** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.indomedia.com/bpost/032005/26/opini/opini1.htm Sabtu, 26 Maret 2005 03:17 Merancang Pendidikan Transformatif Oleh: Teddy Suryana Wacana tentang pendidikan yang mengemuka akhir-akhir ini, seharusnya diselesaikan secara tuntas. Sebab, perdebatan seputar pendidikan Indonesia tersebut baru sebagian yang sampai menghujam pada akar persoalan pendidikan kita. Perdebatan mutakhir berputar pada wacana otonomi daerah (otda) yang berpengaruh pada persoalan kebijakan dan finansial. Akan tetapi, sejauh yang kita amati, wacana pendidikan tersebut belum menghunjam pada akar persoalan pendidikan di Indonesia. Artinya, pendidikan seharusnya dibaca dalam kerangka konstruksi ideologis yang tersembunyi di balik pendidikan Indonesia. Tanpa pembacaan seperti itu, berbagai perbincangan tersebut hanya karikatural belaka. Tulisan ini membaca pendidikan sebagai suatu 'teks' yang tidak terlepas dari teks lain dan juga konteksnya. Pendidikan merupakan salah satu entitas sosial yang terelasi dengan teks sosial yang melingkupinya. Artinya, konstruksi pendidikan suatu bangsa merupakan salah satu metafor kebudayaannya, yang merefleksikan ideologi dan filsafat pendidikannya. Karena itu, persoalan sosial suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari konstruksi pendidikannya yang menjadi kerangka kerja proses sosial. Dengan demikian, pendidikan harus dibaca dalam setting sosial dan budayanya yang terajut dalam interrelasi antarteks sosial. Pembacaan tersebut memunculkan realitas, pendidikan di Indonesia disubordinasikan dalam wacana developmentalism yang merupakan ideologi ekonomi negara. Ini terlihat, misalnya, dalam berbagai kebijakan dan politik pendidikan yang diterapkan. Konsep subordinasi organ mahasiswa di bawah rektorat era Daoed Yoesoef, konsep link and match yang digagas era Wardiman, konsep Pengabdian Pada Masyarakat dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dibangun atas dasar asumsi teori modernisasi dan terakhir gagasan otonomi perguruan tinggi, merefleksikan wacana developmentalistik. Selain ideologi kapitalisme, pendidikan kita, konon, juga menjadi penandaan bagi ideologi militeristik seperti terefleksikan dalam penyeragaman dari cara bersetubuh hingga nalar, feodalisme yang tecermin dalam metodelogi pengajaran yang berlogika kawula-gusti dan nasionalisme-fasis melalui penjejalan doktriner ideologi Pancasila. Subordinasi kasar ini, lama kelamaan mendistorsi filsafat dasar pendidikan bangsa sebagai wahana pencerdasan dan pencerahan bangsa. Pendidikan berjalan di luar kodratnya. Kurikulum pendidikan didominasi sains positivistik dan paradikma fungsionalisme yang juga dipaksakan diterapkan dalam sains sosial dan humaniora. Keberhasilan pendidikan diukur melalui nilai verbal dan ijazah tanpa mau tahu proses material munculnya nilai tersebut. Maka, yang terjadi adalah pendidikan hanya menjadi wahana transfer of knowledge yang oleh Freire dikatakan tidak lebih dari pendidikan preskriptif, jauh dari pendidikan dialogis yang ideal. Model pendidikan tersebut merupakan model pendidikan yang dalam bahasa Freire, membelenggu (domesticating) yang kontras dengan pendidikan membebaskan (liberating), yang selain memuat dimensi to know juga memuat dimensi to transform. Oleh karena pendidikan diseting untuk memenuhi hanya salah satu aspek dalam kehidupan manusia yakni kepentingan pasar, maka pendidikan tidak dapat responsif menghadapi dinamika dan perubahan sosial yang kompleks. Pendidikan yang tidak dirancang untuk menjawab tantangan secara komprehensif tantangan masa depan ini, menjadikannya mengalami stagnasi bahkan involutif karena gagal mengakomodasi transformasi sosial yang ada. Involusi tersebut tecermin, misalnya, dalam dataran teknis. Upaya membangun infrastruktur yang memadai sebagai investasi masa depan, dipandang kurang penting dibanding anggaran militer. NER (Net Enrolment Ratio) untuk tingkat SD, SMP, SMU di Indonesia yang rata-rata lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya, dapat dijelaskan dalam politik pendidikan ini. Dalam tataran diskursus, pendidikan yang berjalan di luar kodratnya melahirkan tradisi fashion dalam pergulatan intelektualisme. Tren diskursus intelektual yang berkembang tidak berasal dari basis sosial permasalahan yang ada. Namun terpengaruh oleh isu intelektualisme yang berkembang di barat yang memiliki basis sosial berbeda. Era 1990-an, misalnya, intelektual terkena demam postmodernism sebagai wacana an sich yang tidak dibenturkan dengan realitas objektif. Begitu juga wacana civil society yang amat penting itu. Wacana ini lebih sering dibaca secara konseptual daripada elaborasinya dalam konteks Indonesia. Tren wacana paling mutakhir adalah cultural studies, yang siap dijadikan onani intelektual. Maka, dapat dikatakan wacana yang dikembangkan intelektual tidak sebangun dengan persoalan sosial yang digumuli rakyat, terserabut dari akar sosial dan kulturalnya. Oleh karena itu, diperlukan paradigmatisasi pendidikan transformatif. Suatu pendidikan yang dikembangkan sesuai kebutuhan objektif, visioner, didasarkan atas falsafah tujuan negara. Pendidikan ini diarusutamai oleh menyatunya pendidikan dengan persoalan sosial yang tengah digumuli rakyat dan memberikan perspektif terhadap problematika masa depan. Pendidikan tersebut menghendaki pendidikan dibaca sebagai salah satu entitas sosial yang diletakkan dalam kerangka besar transformasi masyarakat Indonesia. Dengan demikian, pendidikan transformatif adalah pendidikan yang mampu menggerakkan transformasi sosial. Gagasan paradigma ini dimulai dengan melakukan dekonstruksi total terhadap konstruksi ideologi pendidikan Indonesia sekarang. Tugas dekonstruksi ini diarahkan untuk membebaskan pendidikan dari berbagai belenggu ideologis dan politik yang menyelubunginya. Pendidikan harus dibebaskan dari proyek hegemoni penyebarluasan teori modernisasi, seperti digambarkan Escobar (1990; dalam Mansur Faqih; 1996: 74), 'penciptaan jaringan kerja yang luas (dari organisasi internasional dan universitas hingga pelaku pembangunan tingkat lokal) yang menjamin pemungsian aparat ini secara efisien. Sekali dikonsolidasikan, sistem ini menentukan apa yang dapat dikatakan, dipikirkan, dibayangkan. Singkatnya, sistem itu mendefinisikan bidang perseptual, ruang pembangunan'. Pendidikan di Indonesia era Orba, di samping disubordinasikan dalam developmentalism juga dipakai sebagai instrumen politik mempertahankan kekuasaan. Fiske (1998; Rahmat Wahhab: 1999) mengatakan, sekolah merupakan sumber kekuasaan politik, media praktik kekuasaan dan senjata politik. Orde baru menjadikan pendidikan sebagai sumber kekuasaan dengan cara mempekerjakan, memberhentikan, mempromosikan dan mengangkat guru dan pegawai untuk mendapatkan dukungan. Ini terlihat, misalnya, ketika Letjend Amir Machmud (mendagri) pada 1997 mengarahkan seluruh anggota Korpri untuk menyatakan loyalitas tunggalnya pada Golkar. Itulah strategi kuasa Orba yang disebut Gus Dur dengan meminjam analisis governmental rationality-nya Foucault, dengan istilah regementasi. Yaitu strategi Orba dalam menjalankan pengendalian politik secara lengkap, sistematis, sentralistik, dalam membangun legitimasinya. Pendidikan menjadi salah satu instrumen politik untuk menangkal bahaya (politic of exclusion), reproduksi dan distribusi wacana resmi. Proses dekonstruksi di atas dilanjutkan dengan rekonstruksi pendidikan. Rekonstruksi menuju pendidikan transformatif yang didasarkan atas kondisi objektif dan proyeksi masa depan yang hendak dicapai. Pada titik ini, pendidikan Indonesia menghadapi tantangan internal dan eksternal yang berat. Problem internal terkait dengan dunia pendidikan sendiri seperti filsafat dasarnya, infrastruktur, sumberdaya manusia, dana dan kelembagaan dalam kebijakan politik pendidikan. Secara eksternal, pendidikan dihadapkan pada problem nasional dan kompeksitas problematik globalisasi. Problem nasional bukan hanya persoalan krisis ekonomi yang tak kunjung usai, namun juga mencakup current issues seperti SARA, pluralisme, lingkungan hidup, etika dan demokrasi. Sedangkan problem global dipicu oleh tantangan dan dampak revolusi teknologi informatika, komunikasi dan komputer. Revolusi teknologi yang menjadi sokoguru kapitalisme ini, menciptakan kompetisi antarbangsa yang bercorak keunggulan SDM. Juga berbagai dampak buruk yang menyertakan yang terangkum dalam isu global serta hegemoni ekonomi negara maju. Tanpa merancang paradigma pendidikan transformatif, pendidikan Indonesia tidak akan dapat memberi konstribusi dalam transformasi sosial di abad ke-21. Bahkan, jika pendidikan Indonesia masih tetap menghirup udara sosial positivistik, maka barangkali perlu direnungkan pandangan sejarah Levi Strauss, yang melihat pengembangan sains hanya akan membawa manusia pada kehancuran struktur nilai peradabannya. Dosen STIQ Amuntai HSU, tinggal di Amuntai e-mail: teddy_humashsu@xxxxxxxxx [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **