[list_indonesia] [ppiindia] Penyelesaian Sengketa Ambalat - Diplomasi atau Perang?

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 15 Mar 2005 23:07:06 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=161808
Rabu, 16 Mar 2005,

Penyelesaian Sengketa Ambalat - Diplomasi atau Perang?
Oleh Sus Eko Ernada *


Ci vis pacem para bellum -yang berarti jika ingin damai, bersiaplah untuk 
berperang- adalah ungkapan klasik untuk menggambarkan suasana hati sebagian 
rakyat Indonesia dalam melihat sengketa wilayah Ambalat, Kalimantan Timur. 
Seakan-akan, tidak ada pilihan lain kecuali berperang untuk mempertahankan 
Blok Ambalat.

Sementara itu, diplomasi menjadi pilihan yang tidak populer. Hal itu 
terbukti dengan maraknya pendirian posko-posko sukarelawan di seluruh 
wilayah tanah air dengan memanfaatkan retorika Bung Karno pada 1960-an 
ketika menginginkan konfrontasi dengan negeri jiran, "ganyang Malaysia".

Sementara, pemimpin kedua negara masih berusaha mengedepankan dialog dan 
perundingan dalam menyelesaikan sengketa perbatasan dan pemilikan wilayah 
Ambalat tersebut. Hal itu bisa dilihat dari statemen kedua pemimpin, baik 
dari Malaysia maupun Indonesia, tentang perlunya menyelesaikan kasus 
tersebut dengan cara-cara damai.

Pertanyaannya sekarang, di antara dua pilihan tersebut, mana yang lebih 
tepat dilakukan oleh kedua negara? Penyelesaian melalui jalur diplomasi, 
tampaknya, akan lebih elegan dalam masa sekarang ini dibandingkan dengan 
melaui jalur konfrontasi bersenjata.

Mengingat zaman telah berubah dan hubungan antarbangsa telah berkembang 
menuju hubungan yang lebih mengedepankan penghargaan pada martabat 
kemanusiaan. Oleh karena itu, perang yang ganas dan keji tidak lagi menjadi 
pilihan populer sebagai resolusi konflik antarbangsa.

Penyelesaian sengketa wilayah Ambalat melalui konfrontasi bersenjata akan 
merugikan kedua belah pihak, yang tidak saja secara politik sebagai akibat 
langsung konfrontasi, tetapi juga di bidang ekonomi dan sosial.

Secara politik, citra kedua negara akan tercoreng, paling tidak, di antara 
negara-negara anggota ASEAN. Kedua negara termasuk pelopor berdirinya ASEAN, 
di mana ASEAN didirikan sebagai sarana resolusi konflik, maka cara-cara 
penyelesaian konflik yang konfrontatif dapat menjatuhkan citra mereka di 
ASEAN.

Dalam bidang ekonomi, kedua negara akan mengalami kerugian. Kedua belah 
pihak akan meningkatkan anggarannya untuk biaya berperang, sedangkan biaya 
itu bisa dialihkan kepada sektor lain.

Belum lagi masalah TKI, yang kedua belah pihak sangat berkepentingan. Bagi 
Indonesia, TKI adalah remittance yang menjadi sumber devisa, sementara 
ekonomi Malaysia juga bergantung kepada keberadaan TKI. Perputaran ekonomi 
masyarakat di wilayah perbatasan yang saling bergantung juga perlu 
dipertimbangkan.

Aspek sosialnya juga tidak sedikit. Pengalaman berkonfrontasi dengan 
Malaysia pada tahun '60-an telah memberikan pengalaman traumatis bagi 
sebagian warga Indonesia. Berapa banyak keluarga yang terpisah akibat 
konfrontasi tersebut. Tidak adanya kompensasi dari akibat konfrontasi, 
terutama pada masyarakat di perbatasan.

Tetapi, keinginan untuk menyelesaikan sengketa itu melalui jalur konfrontasi 
masih bisa dipahami, paling tidak dalam tiga hal. Pertama, masyarakat 
Indonesia mengalami pengalaman yang traumatis terhadap gagalnya upaya 
diplomasi atas perebutan Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia pada 2002.

Kedua, lepasnya wilayah Timor Timur dari wilayah NKRI cukup menjadikan 
pengalaman yang pahit bagi Indonesia untuk tidak terulang lagi. Ketiga, 
penyelesaian kasus TKI ilegal oleh pemerintah Malaysia yang dirasa 
menyakitkan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Ketiga hal itu yang 
mendorong rasa anti-Malaysia dan keinginan untuk perang.


Siapa Takut?

Perang bukanlah satu-satunya cara menyelesaikan sengketa Ambalat. Masih 
terbuka lebar peluang untuk memenangkan sengketa itu melalui jalur 
diplomasi. Penyelesain sengketa perbatasan di laut sendiri sudah diatur 
melalui Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982 (UN Convention on the Law of the 
Sea/ UNCLOS 1982). Pada prinsipnya, UNCLOS menyarankan bahwa penyelesaian 
sengketa perbatasan di laut harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip 
equitable solution (solusi patut).

Apalagi secara yuridis, Indonesia diuntungkan oleh adanya pasal 47 UNCLOS 
bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia dapat menarik garis di pulau-pulau 
terluarnya sebagai patokan untuk garis batas wilayah kedaulatannya.

Paling tidak, ada empat langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikan 
sengketa wilayah Ambalat tersebut. Pertama, melalui perundingan bilateral, 
yaitu memberi kesempatan kedua belah pihak untuk menyampaikan argumentasinya 
tentang wilayah yang disengketakan dalam forum bilateral.

Indonesia dan Malaysia harus secara jelas menyampaikan mana batas wilayah 
yang diklaim dan apa landasan yuridisnya. Dalam hal ini, Malaysia tampaknya 
akan menggunakan peta 1979 yang kontroversial itu. Sementara Indonesia 
mendasarkan klaimnya pada UNCLOS 1982.

Jika gagal, maka perlu dilakukan cooling down dan selanjutnya masuk langkah 
kedua dengan menetapkan wilayah sengketa sebagai status quo dalam kurun 
waktu tertentu. Pada tahap ini, bisa saja dilakukan eksplorasi di Blok 
Ambalat sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa saling percaya kedua belah 
pihak (confidence building measures). Pola ini pernah dijalankan 
Indonesia-Australia dalam mengelola Celah Timor.

Langkah ketiga bisa memanfaatkan organisasi regional sebagai sarana resolusi 
konflik, misalnya, melalui ASEAN dengan memanfaatkan High Council seperti 
termaktub dalam Treaty of Amity and Cooperation yang pernah digagas dalam 
Deklarasi Bali 1976.

Malaysia akan enggan menggunakan jalur ini karena takut dikeroyok 
negara-negara ASEAN lainnya. Sebab, mereka memiliki persoalan perbatasan 
dengan Malaysia akibat ditetapkannya klaim unilateral Malaysia berdasarkan 
peta 1979, seperti Filipina, Thailand, dan Singapura. Di samping itu, kedua 
negara juga bisa memanfaatkan jasa baik (good office) negara yang menjadi 
ketua ARF (ASEAN Regional Forum) untuk menengahi sengketa ini.

Jika langkah ketiga tersebut tidak juga berjalan, masih ada cara lain. 
Membawa kasus itu ke Mahkamah Internasional (MI) sebagai langkah 
nonpolitical legal solution. Mungkin, ada keengganan Indonesia untuk membawa 
kasus tersebut ke MI karena pengalaman pahit atas lepasnya Sipadan dan 
Ligitan. Tetapi, jika Indonesia mampu menunjukkan bukti yuridis dan 
fakta-fakta lain yang kuat, peluang untuk memenangkan sengketa itu cukup 
besar. Pasal-pasal yang ada pada UNCLOS 1982 cukup menguntungkan Indonesia, 
bukti ilmiah posisi Ambalat yang merupakan kepanjangan alamiah wilayah 
Kalimantan Timur, bukti sejarah bahwa wilayah itu merupakan bagian dari 
Kerajaan Bulungan, dan penempatan kapal-kapal patroli TNI-AL adalah modal 
bangsa Indonesia untuk memenangkan sengketa tersebut.

Sus Eko Ernada, staf pengajar HI FISIP Universitas Jember 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: