[list_indonesia] [ppiindia] Pengentasan Kemiskinan, Kail atau Ikan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 22 Mar 2005 00:10:57 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/22/opini/1614783.htm

 Pengentasan Kemiskinan, Kail atau Ikan 
Oleh Ali Khomsan

PEMERINTAH tengah berancang-ancang menggelar poverty summit atau pertemuan 
tingkat tinggi untuk membahas kemiskinan. Dalam waktu satu minggu setelah 
diumumkannya rencana poverty summit, 3.000 proposal dari berbagai LSM telah 
masuk menawarkan konsep terbaik untuk memecahkan masalah besar bangsa, 
kemiskinan (Kompas, 22/2).

Tampaknya setelah sekian puluh tahun berperang melawan kemiskinan kita belum 
mempunyai grand strategy untuk membebaskan lebih dari 30 juta rakyat Indonesia 
yang menderita karena tekanan ekonomi. Padahal, kemiskinan harus diatasi secara 
berkesinambungan dari tahun ke tahun tanpa putus sehingga jumlahnya dikurangi 
seminimal mungkin.

Inti pemecahan masalah kemiskinan adalah tersedianya lapangan kerja dan hal ini 
dapat diwujudkan jika sektor industri dan pembangunan berjalan lancar. Sejak 
krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998 kehidupan bangsa kian membaik. Pada 
tahun 1998 angka kemiskinan mencapai 49 juta dan tiga tahun berikutnya turun 
menjadi rata-rata 37 juta. Ini berarti tiga tahun pascakrisis ekonomi, kita 
belum dapat mengurangi jumlah orang miskin secara signifikan meski angka 
besarannya relatif lebih baik dibandingkan dengan saat krisis tahun 1998.

Ketersediaan lapangan kerja menjadi tanggung jawab berbagai sektor, seperti 
sektor pertanian, perindustrian, dan perdagangan. Sektor-sektor inilah yang 
akan menggerakkan ekonomi masyarakat dan memberikan kontribusi pendapatan pada 
setiap keluarga miskin.

Mereka yang telah mendapat pekerjaan tidak secara otomatis bebas dari 
kemiskinan. Ada orang yang bekerja dengan curahan waktu yang kurang sehingga 
penghasilannya juga minimal. Ada pula yang bekerja dengan upah tidak layak 
meski curahan waktunya maksimal.

ORANG miskin selalu ada di belahan bumi mana pun, bahkan di negara maju. Mereka 
ada yang hidup menggelandang, ada pula yang hidup normal. Yang hidup normal 
penampilannya tidak seperti orang miskin, tetapi tingkat penghasilannya yang 
menentukan bahwa dia miskin sehingga berhak mendapat charity dari pemerintahnya.

Hiruk-pikuk mengenai alih alokasi subsidi BBM kini masih digodok pemerintah. 
Sebenarnya lebih pas jika subsidi BBM untuk orang miskin diarahkan pada program 
charity. Oleh karena itu, tidak aneh jika muncul ide pembebasan SPP selama masa 
wajib belajar sembilan tahun, orang miskin dapat berkunjung ke puskesmas 
gratis, dan sebagainya.

Apabila hal ini akan dilembagakan maka sebenarnya kita hanya menyempurnakan 
konsep JPS (jaring pengaman sosial). Sebagian orang tidak setuju jika JPS 
dilestarikan karena katanya hal ini akan menumbuhkan sifat ketergantungan orang 
miskin pada program bantuan. Namun, coba tengok bagaimana Pemerintah Amerika 
Serikat merancang social security bagi rakyatnya yang miskin. Berpuluh-puluh 
tahun program charity bertahan dan manfaatnya sungguh besar dirasakan warga AS 
yang miskin.

Di bidang gizi, Amerika mencanangkan program WIC (Supplemental Food Proram for 
Women, Infants and Children), foodstamps, school lunch, school breakfast, 
school milk, dan nutrition for elderly. Semua dengan sasaran orang miskin. 
Selain itu ada program bantuan gas di musim dingin untuk rumah-rumah orang 
miskin. Sebagian besar program itu dilakukan dengan sistem voucher.

Ini semua sama dengan program JPS di Indonesia yang baru saja berakhir. Kita di 
Indonesia melalui program JPS mengimplementasikan program bantuan persalinan, 
makanan tambahan untuk anak balita, makan siang untuk anak jalanan, beasiswa 
SD-SLTA, beras miskin, dan sebagainya. Ini yang menurut saya harus menjadi 
bagian penting program kemiskinan. Kita tidak usah mempersoalkan pemeo mau beri 
kail atau ikan pada orang miskin. Kail memang penting, tetapi ikan juga 
penting. Penyediaan lapangan kerja dari berbagai sektor adalah kail, sedangkan 
program charity adalah ikan.

Untuk meningkatkan daya ungkit ekonomi orang miskin kita sering berulang- ulang 
memberikan modal bergulir yang boleh dikatakan gagal total. Di era Orde Baru 
dulu Departemen Pertanian meluncurkan program bergulir untuk wanita tani yang 
disebut Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG) berupa bibit tanaman, bibit 
unggas, dan bibit ikan. Departemen Sosial juga pernah memberikan bantuan domba 
bergulir. Program-program bergulir semacam ini umumnya tidak berhasil karena 
masyarakat tidak mau menggulirkan lagi modalnya pada anggota masyarakat yang 
lain. Sementara tindakan tegas kepada orang yang tak menggulirkan bantuan 
pemerintah juga tak pernah dilaksanakan karena alasan kemanusiaan. Jadi, 
lengkap sudah risiko kegagalan yang semakin besar dari program semacam ini.

JIKA saat ini ada 3.000 proposal dari LSM untuk program pengentasan kemiskinan, 
pemerintah harus jeli mencermatinya. Akan lebih baik jika Menko Kesra 
merumuskan dulu model pengentasan kemiskinan versi pemerintah yang disesuaikan 
dengan anggaran yang tersedia. Dalam hal ini Menko Kesra bisa meminta sumbangan 
pemikiran dari perguruan tinggi, lembaga penelitian, atau LSM. Dalam 
pelaksanaannya, pemerintah bisa mendelegasikan program kemiskinan kepada LSM 
agar kebocoran dana dapat diperkecil. Sebab, jika program kemiskinan ini 
diproyekkan oleh birokrat, 30 persen dana bakal menguap. Bukankah tingkat 
korupsi kita sekitar 30 persen?

Pemerintah harus berhati-hati menghitung dana subsidi BBM yang akan dialihkan 
ke program kemiskinan. Nilai tambah adanya program ini harus lebih besar 
dibandingkan dengan beban yang ditanggung orang miskin akibat naiknya harga 
BBM. Kenaikan BBM menimbulkan efek domino berupa naiknya harga berbagai 
kebutuhan masyarakat. Kalau ternyata orang miskin merasa lebih sengsara dengan 
adanya kenaikan BBM, sementara program kemiskinannya tidak dirasakan cukup 
signifikan, pemerintah akan menanggung gejolak sosial yang mungkin muncul di 
tingkat masyarakat.

Pemerintah sering terlalu bersemangat dalam menyosialisasikan program bantuan 
untuk orang miskin. Sebagai contoh, dalam program beras miskin masyarakat 
seharusnya dapat membeli 20 kg beras dengan harga Rp1.000/kg. Kenyataannya, 
mereka hanya dapat membeli 5-10 kg beras. Ini menimbulkan kekecewaan. Mengapa 
ini terjadi? Karena beras yang disediakan Perum Bulog tidak sebanding dengan 
jumlah orang miskin yang akan dicakup. Di masyarakat sendiri, jika ada program 
bantuan pemerintah, mereka berbondong-bondong menyatakan diri sebagai orang 
miskin.

Untuk menetapkan batas kemiskinan memang bukan urusan gampang. BPS (2001) 
menggunakan cut off point penghasilan Rp 100.000 per kapita per bulan untuk 
wilayah kota dan sekitar Rp 80.000 untuk desa. Sementara itu, BKKBN sejak 
beberapa tahun lalu menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan yang lebih 
operasional, yakni dengan membagi keluarga dalam kategori: Prasejahtera, 
Sejahtera I, Sejahtera II, Sejahtera III, dan Sejahtera III plus.

Keluarga dimasukkan dalam kategori Prasejahtera apabila tidak dapat memenuhi 
satu dari lima syarat berikut: melaksanakan ibadah menurut agamanya, makan dua 
kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai 
rumah bukan dari tanah, dan bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana 
kesehatan.

Apabila dua pendekatan ukuran kemiskinan itu masih dianggap belum pas, perlu 
dirumuskan kembali hakikat kemiskinan dengan menambah beberapa variabel, 
misalnya, adanya anak usia sekolah yang tidak bersekolah, adanya anak di bawah 
umur yang turut mencari nafkah, adanya balita kurang gizi, orangtua terkena 
PHK. Untuk itu, berbagai institusi yang menaruh perhatian dalam masalah 
kemiskinan hendaknya dilibatkan dalam perumusan kriteria ini. Selanjutnya 
sosialisasi standar kemiskinan ini harus dilakukan di tingkat masyarakat agar 
mereka mengetahui hak-haknya apabila ada program-program kemiskinan yang akan 
diluncurkan oleh pemerintah.

Ali Khomsan Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Pengentasan Kemiskinan, Kail atau Ikan