** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/16/opini/1614772.htm abu, 16 Maret 2005 Quo Vadis" Magister? Oleh Daoed Joesoef KENAIKAN harga BBM menimbulkan reaksi pro-kontra. Baik yang setuju maupun yang menentang menggunakan cara dan jalan berbeda dalam menyatakan pendiriannya dengan beriklan, berdemo, adu argumentasi di media massa, dan sebagainya. Namun, semuanya mengklaim, cara dan jalan yang dipakai tetap demokratis. Bila demikian, apa demokrasi itu? Inilah repotnya. Bukankah demokrasi itu tidak ada! Sungguh tidak ada. Maksudnya, THE democracy does not exist, seperti juga THE philosophy tidak ada, THE art tidak ada. Ia tidak pernah ada dan dewasa ini malah kian kecil kemungkinan untuk berada. Yang ada adalah demokrasi ini atau demokrasi itu, filosofi ini atau filosofi itu, seni ini atau seni itu. Dengan kata lain, ada demokrasi politik, demokrasi ekonomi, demokrasi pendidikan, dan sebagainya. Demikian pula ada filosofi pengetahuan, filosofi hukum, filosofi ekonomika, filosofi ilmu kedokteran, dan lainnya. Juga seni naturalis, seni impresionis, seni populer, seni kontemporer, dan lain-lain. Maka, tidak mengherankan bila dalam sejarahnya yang berusia tiga ribuan tahun di Barat, tempat kelahirannya, demokrasi tampil dalam berbagai bentuk berbeda. Tidak hanya berupa aneka ragam sistem yang saling bersaing, juga berupa jawaban yang kontradiktif bagi masalah fundamental yang boleh dikata tetap sama hingga kini. Namun, yang paling merunyamkan adalah tampilnya multipel bentuk dari demokrasi itu sendiri. Demokrasi terpecah menjadi berbagai konsep yang tidak dapat, tanpa kekerasan, digiring ke bawah satu konsep umum. Juga kelihatan tidak mungkin dikembangkan, dalam suatu abstraksi artifisial dari konsep demokrasi itu sendiri, suatu bingkai pembatas di mana semua pandangan bisa berintegrasi. Jika bingkai ideal itu terbentuk ia akan segera pecah, mengingat pemikiran demokrasi selalu dimangsa oleh proses diversifikasi berhubung, dalam modernitas, semua gejala kultural dan masalah kehidupan dicakup oleh proses tadi. Itu sebabnya mengapa demokrasi kian tidak bisa diredusir menjadi satu konsep, satu obyek identik atau satu metode identik. Akibatnya, resep beradu argumen dalam suasana yang katanya dan maunya tetap demokratis menetapkan, "If the law is against you, stress the facts; if the facts are against you, stress the law; if both are against you, just yell like hell". Ini yang berlaku di DPR, di parlemen jalanan. Pemerintah dan elite politik, akademis dan cendekiawan, yang mendukung kebijakan kenaikan harga BBM, amat mendasarkan diri pada penalaran ekonomika. Di negeri kita konsep market mechanism yang berbau laissez-faire laissez-passer sudah lama dilihat sebagai general panacea. Dewasa ini intervensi sekecil mungkin dari pemerintah dalam kegiatan ekonomi sudah dianggap sebagai jawaban terbaik untuk mewujudkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Serahkan segala sesuatu pada mekanisme pasar karena pasarlah yang dipercaya sebagai means yang memungkinkan sumber-sumber ekonomi teralokasi secara adil dan paling rasional. Bukankah hal ini sudah terbukti berhasil, katanya, di negara-negara industri maju. Padahal, menurut Adam Smith-peletak dasar teori ekonomi pasar-hasrat yang dibiarkan tak terkendali sebenarnya tidak sesuai dengan kelancaran berfungsinya sistem pasar. Menurut dia, pasar adalah semacam medan atletik di mana para pemain dituntut tunduk pada aturan fair-play. Dan fair-play hanya terjadi bila orang mengekang hasrat mau menang sendiri. Mengingat kebalikannya, unfair- play adalah produk dari kegigihan untuk meraih kemenangan atau kebahagiaan, maka pengekangan hanya melalui simpati, yaitu melihat diri sendiri melalui mata orang lain. Jadi, Bapak Ekonomi Klasik itu, selain mengetengahkan ide ekonomi pasar, sebenarnya merupakan penganjur pembentukan suatu komunitas moral. Maka bukan pasar, juga bukan pasar dunia, yang krusial bagi kemajuan atau kemunduran, tetapi struktur sosial, sistem politik dan kebijakan kesejahteraan yang berlaku di negeri bersangkutan. Setiap sistem ekonomi, terlepas dari asal- usulnya, adalah jauh lebih daripada sekadar suatu koleksi hukum dan peraturan. Ia dalam dirinya mewakili seperangkat nilai dan suatu cara hidup. Ia mengandung satu set asas-asas filosofis dan ideologi yang menentukan keseluruhan karakternya karena produksi yang dihasilkan berupa barang dan jasa, tetapi dalam dirinya semua itu mencerminkan "tanda/simbol" dari kebutuhan kelas atau hasrat hidup tingkat sosial tertentu. Orang-orang dari negara industri maju berusaha memuaskan kebutuhan atau memenuhi hasrat mereka sebenarnya melalui dua jalur pokok, natural dan psikologis. Dan hal ini kelihatannya menjalar, berkat demonstration effects, pada penduduk negara-negara yang belum maju. Kebutuhan/hasrat yang natural adalah terbatas karena besarnya perut sama antara si kaya dan si miskin. Yang tidak terbatas adalah kebutuhan/hasrat psikologis berhubung ia dikondisikan oleh masyarakat dan mudah dipupuk melalui sistem periklanan. Maka, para elite tidak pernah "mengiklankan" penolakannya terhadap keberadaan lapangan golf meski pembuatannya mengorbankan hutan fungsional atau sawah produktif. Sebab, bermain golf bukan sekadar sport, tetapi sudah menjadi "tanda/simbol" status olahraga dari orang-orang di kelas elite. Jelas, di jalur psikologis inilah ada perkembangan yang tidak mengenal batas dari hasrat dan permintaan. Maka ada usaha untuk memuaskannya tidak hanya di pasar tetapi lebih-lebih di bidang politik. Jadi, bukan kebetulan jika masyarakat kontemporer di mana pun, sekaligus a high consumption society dan a mass society, di lain pihak, kegiatan politiknya didominasi berbagai jenis lobi. Bila pemerintah dituntut melakukan sesuatu di luar batas kemampuannya dan, karena itu, terancam defisiter kalaupun tidak bangkrut, hal itu bisa jadi karena tekanan politik kepentingan tertentu yang tak ada kaitannya dengan kebaikan bersama. Artinya, diktum ekonomi pasar diikuti karena hanya mau memecahkan masalah kebangkrutan pemerintah. Dengan kata lain, para politikus berusaha mengurangi tugas-tugas pemerintah dengan jalan deregulasi, liberalisasi, dan privatisasi serta menyerahkan tugas-tugas itu kepada pasar. Sedangkan melakukan deregulasi demi deregulasi sendiri berarti tak lain daripada menghapus tanggung jawab asasi dari pemerintah. Jika pemerintah bertekad melakukan reformasi, sesuai janji-janji di saat pemilu, lakukan sekarang dengan menumbuhkan civic virtue dalam pemikiran ekonomi dan politik, berupa: si miskin bukan orang yang kalah dalam persaingan ekonomi, tetapi anggota masyarakat yang perlu mendapat perhatian khas dan khusus, santunan riil, bukan fiktif. Lalu, adanya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dari orang-orang yang langsung/paling terkena keputusan yang diambil, sedikitnya didengar benar-benar keluh kesah orang-orang yang malang ini sebelum keputusan diambil. Masyarakat pun jangan dibiarkan menjadi arena di mana berlangsung cut-throat economic competition, tetapi dibina menjadi suatu komunitas moral di mana anggota-anggotanya sama-sama menanggung beban umum. Dengan kata lain, politik jangan diredusir menjadi ekonomi, apalagi menjadi bisnis belaka, tetapi tetap memiliki kegiatan intrinsiknya sendiri, yaitu politik dalam arti konsep. KEBIJAKAN pemerintah menaikkan harga BBM membuka pikiran kita untuk membuat perbedaan antara development state dan developmental state. Suatu development state terbukti kuat hanya dalam kemampuan represif dan penerbitan instruksi, tetapi lemah dalam kesanggupan membuat perencanaan yang bervisi, menuntun, dan menerapkan. Jadi, ada unsur kekuasaan, tetapi tanpa pembangunan. Suatu developmental state adalah negara yang pemerintahannya sanggup menyusun satu set aturan dan prosedur serta nilai-nilai yang dapat diterima rakyat sebagai credible dan memang diperlukan untuk menentukan dan/atau mengubah apa-apa yang mereka anggap sebagai unsur konstitutif dari kepentingan umum dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan umum itu adalah kepentingan bersama yang diakui sebagai betul-betul suatu kepentingan yang melampaui aneka kepentingan pribadi dan individual. Ketika kenaikan harga BBM belum diputuskan, tetapi sudah menjadi isu pembahasan umum, sebenarnya sudah diketengahkan berbagai keberatan, terutama dari "rakyat kecil". Terhadap keberatan ini Menko Perekonomian menegaskan, jika tidak mampu membeli BBM berdasar harga pasar yang telah naik, ya jangan menggunakannya lagi. Penegasan enteng ini mengingatkan kita, yang pernah bersekolah, pada ucapan Ratu Marie Antoinette di hadapan rakyat Perancis yang kelaparan, "Kalau tidak ada roti, makan saja kue!" Dari sejarah kita tahu, apa yang terjadi akibat ucapan itu, baik yang menimpa penguasa negeri maupun sang ratu sendiri. Daoed Joesoef Docteur d'Etat ès Sciences économiques ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **