** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.indomedia.com/bpost/032005/31/opini/opini1.htm Kamis, 31 Maret 2005 00:40 Pilkada Dan Pematangan Demokratisasi Oleh: Suaidi Asyari Sebentar lagi Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan dipraktikkan, yang ditandai dengan pendaftaran bakal kandidat kepala daerah. Penerapan UU No 32 ini merupakan praktik prosedural tahap ketiga proses pematangan demokratisasi di Indonesia, setelah Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2004 lalu sukses dilaksanakan. Sukses tidaknya pilkada di berbagai propinsi, khususnya yang secara kebetulan melaksanakan pilkada lebih awal, akan sangat menentukan perjalanan demokrasi bangsa kita. Tidak saja Indonesia, dunia internasional pun menunggu prosesi perhelatan demokrasi ini. Proses demokratisasi tidak saja diukur oleh menangnya seorang elit kandidat yang berkompetisi (elite-focused approach), sebagai mana yang terjadi pada masa Orde Baru. Tapi jauh lebih penting dari itu adalah penerapan nilai normatif demokrasi, yang dapat dikatakan nilai universal kedua setelah Islam. Penerapan nilai demokrasi ini seharusnya dimulai dari proses awal pilkada sesuai UU No 32, dilanjutkan dengan proses pengawasan jalannya roda pemerintahan penguasa terpilih sampai pada evaluasi akhir ketika penguasa terpilih mengakhiri masa baktinya. Oleh karena itu, aktor pemain sekaligus penentu arah sebuah demokrasi bukan saja calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub). Tetapi termasuk KPUD dan Panwas Pilkada, DPRD, mahasiswa, LSM, kelompok masyarakat dan yang paling penting adalah 'tuhan' demokrasi yaitu insan pers. Adalah sebuah kekeliruan besar adanya anggapan sementara orang, bahwa proses demokrasi itu hanya ditentukan oleh cagub dan cawagub, seperti disinyalir dari aksi demo kelompok anggota masyarakat tertentu. Tahap Awal I Aspek terpenting pada tahap awal adalah apakah seorang bakal calon sudah memenuhi segala persyaratan sesuai UU yang berlaku. Dalam hal ini, KPUD, Panwas Pilkada yang didukung penuh insan perslah yang paling berkompeten untuk menggali informasi, mencari tahu apakah cagub/cawagub sudah memenuhi persyaratan yuridis formalnya. Aspek terpenting kedua adalah track record cagub/cawagub. Track record sangat diperlukan untuk dijadikan landasan asumsi, apakah yang bersangkutan diperkirakan cakap untuk memangku jabatan yang sedang diperebutkan. Di negara yang sudah sangat maju dalam berdemokrasi, seperti India, Amerika dan Australia, track record ini sangat ditentukan oleh adanya kerjasama antara kelompok masyarakat dengan pers. Kelompok masyarakat termasuk LSM dapat memberikan informasi akurat yang akan dipublikasikan oleh pers melalui medianya. Informasi tentang track record ini bisa berisikan keberhasilan atau kegagalan leadership yang pernah dialami oleh seorang bakal calon. Tapi idealnya tidak bersifat rumor atau fitnah. Akan tetapi mengangkat kegagalan seseroang yang didukung data akurat, tidak dianggap sesuatu yang tabu. Dalam sebuah masyarakat yang matang dalam berdemokrasi di mana berita di media merupakan konsumsi harian mereka, rumor dan fitnah tidak begitu berpengaruh dalam menentukan sikap pemilih. Hal ini disebabkan kematangan mereka dalam membedakan antara opini (pendapat) yang masih membutuhkan pembuktian dan fact (kenyataan). Tetapi dalam masyarakat yang masih sangat muda dalam berdemokrasi seperti Indonesia, rumor dan fitnah bisa menjadi alat ampuh sebagai pembunuh karakter (character assassinator) seseorang. Karena itu, character assassination sangat kontra-produktif untuk menuju cita-cita demokrasi ideal. Aspek ketiga terpenting adalah modal dukungan publik sebelum pemilihan. Persyaratan dalam UU bahwa bakal calon harus mempunyai modal dukungan publik dengan prosentase tertentu, tidak boleh dimaknai untuk menghambat seseorang dalam berkompetisi. Tetapi untuk menghindari pemborosan dalam berdemokrasi. Seseorang yang dinyatakan oleh polling (yang memenuhi standar ilmiah) tidak atau kurang mendapat modal dukungan awal, akan lebih bijak mengundurkan diri sebelum berkompetisi jika hampir dapat dipastikan akan kalah. Namun perlu dicatat, polling yang tidak memenuhi standar ilmiah belum tentu bisa menjamin akurasi dukungan publik. Kasus polling media tertentu sebelum Pilpres 2004 lalu, sangat bermanfaat untuk dijadikan rujukan dalam hal ini. Di samping menghindari pemborosan dalam demokrasi, minimnya modal dukungan publik akan berdampak penyesalan yang bisa saja mempunyai implikasi lain lebih jauh bagi yang bersangkutan seperti tekanan psikologis dan sejenisnya. Selain, bisa juga mejadi trauma politik bagi peminat kekuasaan pada proses demokrasi di lain waktu. Tahap Awal II Tahap awal II adalah proses kampanye, pemilihan pada hari H dan tahap akhir pemilihan. Faktor penentu pengamalan nilai demokrasi pada hari kampanye di antaranya adalah setiap kontestan memperoleh fasilitas, waktu dan perlakuan sama, serta menaati segala rambu yang disepakati. Tidak ada diskriminasi dalam bentuk apa pun dan dengan alasan apa pun. Sedangkan pada hari H, setiap pemilih harus merasa sepenuhnya bebas memilih siapa pun yang dia inginkan, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun dan dalam bentuk apa pun. Namun idealnya, seorang pemilih mempunyai alasan publik (public reason) mengapa dia harus memilih si A. Public reason di sini bermakna, dia memilih seseorang karena yang bersangkutan mempunyai track record dan program tertentu sesuai kebutuhan publiknya. Sejauh mana public reason ini mendekati ideal, akan sangat ditentukan oleh proses tahap awal I. Seperti cukup dan akuratnya informasi serta waktu publikasi informasi tersebut kepada calon pemilih. Alasan konvensional dan tradisional seperti latar belakang agama, etnis atau perwakilan geografis sangat tidak mendukung penerapan nilai demokrasi 'ideal'. Karena alasan ini memungkinkan justifikasi terhadap public reason yang sesungguhnya tidak demokratis. Baik pada hari kampanye dan hari H pemilihan, ada tiga komponen yang seharusnya berperan dengan baik yaitu Panwas Pilkada, Pers dan LSM independen yang ikut mengawasi jalannya pilkada. Kekurangan tenaga panwas dan LSM, idealnya harus dibantu orang partai dan masyarakat independen untuk memberikan informasi jika terjadi sebuah kecurangan. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah menerima kekalahan secara 'jantan'. Siap menerima kekalahan saja tidak cukup dalam berdemokrasi. Tetapi menyatakan kemenangan lawan politik dengan mengucapkan selamat, itulah kesantuan berdemokrasi. Ucapan selamat menjadi penting, karena calon yang memenangkan pemilihan tidak harus membuang energi dan waktu untuk konsolidasi memaksimalkan dukungan dan mengurangi rintangan yang tidak substantif ketika mulai menjalankan programnya nanti. John Kerry, calon presiden yang kalah dalam Pemilihan Presiden Amerika dan Mark Latham (calon Perdana Menteri Partai Buruh) dari Asutralia, menyampaikan ucapan selamat sebelum seluruh suara dihitung, tapi persentase kemenangan sudah dapat dipastikan. Baik Geroge Bush maupun Howard sama sekali tidak memerlukan waktu, biaya dan energi berarti untuk konsolidasi. Kompetitor yang kalah harus mengevaluasi kelemhannya dan menunggu putaran pemilihan selanjutnya. Tahap Kedua Tahap kedua adalah pengawasan (monitoring). Pengawasan harus dilakukan mulai dari rencana/program kerja yang harus sesuai ketentuan yang berlaku dan janji politik yang dilontarkan, kesepakatan legislatif (DPRD) dan eksekutif di bawah penguasa terpilih. Mengapa? Karena, ketiga aspek ini nanti yang dijadikan indikator sukses tidaknya seorang kepala daerah terpilih. Karena itu, evaluasi sukses-tidaknya seorang kepala daerah tidak bisa diukur dari keinginan orang per orang. Indikator utama pengukurnya adalah janji politiknya, serta kesepakatan antara pihak legislatif dan eksekutif. Tentu ada sektor pembangunan tertentu yang musti masuk dalam programnya. Tahap Ketiga Tahap ketiga adalah tahap evaluasi; evaluasi dalam bentuk progress report dan evaluasi akhir dalam bentuk pertanggungjawaban akhir jabatan. Progress report baik secara formal atau tidak, adalah evaluasi tahunan/periodik untuk mengontrol arah dan akselerasi program pembangunan dalam bidang tertentu. Artinya sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menjatuhkan pejabat yang sedang berkuasa. Termasuk dalam hal ini program 100 hari. Hanya pelanggaran yang sangat berat terhadap UU yang bisa dijadikan alasan pemaksaan mundur seorang penguasa. Ada sejumlah komponen yang harus selalu berperan di sini yaitu DPRD, Panitia Pengawas, LSM dan mahasiswa, kelompok masyarakat serta insan pers. Insan pers dengan medianya adalah bank data/informasi dari hari ke hari yang mendokumentasikan kebijakan politik dan pembangunan penguasa. Karena itu, peran mereka jauh melebihi kelompok lainnya. Idealnya, pers di daerah tidak ada lagi yang bersifat pragmatis, seperti sebagian partai politik dan LSM. Jika masing-masing komponen ini berperan maksimal, khususnya pers, maka upaya pemblunderan demokrasi dapat diantisipasi. Kemungkinan terjadinya politik uang untuk membungkam informasi ketidakbenaran, seperti korupsi, manipulasi dan nepotisme serta pelanggaran terhadap pertaruan tertentu akan dapat diatasi sejak dini. Seperti terlihat, untuk sampai pada 'surga' demokrasi itu, hampir seluruh komponen masyarakat harus ambil bagian dalam mendayung bahtera demokrasi prosedural ini, sehingga nilai demokrasi normatif yang universal itu bisa dicapai. Kerjasama berbagai komponen ini dalam menerapkan nilai normatif dalam demokrasi prosedural, inilah faktor utama yang akan mendewasakan demokrasi di negeri mana pun. Semoga. Kandidat PhD The University of Melbourne Australia e-mail: s.asyar@xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **