya membantu kita memahami realitas, betapa mudahnya petinggi partai membela kadernya yang melakukan tindak pidana korupsi, atau perbuatan tercela lainnya. Sesuatu yang seharusnya dicegah petinggi atau elite partai, justru menjadi menu harian mereka, dengan segala risikonya bagi kepentingan jangka menengah dan jangka panjang partai itu sendiri. Peringatan (warning) dimaksud tidak berlebihan, bila kita mencoba memahami, betapa partai memang merupakan wadah atau organisasi untuk memperjuangkan kepentingan pendukungnya. Hanya saja, kepentingan konstituen yang harus diperjuangkan partai, semata-mata adalah kepentingan politik, bukan kepentingan kekuasaan (rakus kekuasaan) yang memungkinkan mereka menghalalkan cara guna mempertahankan atau memperebutkan kekuasaan. Bukan pula kepentingan ekonomi, terutama demi memperkaya diri. Sebab, manakala dalam kehidupan partai dibiarkan pemutlakan kerakusan kekuasaan, atau prioritasisasi money making, maka pendukung partai yang tidak merasa memperoleh manfaat apa-apa dari kedua kecenderungan tersebut, akan meninggalkan partai yang pernah dipilihnya pada pesta demokrasi lalu. Ataupun yang direncanakan akan dipilih, pada pemilu mendatang. Konsekuensinya, seluruh elite atau petinggi partai di negeri ini, seharusnya tidak lagi memberi pembelaan (di luar proses hukum), terhadap kadernya yang korup. Juga terhadap kader partai yang melakukan pelanggaran hukum, melecehkan rasa keadilan masyarakat, membohongi publik, serta melanggar prinsip dan etika demokrasi. Jika elite dan petinggi partai masih suka dan terbiasa membela kader yang salah seperti diuraikan di atas, akan merusak eksistensi partai sebagai penegak kebajikan umum (public good). Risikonya, cepat atau lambat, partai dimaksud akan ditinggalkan simpatisan serta pendukungnya. (18) - Novel Ali, Dewan Etik KP2KKN (Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) Jawa Tengah ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **