[list_indonesia] [ppiindia] Quo Vadis Sikap Politik PKS Hadapi Pilkada 2005

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 23 Mar 2005 22:49:16 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.indomedia.com/bpost/032005/24/opini/opini1.htm

Kamis, 24 Maret 2005 00:44

Quo Vadis Sikap Politik PKS Hadapi Pilkada 2005
Oleh: Irvan Sidiki SH MHum*

Perkembangan dan dinamika suhu politik di Kalsel dewasa ini, menarik untuk 
dicermati. Beberapa parpol kontestan Pilkada Langsung 2005 mulai 'unjuk gigi', 
setelah kasak-kusuk melakukan penggalangan dan lobi ke sejumlah elit politik 
maupun parpol baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam rangka mencari rekan 
koalisi yang bersedia bergabung mengusung calon unggulannya. Demi mencapai 
tujuan politiknya, tidak sedikit dari parpol tersebut melakukan manuver politik 
yang bertujuan menciptakan 'prakondisi' menjelang pencoblosan pada Juni 2005 
nanti.

Salah satu manuver politik yang dilakukan, misalnya, menciptakan opini 
masyarakat tentang adanya keinginan dari pihak status quo untuk berkuasa 
kembali. Harus diakui, isu model begini gampang 'dijual' ke masyarakat. 
Terlebih beberapa waktu lalu terjadi 'insiden' politik yang berbuntut dengan 
diimpeachnya pihak status quo dari kekuasaannya.

Namun kendati sempat diimpeach, pihak status quo ternyata bisa 
menjungkirbalikkan kembali proses politik tersebut. Di sinilah kecerdikan pihak 
status quo dalam melihat celah (loop hole) hukum yang ada dalam 
perundang-undangan. Walhasil, alih-alih menjatuhkan, pihak status quo justru 
mampu mengembalikan kekuasaannya serta berhasil merapatkan kembali konsolidasi 
internalnya, sementara kekuatan lawan politik perlahan-lahan mencair entah 
kemana.

Dengan demikian wajar apabila muncul kegeraman di kalangan elit maupun parpol 
lawan status quo, yang pada gilirannya menimbulkan semacam hasrat untuk 
melakukan 'perhitungan kembali' dalam proses politik berikutnya. Kini waktu 
yang ditunggu telah tiba, sehingga lumrah apabila parpol kontestan pilkada 
langsung tancap gas menjalankan agenda politik masing-masing. Termasuk, tentu 
saja, 'menjegal' gerak laju pihak status quo yang juga turut mencalonkan diri 
kembali.

Nuansa ini semakin semarak ketika muncul kontestan yang dianggap sebagai 'kuda 
hitam' yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai ini memang cukup 
fenomenal, hanya perlu waktu enam tahun untuk menyeruak ke pentas perpolitikan 
nasional maupun daerah. Peningkatan suara yang sangat signifikan, membuat 
setiap sikap atau garis politik yang diambilnya turut mempengaruhi pendulum 
proses politik yang terjadi. Oleh karena itu, tidak mengherankan banyak pihak 
(baca: parpol, elit politik maupun calon perorangan) berebut ingin dilamar atau 
minimal digandeng PKS dalam proses politik mendatang.

Sebagai parpol Islam modern, PKS dari awal memang berusaha menjauhkan diri 
sekaligus melepaskan diri dari stereotipe parpol Islam konvensional. Dalam hal 
ini termasuk Partai Amanat Nasional (PAN) yang notabene oleh sebagian kalangan 
sebenarnya juga dianggap sebagai parpol Islam modern. Lalu apa bedanya PKS 
dengan PAN, bukankah parpol ini sama-sama diotaki kaum intelektual Islam dan 
tidak berkembang dengan sistem patron.

Model pendekatan masalah yang digunakan PKS dalam menghadapi isu politik 
mutakhir, juga berbeda dengan kebanyakan parpol Islam lainnya. PKS lebih 
menitikberatkan pada pemecahan masalah kongkrit dan substansial bangsa 
ketimbang memperdebatkan sesuatu yang abstrak dan absurd. Itulah sebabnya, PKS 
tidak terseret arus politik pragmatis parpol Islam yang sering tidak konsisten 
bahkan cenderung kontradiktif. Ketajaman insting politik PKS diharapkan mampu 
membantu daerah dalam memilih calon pemimpin yang kredibel.

Bagi masyarakat, peran serta aktif PKS dalam pentas politik daerah dimaksudkan 
untuk membantu masyarakat dalam menyaring calon pemimpin yang memiliki nilai 
moralitas dan kapabilitas yang tinggi namun rendah terhadap resistensi publik. 
Masyarakat menunggu sikap dan garis kebijakan politik serupa, sebagaimana 
dipraktikkan PKS di tingkat nasional.

Seperti yang disebutkan, tema tulisan ini adalah ingin mencermati sikap maupun 
garis politik PKS dalam Pilkada Langsung 2005 di Kalsel. Sebagai urang Banjar 
di perantauan, penulis seperti halnya masyarakat Banjar yang lain menginginkan 
hadirnya pemimpin Banjar yang kapabel, moralis dan dapat diterima seluruh 
lapisan masyarakat. Dengan memiliki pemimpin demikian, Kalsel diharapkan 
memiliki pemerintahan yang jujur, bersih dan berwibawa.

Mencermati perkembangan perpolitikan di Kalsel akhir-akhir ini, khususnya yang 
berkenaan dengan sikap maupun garis politik yang diambil PKS Kalsel, membuat 
penulis agak mengernyitkan dahi. Penulis melihat adanya kesan kesenjangan 
antara model dan cara yang digunakan PKS Kalsel dengan model dan cara yang 
digunakan PKS di tingkat nasional.

Maraknya pemberitaan di beberapa media massa daerah tentang sikap dan garis 
politik PKS Kalsel yang memilih mengusung calon pasangan Ismet Ahmad dan Habib 
Aboe Bakar Al Habsyi sebagai cagub dan cawagub, menyisakan sejumlah persoalan. 
PKS Kalsel dituding tidak konsisten, berkhianat bahkan meminjam istilah ketua 
DPD Partai Demokrat (PD) Kalsel menzalimi rekan politik serta pribadi yang 
pernah didukungnya.

PKS dituding melakukan pengingkaran atas MoU tertanggal 27 November 2004 yang 
ditandatangani Ketua DPW PKS Kalsel Alwi Sahlan dan Ketua DPD PD Ahmad Bisung. 
Konon, dalam MoU ini PKS dan PD bersepakat mencalonkan Ahmad Zubaidi dan Alwi 
Sahlan sebagai cagub dan cawagub. Kesepakatan itu sendiri merupakan hasil dari 
pertemuan pengurus kedua partai di Hotel Alia Jakarta. Artinya, kesepakatan itu 
tidak muncul secara mendadak, namun setelah melalui serangkaian pembicaraan dan 
pertemuan.

Sebagai politisi dari parpol panutan masyarakat, penulis memahami mengapa PKS 
perlu bersama PD menandatangani nota kesepahaman, yaitu untuk menjamin rekan 
politik maupun konstituennya bahwa PKS dan PD tetap komit pada janji serta 
perjuangan politiknya.

Dengan memunculkan Ahmad Zubaidi dan Alwi Sahlan, PKS bersama PD saat itu 
menilai keduanya memiliki kriteria yang diharapkan. Apalagi sampai berani 
melegitimasi sikapnya dalam sebuah MoU. Dengan memilih pasangan Ismet Ahmad dan 
Aboe Bakar Al Habsyi, secara tidak langsung PKS Kalsel menganulir sikap 
politiknya semula. Permasalahannya adalah apakah sikap PKS Kalsel ini salah 
secara hukum ataupun etika? Untuk menjawab pertanyaan ini harus kita tentukan 
dulu dari sisi mana kita ingin menilai.

Dari sisi hukum, tidak ada yang salah pada sikap PKS ini. Dengan menandatangani 
MoU, secara hukum tidak berarti PKS memiliki ikatan hukum dengan pihak lain 
yang terkait dalam MoU. Sebuah MoU memang dalam praktik dipahami hanya sebagai 
nota kesepahaman (mutual understanding) dan masih harus ditingkatkan lagi 
derajatnya menjadi perjanjian atau kesepakatan. Itu sebabnya, apabila dalam MoU 
salah satu pihak ingkar janji atau tidak dapat memenuhi janjinya karena suatu 
keadaan tertentu, maka pihak lain tidak dapat menuntutnya secara hukum.

Sementara dari sisi etika, tindakan PKS Kalsel tidak dapat dibenarkan. Sebab, 
sebagai parpol panutan masyarakat PKS Kalsel tidak bisa berprilaku dan 
bertindak seperti parpol biasa yang sesuka hatinya mengobral janji maupun 
komitmen. Bukankah dengan menerapkan nilai etika dalam setiap gerak langkah 
politiknyalah yang membuat PKS mampu menjelma menjadi parpol yang besar dan 
kuat.

Dengan mengingkari kesepakatan yang telah ditandatangani dengan pihak lain dan 
meninggalkan begitu saja pihak yang semula akan diusungnya, secara moral bukan 
sebuah sikap terpuji dari parpol yang menjadi panutan masyarakat. Inkosistensi 
sikap PKS Kalsel setidaknya akan meninggalkan kesan negatif bagi konstituennya.

Dari aspek kapabilitas, kemampuan Ismet Ahmad tidak perlu diragukan lagi. 
Pengalamannya malang melintang di jajaran birokrat seperti halnya calon awal 
PKS Kalsel Ahmad Zubaidi, cukup karatan. Apabila Ahmad Zubaidi matang setelah 
berkiprah di tingkat pusat, maka Ismet Ahmad matang ketika berkiprah di tingkat 
daerah. Namun permasalahan akan muncul ketika kita berbicara figur Aboe Bakar 
Al Habsyi. Sebagai orang luar, Aboe Bakar Al Habsyi cukup beruntung ketika 
terpilih melalui PKS Kalsel untuk mewakili Kalsel sebagai anggota DPR tingkat 
pusat. Yang perlu dipahami di sini adalah keberhasilan Aboe Bakar Al Habsyi 
menduduki kursi DPR RI pemilihan Kalsel bukan disebabkan oleh kapabilitas 
pribadinya, namun didasarkan latar belakang politiknya.

Dengan demikian sangat naif apabila keberhasilan Aboe Bakar Al Habsyi 
melenggang ke Senayan, dijadikan tolak ukur untuk mencalonkannya sebagai 
pemimpin daerah mendampingi Ismet Ahmad. Masyarakat Kalsel pada pemilu putaran 
pertama 2004 lalu memilih PKS, karena konsistensi visi dan misinya yang selaras 
dengan sikap maupun garis kebijakan partai. Masyarakat Kalsel berharap PKS 
mampu membantu mereka untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, jujur dan 
berwibawa. Kepercayaan ini muncul karena PKS dalam memilih calon pemimpin yang 
akan didukungnya selalu mengedepankan aspek moralitas, kapabilitas dan 
resistensi yang rendah.

Sayangnya, belum genap satu tahun mengemban kepercayaan masyarakat Kalsel dan 
belum dapat diukur hasil maupun prestasinya, Aboe Bakar Al Habsyi malah 
melangkah maju sebagai calon pemimpin Kalsel. Sebagai seorang ulama, Aboe Bakar 
Al Habsyi pasti mahfum pada konsep tawwaddu dalam ajaran Islam. Penulis 
mengembalikan konsep ini kepada jajaran pengurus PKS Kalsel dan Aboe Bakar Al 
Habsyi, sudah cukupkah anda semua bertawwaddu? Wallahu' alam bisawab. Namun 
yang pasti, jangan sampai amibisi politik sesaat mampu mengalahkan nilai 
idealisme yang selama ini menyatu dalam ruh perjuangan dan gerakan politik PKS 
baik di tingkat pusat maupun daerah.

Sebab dengan tingkat kapabilitas yang rendah, akan memancing timbulnya 
resistensi masyarakat yang tinggi. Terlebih lagi bila hal itu dipraktikkan 
dengan mengamalkan teori dan ajaran Orba, yakni lebih berorientasii pada aspek 
oportunitas dan pragmatisme. Salam.

*Pemerhati masalah sosial, tinggal di Jakarta

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Quo Vadis Sikap Politik PKS Hadapi Pilkada 2005