[list_indonesia] [ppiindia] Memperlakukan kutipan untuk laporan jurnalistik

  • From: radityo djadjoeri <radityo_dj@xxxxxxxxx>
  • To: indotvwatch-owner <indotvwatch-owner@xxxxxxxxxxxxxxx>, mediacare <mediacare@xxxxxxxxxxxxxxx>, bizzcomm-milis <bizzcomm@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Wed, 23 Mar 2005 08:55:43 -0800 (PST)

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

Memperlakukan kutipan untuk laporan jurnalistik

oleh Masmimar Mangiang

Seperempat abad yang lampau negara-negara yang tergabung di dalam gerakan n=
on-blok hendak menyelenggarakan pertemuan, dan Kuba menjadi tuan rumah. Seb=
agai tuan rumah, pemerintah Havana menyiapkan agenda pertemuan, antara lain=
 merencanakan konflik Iran dengan Amerika Serikat, sebagai salah satu sumbe=
r ketegangan dalam politik internasional pada masa itu, dibicarakan dalam p=
ertemuan tersebut.
Indonesia berkeberatan dengan agenda ini. Menteri Luar Negeri Indonesia (wa=
ktu itu) Mochtar Kusumaatmadja memberikan keterangan kepada wartawan. Surat=
kabar harian Kompas turut menyiarkan keterangan Menteri Kusumaatmadja dan m=
enulis judul beritanya seperti berikut ini (tanggal edisi tidak tercatat).

Usul mengenai Pertemuan Non Blok:
Hendaknya Juga Dibicarakan Soal Afganistan
dan Kamboja, Kecuali Iran-AS

Menurut keterangan Menteri Kusumaatmadja &shy;seperti yang terbaca di dalam=
 berita tersebut=8B Indonesia mengusulkan, jika konflik Iran-Amerika Serika=
t dibicarakan, persoalan Afganistan (yang diduduki tentara Uni Soviet) dan =
Kamboja (yang diserbu Vietnam) juga harus dibicarakan. Dengan kalimat yang =
lain dapat dinyatakan bahwa menurut Indonesia =B3hendaknya juga dibicarakan=
 soal Afganistan dan Kamboja, selain Iran-AS=B2.

Hanya saja judul berita yang diturunkan Kompas bermakna lain. Judul itu men=
yatakan bahwa Indonesia mengusulkan agar pertemuan non-blok  membicarakan m=
asalah Afganistan dan Kamboja, tetapi TIDAK MEMBICARAKAN konflik Iran-Ameri=
ka Serikat.

Ini adalah kasus misleading oleh judul berita. Pembaca --yang berbahasa Ind=
onesia dengan baik-- yang tidak sampai mengikuti isi laporan tersebut (hany=
a membaca judul berita) akan mendapatkan informasi yang keliru. Apa sebab t=
erjadinya perubahan pengertian kalimat? Penyebabnya adalah penyamaan makna =
kata =B3kecuali=B2 dengan kata =B3selain=B2. Penyamaan makna itu mungkin be=
rasal dari Menteri Kusumaatmadja, dan boleh jadi juga berasal dari reporter=
 yang menulis atau editor yang menyunting berita tersebut.

Dalam masa yang hampir sama, suratkabar harian Sinar Harapan (tanggal edisi=
 juga tidak tercatat) menurunkan berita tentang polemik test diagnostik yan=
g oleh sebagian orang dianggap tidak bermanfaat dan hanya membuang-buang bi=
aya. Berita suratkabar tersebut berisikan keterangan Menteri Keuangan (wakt=
u itu) Ali Wardhana, dengan judul sebagai berikut.

Menteri Keuangan Ali Wardhana:
Test Diagnostik Tidak Hanya Menghabiskan Energi dan Biaya

Pembaca yang memiliki rasa bahasa yang baik, dan hanya membaca judul berita=
 itu (tidak mengikuti keterangan Menteri Ali Wardhana secara penuh) akan me=
ndapat kesan bahwa Menteri Wardhana juga tidak setuju dengan test diagnosti=
k itu. Kalimat judul tersebut seolah-olah menyatakan bahwa menurut Menteri =
Wardhana, test diagnostik tidak hanya menghabiskan energi dan biaya, TETAPI=
 ADA YANG LAIN YANG IA HABISKAN (bersifat pemborosan, atau boleh jadi kerug=
ian). Kenapa demikian? Karena frase dalam kalimat Ali Wardhana yang diambil=
 sebagai judul menggiring orang untuk meneruskan kalimat tersebut
dengan pola yang dibiasakan (=B3tidak hanya itu, tapi lebih dari itu=B2, at=
au =B3tidak hanya itu, tapi juga ini=B2). Judul ini juga berpotensi mislead=
ing.

Jika penyamaan makna kata =B3selain=B2 dan =B3kecuali=B2 pada kasus pertama
bersumber pada wartawan, maka ia akan menjadi persoalan lemahnya pemahaman
wartawan akan makna kata. Tetapi jika penyamaan makna itu berasal dari
Menteri Kusumaatmadja, maka ia menjadi persoalan perlakuan wartawan terhada=
p
kutipan yang dia tulis di dalam laporannya. Itu berarti, si wartawan yang
mengutip keterangan Menteri Kusumaatmadja membiarkan kekeliruan berbahasa
narasumbernya muncul dalam laporan yang dia tulis.
Kasus kedua juga meyangkut cara memperlakukan kutipan untuk laporan
jurnalistik. Pemenggalan kalimat dapat mengubah arti, atau setidak-tidaknya
dapat menggiring audience memahami isi pesan secara keliru.
Kedua-duanya mengisyaratkan bahwa dalam praktek kerap muncul kasus yang men=
gharuskan wartawan memperbaiki kutipan yang berasal dari keterangan lisan n=
arasumber, atau bahkan keterangan yang disampaikan secara tertulis. Perbaik=
an itu sama sekali bukanlah pekerjaan terlarang. Tujuannya antara lain adal=
ah untuk memperkuat efektivitas komunikasi, dan menyelamatkan khalayak dari=
 contoh buruk berbahasa, namun ia harus dilakukan dengan teliti sehingga ti=
dak terjadi perubahan makna pesan.
Masalah ini senantiasa dihadapi wartawan. Ia ada sepanjang masa, apalagi
ketika harus mengutip keterangan narasumber yang disampaikan dengan bahasa
yang kacau balau: mengandung kesalahan gramatika, cacad dalam logika, atau
tidak memiliki rasa bahasa yang baik. Ia juga akan menjadi  persoalan dalam
mengutip keterangan yang berisikan pemborosan kata, kesalahan pemakaian
istilah, kesinambungan gagasan yang tidak menentu, maupun keterangan yang
tidak eksplisit.
Beberapa contoh berikut ini --diangkat dari kasus yang agak mutakhir--
adalah kutipan =B3bermasalah=B2 yang jika diperbaiki dengan berhati-hati
sebetulnya tidak menimbulkan persoalan.

Kasus 01

Tampilan di Media

"Saat ini sedang dilakukan pemetaan potensi-potensi awan. Kita harus mencar=
i
titik-titik awan secermat mungkin, sehingga hujan buatan yang kita lakukan
tidak sia-sia. Jatuh ke laut misalnya," katanya. (Kompas, 25 Agustus 2003,
keterangan Menteri Negara Riset dan Teknologi Hatta Rajasa tentang hujan
buatan)

Pertimbangan

Kata =B3sedang=B2 tidak diperlukan lagi (dapat dibuang) di dalam kalimat ya=
ng
sudah mengandung keterangan waktu yang jelas (=B3saat ini=B2), karena ia ha=
nya
akan menimbulkan pemborosan kata.
Kata =B3potensi=B2 tidak perlu ditulis dalam bentuk ulang (yang barangkali
dimaksudkan untuk menunjukkan sifat jamak).
Hujan buatan tidak dilakukan, melainkan diciptakan.

Hasil Perbaikan

--- Versi A
"Saat ini dilakukan pemetaan potensi awan. Kita harus mencari titik-titik
awan secermat mungkin, sehingga hujan buatan tidak sia-sia, jatuh ke laut
misalnya," katanya.
--- Versi B
Saat ini, menurut Hatta Radjasa, dilakukan pemetaan potensi awan,
titik-titik awan dicari secermat mungkin, sehingga hujan buatan tidak
sia-sia, misalnya jatuh ke laut.

Kasus 02

Tampilan di Media

"Saat ini kualitas demokrasi kita sedang meningkat. Kesadaran Masyarakat
[sic!] untuk menghadirkan figur pemerintahan yang bersih sangat kuat.
Apabila keinginan tersebut tidak terakomodasikan, dikhawatirkan bakal
menimbulkan letupan dikemudian hari," jelasnya. (Pikiran Rakyat, 24
September 2004, katerangan praktikus hukum Dindin S. Maolani, SH tentang
calon ketua DPRD Jawa Barat)

Pertimbangan

Kalimat =B3Apabila keinginan tersebut tidak terakomodasikan, dikhawatirkan
bakal menimbulkan letupan dikemudian hari" rancu. Ia perlu diubah agar
menjadi logis. Di dalam kalimat ini pun penulisan kata depan =B3di=B2 dibua=
t
seperti penulisan awalan =B3di=B2.
Kata =B3sedang=B2 tidak diperlukan lagi di dalam kalimat yang sudah memilik=
i
keterangan waktu yang jelas (=B3kini=B2), karena ia hanya akan menimbulkan
pemborosan kata.
Ketua DPRD bukan orang pemerintah.
=B3Kita=B2 lebih baik diganti dengan =B3Indonesia=B2, agar media tidak menj=
adi
bagian dari objek pembicaraan.
Praktisi adalah bentuk jamak. Walau kata itu bukan merupakan bagian dari
kutipan, Didin S. sebaiknya disebut sebagai praktikus. Akan lebih jelas lag=
i
jika Didin S. disebut sebagai pengacara, kalau dia pengacara. Di dalam
jurnalistik dianjurkan agar wartawan mengutamakan penggunaan istilah
spesifik, dibandingkan dengan istilah yang lebih umum atau bermakna luas.
Walau juga tidak merupakan bagian dari isi pernyataan narasumber, bentuk
attribution =B3jelasnya=B2  adalah keliru. =B3Jelas=B2 bukanlah kata kerja,
melainkan kata sifat. Kekeliruan terjadi akibat penghematan bahasa yang
berlebih-lebihan dan mengorbankan logika, mengubah bentuk =B3 =8A, Didin
menjelaskan=B2  atau =B3 =8A., kata Didin S. menjelaskan=B2  menjadi =B3 =
=8A, jelasnya.=B2

Hasil Perbaikan

--- Versi A
Menurut praktikus hukum Dindin S. Maolani, SH, kini kualitas demokrasi di
Indonesia meningkat. Kesadaran masyarakat untuk menghadirkan figur yang
bersih, katanya, sangat kuat. =B3Apabila keinginan tersebut tidak
terakomodasikan, dikhawatirkan timbul letupan di kemudian hari," katanya.

--- Versi B
Menurut praktikus hukum Dindin S. Maolani, SH, kini kualitas demokrasi di
Indonesia meningkat. Kesadaran masyarakat untuk menghadirkan figur yang
bersih, katanya, sangat kuat. =B3Apabila keinginan tersebut tidak
terakomodasikan, ia dikhawatirkan menimbulkan letupan di kemudian hari,"
katanya.

--- Versi C (tanpa mengubah kata =B3kita=B2, jika dianggap itu hak narasumb=
er)
"Saat ini kualitas demokrasi kita meningkat. Kesadaran masyarakat untuk
menghadirkan figur yang bersih sangat kuat,=B2 katanya. Apabila keinginan
tersebut tidak terakomodasikan, menurut Didin, dikhawatirkan timbul letupan
di kemudian hari.

Kasus 03

Tampilan di media

"Tiga ratus anggota kami belum tahu apakah menjadi korban atau berada di
tempat-tempat pengungsian. Saya berharap, satu dua hari ini dapat diketahui
apakah meninggal atau masih hidup," katanya. (Antara, 27 Desember 2004,
keterangan Kepala Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam, Irjen Pol.
Bahrumsyah)

Pertimbangan

Kalimat =B3Tiga ratus anggota kami belum tahu apakah menjadi korban atau
berada di tempat-tempat pengungsian=B2 rancu. Siapa yang belum tahu, apakah
300 polisi itu menjadi korban atau berada di tempat pengungsian? Tiga ratus
orang polisi itu, ataukah Bahrumsyah? Menurut kalimat yang tertulis, yang
belum tahu adalah 300 polisi itu sendiri (tidak logis).
Kalimat =B3Saya berharap, satu dua hari ini dapat diketahui apakah meningga=
l
atau masih hidup=B2 juga rancu (tidak memiliki objek, tetapi ada keterangan
objek)

Hasil Perbaikan

--- Versi A
Bahrumsyah mengatakan, 300 polisi belum diketahui nasibnya, apakah menjadi
korban atau berada di tempat pengungsian. =B3Saya berharap, dalam satu dua
hari ini dapat diketahui apakah mereka meninggal atau masih hidup," katanya=
.

--- Versi B
"Tiga ratus anggota kami belum diketahui nasibnya, apakah menjadi korban
atau berada di tempat pengungsian. Saya berharap, dalam satu dua hari ini
dapat diketahui apakah mereka meninggal atau masih hidup," katanya.

Kasus 04

Tampilan di Media

"Bahkan saat pertama kali datang bersama Wapres, banyak korban yang luka
maupun meninggal diletakkan begitu saja, tanpa ada penanganan lebih lanjut
karena tidak adanya petugas medis maupun perawat," ucap Basuki. (Antara, 27
Desember 2004, keterangan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Departemen
Pekerjaan Umum, Basuki Hadi Mulyono)

Pertimbangan

Siapa yang datang bersama Wakil Presiden? Yang datang itu adalah Basuki
Hadi. Hanya saja menurut kalimat yang ditampilkan, yang datang bersama Waki=
l
Presiden itu adalah korban, dan pada saat pertama kali datang itu banyak di
antara mereka yang luka maupun meninggal, dan diletakkan begitu saja.
Di dalam kalimat ini ada kategorisasi yang kacau. Kedudukan istilah =B3petu=
gas
medis=B2 disetarakan dengan =B3perawat=B2. Pada jenjang abstraksi kata, =B3=
petugas
medis=B2 berada di anak tangga yang lebih tinggi (bermakna lebih luas)
dibandingkan dengan =B3perawat=B2. =B3Perawat=B2 adalah =B3petugas medis=B2=
 atau salah
satu jenis =B3petugas medis=B2, tetapi =B3petugas medis=B2 tidak selalu =B3=
perawat=B2.

Hasil Perbaikan

--- Versi A
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum Basuki Hadi
Mulyono  menceritakan, saat pertama kali dia datang bersama Wakil Presiden,
bahkan banyak korban yang luka maupun meninggal diletakkan begitu saja.
Katanya, tidak ada petugas medis di situ.

--- Versi B
"Bahkan saat pertama kali saya datang bersama Wapres, banyak korban yang
luka maupun meninggal diletakkan begitu saja, tanpa ada penanganan lebih
lanjut karena tidak ada petugas medis," kata Basuki.

--- Versi C (kalau ingin lebih tepat)
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum Basuki Hadi
Mulyono  menceritakan, bahkan saat pertama kali dia datang bersama Wakil
Presiden, banyak korban yang luka maupun meninggal diletakkan begitu saja.
Katanya, tidak ada perawat maupun petugas medis lainnya di situ.

Kasus 05

Tampilan di Media

=B2Kami telah mengeluarkan daftar pencarian orang sebanyak 11 terhadap warg=
a
negara asing yang semuanya adalah warga negara Malaysia dan lima warga
negara Indonesia sendiri,=B2 kata Kapolda. (Sinar Harapan, 8 Maret 2005,
keterangan Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Polisi Dodi
Sumantyawan)

Pertimbangan

Kalimat yang diucapkan Kapolda Papua (seperti yang ditulis wartawan) itu
bermakna bahwa dia sudah mengeluarkan 11 daftar pencarian orang. Daftar
pencarian orang itu, menurut kalimat tersebut, dikeluarkan terhadap 11 warg=
a
negara Malaysia dan lima warga negara Indonesia. Apa makna kata-kata
=B3dikeluarkan =8A terhadap=B2? Tidak jelas.
Tetapi dapat dipastikan bahwa Kapolda Papua ini menyatakan bahwa dia sudah
mengeluarkan daftar nama orang yang harus dicari (ditangkap). Di dalam
daftar itu ada 11 nama orang Malaysia dan lima orang Indonesia.

Hasil Perbaikan

--- Versi A
Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen (Pol) Dodi Sumantyawan menyatakan suda=
h
mengeluarkan daftar pencarian orang. Di dalam daftar itu, katanya, ada 11
nama warga negara Malaysia dan lima warga negara Indonesia.

--- Versi B
=B2Kami telah mengeluarkan daftar pencarian orang,=B2 kata Kapolda. Ada 11 =
nama
warga negara Malaysia di dalam daftar itu, katanya, dan lima warga negara
Indonesia.


Menyunting Kutipan

Akhir tahun lalu di antara anggota mailing list Yayasan Pantau ada
perdebatan perihal penulisan kutipan ini. Yang menjadi persoalan adalah pen=
ulisan hasil wawancara Koran Tempo dengan pimpinan Partai Rakyat Demokratik=
, Budiman Sudjatmiko, yang bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perj=
uangan. Salah satu kalimat Budiman Sudjatmiko berbunyi;

"Kita ingin memperjuangkan idealisme kita tentang bangsa yang selama ini ti=
dak pernah terealisasi ketika kita berada di luar sistem. Idealisme ini han=
ya akan saya dapat dengan masuk partai politik."
Menurut salah seorang anggota mailing list ini, Radityo Djadjoeri (pernah b=
ekerja di Majalah SWA) kata =B3kita=B2 yang dipakai Budiman Sudjatmiko sela=
yaknya diganti dengan =B3kami=B2  oleh Koran Tempo, karena kata =B3kita=B2 =
membuat orang yang diajak bicara menjadi bagian dari =B3kita=B2 itu.

Anggota mailing list yang lain, Agoes Sopian (dari Yayasan Pantau) tidak se=
pendapat dengan Radityo Djadjoeri, dan mengatakan bahwa Koran Tempo benar. =
Menurut dia, kutipan langsung tak bisa diperlakukan dengan semena-mena. Ago=
es Sopian mengajukan pendapat sebagai berikut:

=B3Kutipan langsung sering memberi kita suatu penanda  (signifier). Dalam k=
asus pemberitaan Budiman Sudjatmiko -- sebagaimana dimuat Koran Tempo edisi=
 9 Desember 2004 -- itu sudah pada tempatnya. Saya bahkan mau memuji Koran =
Tempo yang tak menghilangkan kata "kita" itu. Koran Tempo hendak menunjukka=
n penanda (signifier) bahwa Sudjatmiko bukanlah seorang "politikus biasa." =
Dia seorang propagandis sejati. Dia berusaha untuk terus berempati
dengan audiensnya -- media cetak atau elektronik. Koran Tempo dalam hal ini=
, cukup jeli untuk tak tergoda menarasikan ungkapan Budiman Sudjatmiko (seh=
ingga bisa diedit), yang notabene akan menghilangkan penanda tadi.=B2

Selanjutnya Agoes Sopian menyatakan;

=B3 =8A  Alasan kutipan langsung untuk tak diedit adalah juga azas manfaat.=
 Sering kutipan langsung memperlihatkan latar belakang budaya, etnisitas.
=8A
Alasan lain, sering kutipan langsung --dengan dialek dan istilah tertentu--=
 juga ikut memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Anda jangan berpretensi ba=
hwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sudah jadi (establish) [sic!].

Kosakata bahasa Indonesia barangkali tak sampai 10 persen dari kosakata bah=
asa Inggris, dan masih memerlukan simbol-simbol lain untuk ajeg, berdaya gu=
na, siap pakai.
=8A
Pendek kata, bahasa jurnalisme tak hanya berurusan dengan tatabahasa belaka=
, tapi juga "rasa-bahasa." . Efek komunikatif hanya bisa berlangsung dengan=
 baik ketika keduanya dibiarkan mengambil peranan masing-masing.=B2

Agoes Sopian tidak menanggapi persoalan makna kata &shy;tidak samanya penge=
rtian =B3kita=B2 dengan =B3kami=B2-- yang menjadi alasan keberatan Radityo =
Djadjoeri, dan menginterpretasikan bahwa Koran Tempo mempertahankan kata =
=B3kita=B2 sebagai penanda bahwa Budiman Sudjatmiko bukanlah politikus bias=
a, propagandis sejati, yang terus berusaha berempati dengan audience. Tidak=
lah diketahui apakah itu semata-mata interpretasi Agoes Sopian, ataukah dia=
 pernah menanyakan kepada Koran Tempo alasan suratkabar tersebut mempertaha=
nkan kata
=B3kita=B2 itu. Yang jelas, dari Radityo Djadjoeri muncul jawaban antara la=
in sebagai berikut;
=B3  =8A Saya kok kurang 'sreg' kalau wartawan musti mengklasifikasikan
narasumber seperti Anda sebut: "politikus biasa". Berarti ada "politikus lu=
ar biasa", ada "propagandis sejati" dan ada pula "propagandis tak sejati" d=
an sebagainya. Rasanya pers tak perlu memberi tanda 'ini orang penting' dan=
 'dia orang biasa'. Pers juga tak perlu mendikte pembacanya, jadi biarkan p=
ara pembaca yang menilai bobot narasumber itu sendiri --toh persepsi orang
lain-lain.=B2

Orang ketiga, juga anggota mailing list, Hernani Sirikit (pernah bekerja di=
 SCTV, sekarang Ketua Lembaga Konsumen Media di Surabaya, dan anggota Komis=
i Penyiaran Indonesia [KPI ] Daerah), nimbrung dalam debat ini. Dia menulis=
;

=B3 =8A Soal kutipan narasumber, tidak ada yang haram diedit. Semua kutipan=
 diedit. Bisa membayangkan kutipan langsung yang tidak diedit? (Sebagai war=
tawan TV saya pernah mewawancarai orang yang jawabannya pakai nomor urut:
pertama ... kedua ... sampai ketujuh =8A, sampai kaki saya ditendang kamera=
man yang keberatan manggul kamera, dan di kantor disindir editor yang menga=
nggap saya 'bodoh amat sih, gitu dilayani, kok gak diberitahu intinya saja'=
.)

Tapi saya juga pernah melihat editing berita televisi yang sangat kasar. Ke=
tika Amien Rais menjawab pertanyaan dengan "pertama ....", alasan 'kedua'ny=
a hilang, dipotong, padahal saya ingin sekali tahu, apa alasan 'kedua' yang=
 dia maksud. Jadi, dalam hal seperti ini, mestinya reporter memandu narasum=
ber di lapangan, kalau menjawab langsung (on camera atau on tape) sebaiknya=
 DIRINGKAS sendiri. Ini jauh lebih baik, karena intinya dikendalikan oleh n=
arasumber, daripada diedit editor di ruang edit -- mana tahu dia maksud yan=
g paling penting dan kurang penting? Kalau di koran, ya di-rephrase oleh wa=
rtawan atau redaktur. Tidak ada yang haram dengan rephrasing.=B2

Debat seperti ini sehat. Ia menunjukkan bahwa tetap ada jurnalis yang mempe=
rtimbangkan mutu jurnalisme: akurasi informasi, kejelasannya, dan akibat-ak=
ibat yang ditimbulkannya di dalam masyarakat. Karena ia bersifat tukar piki=
ran biasa, tidak ada kesimpulan dari debat ini. Ia berhenti begitu saja, da=
n pihak-pihak yang berdebat tampaknya bertahan dengan pendapatnya masing-ma=
sing.

Menurut pendapat masing-masing, begitulah agaknya wartawan dan media massa =
memperlakukan kutipan dalam laporan jurnalistik, hingga sekarang. Tidak ada=
 standard atau kesepakatan tentang ini. Ada yang berpendapat bahwa kutipan =
langsung tidak boleh disunting, atau harus dipertahankan dalam bentuk seper=
ti yang diucapkan narasumber. Pendapat ini agaknya didasari oleh prinsip me=
mpertahankan akurasi seakurat mungkin. Namun ada pula yang berkeyakinan lai=
n, kutipan langsung dapat saja disunting, kalau memang diperlukan.
Kutipan yang diperlihatkan Kasus 01 sampai Kasus 05 tadi mungkin dibuat ole=
h wartawan yang hendak mempertahankan keaslian kalimat, walau tidak tertutu=
p kemungkinan penyajian seperti itu muncul akibat kurang baiknya penguasaan=
 bahasa.

Jika tadi Hernani Sirikit menyebut istilah =B3tidak ada yang haram=B2 untuk=
 urusan seperti itu, dia sebetulnya benar. Hanya saja untuk itu tentu ada c=
atatan, yakni selama perubahan yang dilakukan itu tidak mengubah makna kali=
mat dan &shy;-dan sedapat mungkin-- maksud yang diinginkan narasumber.

Sayangnya, makna kalimat dan maksud yang diinginkan narasumber tidak pernah=
 dinyatakan narasumber itu secara khusus. Ia harus ditangkap dan dipahami o=
leh reporter lewat kalimat itu sendiri, dan dengan memperhatikan narasumber=
 berbicara. Ilustrasi berikut ini diharapkan dapat memberikan penjelasan.

A adalah pelatih kesebelasan X.
B adalah asistennya.
Kesebelasan X kalah pada suatu pertandingan. Menurut B, kekalahan itu
disebabkan oleh kelemahan C, salah seorang pemain belakang.
Ketika pertandingan berlangsung kepada A, B menyarankan agar C diganti, tap=
i
A mengabaikan saran itu.
B agak kecewa, dan sinis melihat keputusan sang pelatih.
Kepada wartawan (R), B bercerita dalam suatu wawancara.

R:  Jadi, kekalahan ini antara lain disebabkan oleh kelemahan C?
B:  Iya! You mungkin memperhatikan, ada tujuh kali dia kalah adu lari denga=
n
pemain lawan yang seharusnya dia jaga. Saya sudah menyarankan kepada A seja=
k
akhir babak pertama agar C diganti. Tapi dia tidak mau mendengarkan saran
itu. Akhirnya, coba lihat! Hasilnya cuma kekalahan.
R:  Apa alasan A untuk mempertahankan C?
B:  Mana saya tahu?! (diucapkan dengan agak mencibir)

Kalimat =B3Akhirnya, coba lihat! Hasilnya cuma kekalahan=B2 membawa makna
seperti yang diperlihatkan kata-kata di dalam kalimat itu. Pernyataan B
bermakna menyuruh si reporter melihat sendiri bahwa hasil dari keputusan A
hanyalah kekalahan. Tapi harap dipahami bahwa di balik kalimat itu ada
pemikiran yang menyesali keputusan A.
Kalimat =B3Mana saya tahu?!=B2 dari B bermakna bahwa dia tidak memahami ala=
san A
untuk mempertahankan C terus bermain. Karena bunyi kalimat itu sendiri, dan
karena bahasa tubuh yang diperlihatkan oleh B pada saat mengucapkan kalimat
itu (agak mencibir) terlihat maksud untuk menunjukkan kekecewaan dan
sinisme.

Makna dan maksud itulah yang tidak boleh hilang, atau hanya sekadar berubah=
,
manakala kutipan diperbaiki. Agar makna dan maksud kalimat tidak terganggu,
serta pengutipan tidak membuahkan kesalahan, beberapa butir persoalan
berikut ini perlulah diperhatikan.

=85 Perbaikan dapat saja dilakukan kalau di dalam kutipan ditemukan kesalah=
an
tata bahasa, kerusakan logika bahasa, dan kejanggalan yang tidak dapat
diterima rasa bahasa.
Perbaikan pun dapat dilakukan jika menghasilkan penghematan kata. Dalam
melakukan itu semua, reporter maupun editor, hendaknya selalu membuat
pertimbangan dan mengambil keputusan dengan teliti sehingga perbaikan itu
tidak melahirkan perubahan makna.

=85 Jangan sekali-kali mengubah kata sifat yang menyatakan pendapat atau
kesimpulan orang ataupun institusi yang dikutip. Perbaikan kutipan yang
mengandung pendapat narasumber lebih baik ditulis dalam bentuk kutipan tida=
k
langsung.

=85 Keaslian kalimat kutipan perlu dipertahankan dengan mempertimbangkan
relevansinya. Originalitas kutipan menjadi relevan untuk dipertahankan jika
dianggap dapat memberikan dukungan pada fakta yang lain di dalam laporan
itu.

Contoh
Sepejam pun dia tidak tidur semalam. Pagi ini matanya merah. =B3Kalau gua
jalan, rasanya melayang,=B2 katanya.

Kutipan yang diambil dari kata-kata tokoh ceritanya, dimaksudkan untuk
memperkuat fakta bahwa sama sekali dia tidak tidur semalam.

Keaslian kutipan juga dipertahankan kalau ia dapat menjadi warna pada
tulisan, misalnya menunjukkan identitas si narasumber (contohnya dialek
daerah yang menunjukkan warna lokal), mengisyaratkan keadaan emosinya
(cemas, gembira, kesal) pada saat berbicara, atau menunjukkan watak (rendah
hati, sombong, pemalu) si narasumber tersebut.

=85 Perhatikan bahasa tubuh yang menyertai bahasa lisan, karena kedua-duany=
a
membawa satu maksud. Apabila bahasa tubuh dihilangkan (padahal selayaknya
ditulis) maksud yang ditangkap audience bisa jadi berbeda dengan yang asli.
Tetapi jangan menginterpretasikan bahasa tubuh narasumber dengan kalimat
sendiri. Kalau dia mengepalkan tinju, jangan disebut =B3geram=B2, tulis saj=
a
faktanya, =B3mengepalkan tinju=B2.

Pernyataan lisan dan bahasa tubuh: (X berkata, =B3Dia belum kenal gua
rupanya!=B2 Sembari mengucapkan kalimat itu X menepuk-nepuk dadanya).

Tulislah seperti ini;
=B3Dia belum kenal gua rupanya!=B2  kata X sembari menepuk-nepuk dada.

Jangan ditulis seperti ini;
=B3Dia belum kenal gua rupanya!=B2  kata X dalam nada emosional.

Juga jangan ditulis seperti ini;
Dengan agak geram X berkata, =B3Dia belum kenal gua rupanya!=B2

=85 Kutipan yang bersumber pada dokumen, hendaknya disertai dengan penjelas=
an
(attribution) tentang sumber itu. Tetapi penyebutan sumber dokumen dapat
diabaikan jika yang dikutip itu sudah menjadi pengetahuan umum.

Jika Anda lupa tahun berapa Adam Malik menjadi wakil presiden, Anda mungkin
mencari buku atau dokumen lain untuk dijadikan sumber. Di situ Anda
mendapatkan keterangan: 1978-1983. Keterangan ini dapat dikutip tanpa
menyebutkan dari sumber apa ia berasal.

Penyebutan sumber dokumen juga dapat diabaikan apabila diyakini bahwa isi
kutipan itu tidak akan menimbulkan kontroversi, walaupun sebetulnya tidak
banyak orang yang tahu isi kutipan itu.

Apabila hendak mengetahui luas Pulau Bali, Anda tentu akan mencari dokumen
atau masuk ke suatu situs lewat internet, dan mendapatkan angka yang
menunjukkan luas Pulau Bali. Apabila angka itu Anda kutip, penyebutan sumbe=
r
dapat diabaikan.

Tetapi, manakala ada dua sumber tertulis &shy;sebetulnya demikian pula untu=
k
sumber lisan-- yang menyebut fakta secara berbeda, dan Anda harus mengutip
sumber itu, berhati-hatilah.
Pertimbangkanlah kredibilitas sumber-sumber itu. Yang paling dapat
dipercaya, boleh dipakai, dan sebutkan nama sumber itu.
Jika Anda ragu mana di antara dua sumber itu yang mendekati kebenaran,
sebutlah kedua-duanya, dan tunjukkan perbedaan fakta yang ditemukan.

=85 Penyebutan sumber menjadi keharusan, jika bersifat eksklusif.

=85 Keaslian harus dipertahankan untuk kutipan yang bersumber dari dokumen
berupa ketentuan peraturan atau undang-undang. Tetapi, isi dokumen seperti
news release masih mungkin diperbaiki, selama tidak mengubah arti kalimat
semula.

=85 Bentuk asli isi dokumen yang bernilai historis juga harus dipertahankan=
.

=85 Pertimbangkanlah dengan sungguh-sungguh untuk menerima permintaan not f=
or
attribution dari narasumber. Apabila pelanggaran permintaan not for
attribution itu diperkirakan akan membahayakan keselamatan narasumber,
janganlah sekali-kali melanggar permintaan itu. Pelanggaran permintaan not
for attribution walau diyakini tidak akan membahayakan keselamatan
narasumber tetap merupakan pelanggaran etika. Oleh karena itu, sebaiknya
reporter membicarakan untung-rugi (bagi narasumber dan bagi media) pemuatan
kutipan tanpa attribution itu dengan narasumber.

=85 Gunakan ukuran etika dan hukum dalam mempertimbangkan kelayakan suatu
pernyataan yang hendak dikutip, misalnya untuk kata-kata kasar: mencerca,
bersifat cabul.

Teknis Penulisan

Di luar bentuk penyajian kutipan yang diperlihatkan contoh tadi, ada
berbagai-bagai bentuk yang terlihat dalam praktek. Ada penyajian yang dibua=
t
dengan berhati-hati. Kalimat asli narasumber dipertahankan oleh si pelapor,
tetapi dengan menyertakan penjelasan dia sendiri di dalam tanda kurung pada
kutipan tersebut, seperti contoh berikut ini.

"Persoalan ini sudah berawal hampir dua tahun lalu. Sekitar dua bulan lalu,
dalam rapat banjar, mereka (pemilik dari rumah yang dirusak warga)
menyatakan keluar dari Banjar Batuparas dan mengaku telah diterima masuk ke
Banjar Robokan. Namun, kenyataannya mereka masih tinggal di wilayah Banjar
Batuparas. Warga Banjar Batuparas tidak terima," kata Loteng ketika ditemui
Sabtu kemarin. (Kompas, 13 Maret 2005)

Bentuk lain yang tampaknya dibuat dengan lebih berhati-hati lagi adalah
dengan menyajikan kutipan disertai penjelasan dari redaksi dan menyatakan
bahwa catatan itu dari redaksi, seperti contoh berikut ini.

"Kita menunggu jawaban dari dia (Jaksa Agung &shy;Red),=B2 katanya.

Walau begitu, juga ada kutipan langsung maupun tidak langsung yang disajika=
n
tanpa keberhati-hatian. Contohnya, berikut ini.

Menurut SPR, apa yang dinyatakan oleh Todung Mulya Lubis dan rekannya itu
jelas merupakan kebohongan publik yang sangat menyesatkan. Sebab, fakta yan=
g
terjadi setelah kenaikan harga BBM adalah kebalikannya. (Media Indonesia, 1=
4
Maret 2005)

Kalimat pertama adalah kutipan tidak langsung dari penjelasan yang diberika=
n
Serikat Pengacara Rakyat (SPR). Kalimat kedua, bukanlah kalimat kutipan.
Kalimat kedua itu adalah paraphrase, kalimat si penulis sendiri untuk
menceritakan kenyataan yang dia ketahui, padahal kalimat kedua ini &shy;dap=
at
diduga=8B juga berasal dari SPR dan merupakan alasan untuk pendapat SPR yan=
g
terbaca di dalam kalimat pertama. Dalam hal ini, pembaca =B3diharap maklum=
=B2
bahwa pernyataan pada kalimat kedua bukanlah kalimat si wartawan. Oleh
karena itu pembaca juga diharap maklum bahwa pendapat yang ada di dalam
kalimat kedua itu bukan pendapat si pelapor. Agaknya, menurut pendapat para
wartawan yang suka memakai cara pengutipan seperti ini, karena sudah
didahului oleh kutipan, kalimat berikutnya diharapkan juga dipahami sebagai
kelanjutan dari kutipan itu.
Penulisan seperti ini dilakukan oleh banyak wartawan, dan ditemukan dalam
banyak laporan jurnalistik berbagai media. Ia mungkin dipakai untuk
menghindari munculnya begitu banyak attribution dalam satu artikel yang
sering membuat laporan itu tidak enak dibaca. Hanya saja cara seperti itu
sebetulnya berisiko. Risiko itu adalah, timbulnya kesan bahwa si pelapor
memasukkan opininya ke dalam laporan yang dia tulis (jika kalimat tersebut
mengandung opini), sesuatu yang sebetulnya terlarang dalam penulisan berita=
.
Risiko lain adalah, jika pendapat yang tersaji di dalam kalimat berbentuk
paraphrase itu mengundang polemik atau bahkan perkara, narasumber yang
mengucapkan pernyataan itu mempunyai bukti kuat bahwa menurut berita yang
disajikan itu kalimat tersebut tidak berasal dari dia.
Demi akurasi, sebaiknya kutipan tersebut disajikan seperti berikut ini.

Menurut SPR, apa yang dinyatakan oleh Todung Mulya Lubis dan rekannya itu
jelas merupakan kebohongan publik yang sangat menyesatkan. Fakta yang
terjadi setelah kenaikan harga BBM, demikian SPR, adalah kebalikannya.

Cara lain yang sebetulnya juga kurang teliti adalah melepaskan attribution
dari kutipan langsung, dan memberikan penjelasan di dalam kalimat yang lain=
,
seperti contoh berikut ini.

Yang jelas tak seorang pun akan menampik kebenaran kata-kata Perdana Menter=
i
Swedia Goran Persson ini. =B3Tak pernah langkah memasuki tahun baru seberat
sekarang.=B2  (TEMPO, edisi 10-16 Januari 2005, halaman 43).

Demikian pula dengan contoh ini.

Apa sudah menulis puisi mengenai bencana Aceh? =B3Mungkin belum, karena bel=
iau
belum saya lihat sibuk dengan diarinya.=B2 Ini jawaban sekretarisnya, Rina
Sabrina. (TEMPO, edisi 10-16 Januari 2005, halaman 113).

Sebetulnya kutipan ini akan lebih baik jika ditulis;

Yang jelas tak seorang pun akan menampik kebenaran kata-kata Perdana Menter=
i
Swedia Goran Persson ini: =B3Tak pernah langkah memasuki tahun baru seberat
sekarang.=B2

dan;

Apa sudah menulis puisi mengenai bencana Aceh? =B3Mungkin belum, karena bel=
iau
belum saya lihat sibuk dengan diarinya,=B2 begitu jawab sekretarisnya, Rina
Sabrina.

Juga ada cara penulisan kutipan yang tidak teliti yang dibuat media. Ia jug=
a
melepaskan attribution dari kutipan langsung. Kutipan tersebut tersaji
dengan diapit tanda petik (bentuk seperti ini juga dibiasakan suratkabar
asing). Seperti contoh sebelumnya, agaknya pembaca juga diharap maklum,
bahwa kutipan tersebut berasal dari narasumber yang pernyataannya sudah
dikutip sebelumnya, seperti berikut ini.

=8A selalu mengembara dari satu musim bunga ke musim bunga yang lain. =B3Ya=
ng
paling bagus bunga randu,=B2 kata Herman, 59 tahun, eksportir asal Yogyakar=
ta.
=B3Protein tepung sarinya sangat tinggi.=B2 (TEMPO, edisi 10-16 Januari 200=
5,
halaman 100)

Sebetulnya hampir tidak pernah timbul masalah dari bentuk kutipan semacam
ini. Akan tetapi, akan lebih aman jika ia disajikan sebagai berikut.

=8A selalu mengembara dari satu musim bunga ke musim bunga yang lain. =B3Ya=
ng
paling bagus bunga randu,=B2 kata Herman, 59 tahun, eksportir asal Yogyakar=
ta,
=B3protein tepung sarinya sangat tinggi.=B2

atau;

=8A selalu mengembara dari satu musim bunga ke musim bunga yang lain. =B3Ya=
ng
paling bagus bunga randu, protein tepung sarinya sangat tinggi,=B2 kata
Herman, 59 tahun, eksportir asal Yogyakarta.


Dasar Pertimbangan dalam Bekerja

Jurnalis bekerja merekonstruksi fakta, dengan memakai bahasa, lewat cerita.
Bahasa mengenal apa yang disebut sebagai makna. Kita mengenal apa yang
disebut sebagai interpretasi, yang tidak semata-mata terbentuk lewat makna.
Kita pun mengenal apa yang disebut sebagai kebenaran, dan juga fakta.
Bagi jurnalis, kutipan dikategorikan sebagai fakta. Narasumber X berkata,
=B3Kami sedang mempelajari kemungkinan ekspor ke Timur Tengah.=B2 Adalah fa=
kta,
bahwa X menyatakan, dia dan orang-orang di perusahaannya sedang mempelajari
kemungkinan ekspor ke Timur Tengah.
Narasumber X berkata, =B3Daya beli konsumen dalam negeri masih rendah.=B2 A=
dalah
fakta bahwa X membuat dan menyatakan penilaian tentang daya beli konsumen
dalam negeri yang menurut dia masih rendah. Apakah pendapat si X sesuai
dengan fakta di lapangan? Betulkah daya beli konsumen di dalam negeri
rendah? Itu persoalan lain. Fakta menunjukkan bahwa si X berpendapat
demikian, atau bahwa X berpendapat seperti itu, bagi jurnalis dianggap
fakta.

Kutipan, baik dalam bentuk tipografi ataupun yang bersifat fonetik, adalah
alat yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa ada sesuatu yang berbentuk
seperti itu, entah ia diucapkan, entah ia dinukilkan berupa simbol tertulis=
.
Ini adalah pekerjaan yang sifatnya rekonstruktif, dan rekonstruksi tidak
pernah menghasilkan sesuatu yang sama seperti aslinya.
Cukup luas untuk =B3diberi pagar=B2 buat menentukan mana yang boleh dan man=
a
yang tidak boleh dilakukan dalam merekonstruksi segenap kenyataan yang
ditemukan, dan cukup samar-samar untuk disajikan dalam bentuk yang nyata
seperti apa ia sebenarnya.
Apakah persoalan ini begitu pelik? Sama sekali tidak, jika ada kemauan untu=
k
membuatnya tidak rumit. Objektivitas yang sesungguhnya tidak pernah dicapai=
.
Wartawan tidak mungkin menyajikan kebenaran mutlak.
Kenyataan itulah yang menghendaki bahwa wartawan haruslah orang yang jujur.
Karena itulah, wartawan haruslah orang yang dapat berpikir logis sehingga
dapat berbahasa dengan logis. Karena itulah, wartawan haruslah orang yang
teliti. Karena itulah, wartawan haruslah orang yang berpengetahuan (umum)
baik, agar dia dapat memahami penjelasan yang diberikan narasumber dan
mengerti konteks persoalan. Karena itulah, wartawan harus rajin membaca.
Sama sekali tidaklah berarti bahwa wartawan harus menjadi =B3superman=B2. I=
ni
hanya dimaksudkan untuk menyatakan bahwa merekonstruksi fakta yang hendak d=
isampaikan kepada publik harus dilakukan dengan modal yang cukup, moral,
pengetahuan, kemampuan memahami segala sesuatunya dengan baik, dan kemampua=
n
ekspresi yang jernih. Kebenaran mutlak hanya dapat didekati, dan untuk
mendekatinya --dalam menyajikan informasi berupa kutipan bagi khalayak--
hanya ada satu jalan: hindari kekeliruan makna, dan kurangi bias.=20
=20
* pemimpin redaksi harian ekonomi Neraca



Ungkapkan opini Anda di: http://mediacare.blogspot.com
=09=09
---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Small Business - Try our new resources site!=20

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->=20
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~->=20

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg=
 Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru;=20
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
=20
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
=20



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Memperlakukan kutipan untuk laporan jurnalistik