[list_indonesia] [ppiindia] Quo Vadis" Magister?

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 15 Mar 2005 23:23:49 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/16/opini/1614772.htm

abu, 16 Maret 2005

Quo Vadis" Magister?
Oleh Daoed Joesoef

KENAIKAN harga BBM menimbulkan reaksi pro-kontra. Baik yang setuju maupun 
yang menentang menggunakan cara dan jalan berbeda dalam menyatakan 
pendiriannya dengan beriklan, berdemo, adu argumentasi di media massa, dan 
sebagainya. Namun, semuanya mengklaim, cara dan jalan yang dipakai tetap 
demokratis.

Bila demikian, apa demokrasi itu? Inilah repotnya. Bukankah demokrasi itu 
tidak ada! Sungguh tidak ada. Maksudnya, THE democracy does not exist, 
seperti juga THE philosophy tidak ada, THE art tidak ada. Ia tidak pernah 
ada dan dewasa ini malah kian kecil kemungkinan untuk berada. Yang ada 
adalah demokrasi ini atau demokrasi itu, filosofi ini atau filosofi itu, 
seni ini atau seni itu. Dengan kata lain, ada demokrasi politik, demokrasi 
ekonomi, demokrasi pendidikan, dan sebagainya. Demikian pula ada filosofi 
pengetahuan, filosofi hukum, filosofi ekonomika, filosofi ilmu kedokteran, 
dan lainnya. Juga seni naturalis, seni impresionis, seni populer, seni 
kontemporer, dan lain-lain.
Maka, tidak mengherankan bila dalam sejarahnya yang berusia tiga ribuan 
tahun di Barat, tempat kelahirannya, demokrasi tampil dalam berbagai bentuk 
berbeda. Tidak hanya berupa aneka ragam sistem yang saling bersaing, juga 
berupa jawaban yang kontradiktif bagi masalah fundamental yang boleh dikata 
tetap sama hingga kini. Namun, yang paling merunyamkan adalah tampilnya 
multipel bentuk dari demokrasi itu sendiri. Demokrasi terpecah menjadi 
berbagai konsep yang tidak dapat, tanpa kekerasan, digiring ke bawah satu 
konsep umum. Juga kelihatan tidak mungkin dikembangkan, dalam suatu 
abstraksi artifisial dari konsep demokrasi itu sendiri, suatu bingkai 
pembatas di mana semua pandangan bisa berintegrasi.

Jika bingkai ideal itu terbentuk ia akan segera pecah, mengingat pemikiran 
demokrasi selalu dimangsa oleh proses diversifikasi berhubung, dalam 
modernitas, semua gejala kultural dan masalah kehidupan dicakup oleh proses 
tadi. Itu sebabnya mengapa demokrasi kian tidak bisa diredusir menjadi satu 
konsep, satu obyek identik atau satu metode identik.

Akibatnya, resep beradu argumen dalam suasana yang katanya dan maunya tetap 
demokratis menetapkan, "If the law is against you, stress the facts; if the 
facts are against you, stress the law; if both are against you, just yell 
like hell". Ini yang berlaku di DPR, di parlemen jalanan.

Pemerintah dan elite politik, akademis dan cendekiawan, yang mendukung 
kebijakan kenaikan harga BBM, amat mendasarkan diri pada penalaran 
ekonomika. Di negeri kita konsep market mechanism yang berbau laissez-faire 
laissez-passer sudah lama dilihat sebagai general panacea. Dewasa ini 
intervensi sekecil mungkin dari pemerintah dalam kegiatan ekonomi sudah 
dianggap sebagai jawaban terbaik untuk mewujudkan pembangunan ekonomi dan 
kesejahteraan rakyat. Serahkan segala sesuatu pada mekanisme pasar karena 
pasarlah yang dipercaya sebagai means yang memungkinkan sumber-sumber 
ekonomi teralokasi secara adil dan paling rasional. Bukankah hal ini sudah 
terbukti berhasil, katanya, di negara-negara industri maju.

Padahal, menurut Adam Smith-peletak dasar teori ekonomi pasar-hasrat yang 
dibiarkan tak terkendali sebenarnya tidak sesuai dengan kelancaran 
berfungsinya sistem pasar. Menurut dia, pasar adalah semacam medan atletik 
di mana para pemain dituntut tunduk pada aturan fair-play. Dan fair-play 
hanya terjadi bila orang mengekang hasrat mau menang sendiri. Mengingat 
kebalikannya, unfair- play adalah produk dari kegigihan untuk meraih 
kemenangan atau kebahagiaan, maka pengekangan hanya melalui simpati, yaitu 
melihat diri sendiri melalui mata orang lain. Jadi, Bapak Ekonomi Klasik 
itu, selain mengetengahkan ide ekonomi pasar, sebenarnya merupakan penganjur 
pembentukan suatu komunitas moral.

Maka bukan pasar, juga bukan pasar dunia, yang krusial bagi kemajuan atau 
kemunduran, tetapi struktur sosial, sistem politik dan kebijakan 
kesejahteraan yang berlaku di negeri bersangkutan. Setiap sistem ekonomi, 
terlepas dari asal- usulnya, adalah jauh lebih daripada sekadar suatu 
koleksi hukum dan peraturan. Ia dalam dirinya mewakili seperangkat nilai dan 
suatu cara hidup. Ia mengandung satu set asas-asas filosofis dan ideologi 
yang menentukan keseluruhan karakternya karena produksi yang dihasilkan 
berupa barang dan jasa, tetapi dalam dirinya semua itu mencerminkan 
"tanda/simbol" dari kebutuhan kelas atau hasrat hidup tingkat sosial 
tertentu.

Orang-orang dari negara industri maju berusaha memuaskan kebutuhan atau 
memenuhi hasrat mereka sebenarnya melalui dua jalur pokok, natural dan 
psikologis. Dan hal ini kelihatannya menjalar, berkat demonstration effects, 
pada penduduk negara-negara yang belum maju. Kebutuhan/hasrat yang natural 
adalah terbatas karena besarnya perut sama antara si kaya dan si miskin. 
Yang tidak terbatas adalah kebutuhan/hasrat psikologis berhubung ia 
dikondisikan oleh masyarakat dan mudah dipupuk melalui sistem periklanan.

Maka, para elite tidak pernah "mengiklankan" penolakannya terhadap 
keberadaan lapangan golf meski pembuatannya mengorbankan hutan fungsional 
atau sawah produktif. Sebab, bermain golf bukan sekadar sport, tetapi sudah 
menjadi "tanda/simbol" status olahraga dari orang-orang di kelas elite.

Jelas, di jalur psikologis inilah ada perkembangan yang tidak mengenal batas 
dari hasrat dan permintaan. Maka ada usaha untuk memuaskannya tidak hanya di 
pasar tetapi lebih-lebih di bidang politik. Jadi, bukan kebetulan jika 
masyarakat kontemporer di mana pun, sekaligus a high consumption society dan 
a mass society, di lain pihak, kegiatan politiknya didominasi berbagai jenis 
lobi.

Bila pemerintah dituntut melakukan sesuatu di luar batas kemampuannya dan, 
karena itu, terancam defisiter kalaupun tidak bangkrut, hal itu bisa jadi 
karena tekanan politik kepentingan tertentu yang tak ada kaitannya dengan 
kebaikan bersama. Artinya, diktum ekonomi pasar diikuti karena hanya mau 
memecahkan masalah kebangkrutan pemerintah. Dengan kata lain, para politikus 
berusaha mengurangi tugas-tugas pemerintah dengan jalan deregulasi, 
liberalisasi, dan privatisasi serta menyerahkan tugas-tugas itu kepada 
pasar. Sedangkan melakukan deregulasi demi deregulasi sendiri berarti tak 
lain daripada menghapus tanggung jawab asasi dari pemerintah.

Jika pemerintah bertekad melakukan reformasi, sesuai janji-janji di saat 
pemilu, lakukan sekarang dengan menumbuhkan civic virtue dalam pemikiran 
ekonomi dan politik, berupa: si miskin bukan orang yang kalah dalam 
persaingan ekonomi, tetapi anggota masyarakat yang perlu mendapat perhatian 
khas dan khusus, santunan riil, bukan fiktif.

Lalu, adanya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dari orang-orang 
yang langsung/paling terkena keputusan yang diambil, sedikitnya didengar 
benar-benar keluh kesah orang-orang yang malang ini sebelum keputusan 
diambil. Masyarakat pun jangan dibiarkan menjadi arena di mana berlangsung 
cut-throat economic competition, tetapi dibina menjadi suatu komunitas moral 
di mana anggota-anggotanya sama-sama menanggung beban umum. Dengan kata 
lain, politik jangan diredusir menjadi ekonomi, apalagi menjadi bisnis 
belaka, tetapi tetap memiliki kegiatan intrinsiknya sendiri, yaitu politik 
dalam arti konsep.

KEBIJAKAN pemerintah menaikkan harga BBM membuka pikiran kita untuk membuat 
perbedaan antara development state dan developmental state. Suatu 
development state terbukti kuat hanya dalam kemampuan represif dan 
penerbitan instruksi, tetapi lemah dalam kesanggupan membuat perencanaan 
yang bervisi, menuntun, dan menerapkan. Jadi, ada unsur kekuasaan, tetapi 
tanpa pembangunan. Suatu developmental state adalah negara yang 
pemerintahannya sanggup menyusun satu set aturan dan prosedur serta 
nilai-nilai yang dapat diterima rakyat sebagai credible dan memang 
diperlukan untuk menentukan dan/atau mengubah apa-apa yang mereka anggap 
sebagai unsur konstitutif dari kepentingan umum dalam konteks kehidupan 
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan umum itu adalah 
kepentingan bersama yang diakui sebagai betul-betul suatu kepentingan yang 
melampaui aneka kepentingan pribadi dan individual.

Ketika kenaikan harga BBM belum diputuskan, tetapi sudah menjadi isu 
pembahasan umum, sebenarnya sudah diketengahkan berbagai keberatan, terutama 
dari "rakyat kecil". Terhadap keberatan ini Menko Perekonomian menegaskan, 
jika tidak mampu membeli BBM berdasar harga pasar yang telah naik, ya jangan 
menggunakannya lagi.

Penegasan enteng ini mengingatkan kita, yang pernah bersekolah, pada ucapan 
Ratu Marie Antoinette di hadapan rakyat Perancis yang kelaparan, "Kalau 
tidak ada roti, makan saja kue!" Dari sejarah kita tahu, apa yang terjadi 
akibat ucapan itu, baik yang menimpa penguasa negeri maupun sang ratu 
sendiri.
Daoed Joesoef Docteur d'Etat ès Sciences économiques 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Quo Vadis" Magister?