** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** Suara Karya Kompensasi BBM Vs Kenaikan Harga Oleh Susidarto Jumat, (04-03-'05) Data-data fiktif, mungkin banyak dimunculkan sehubungan dengan adanya dana dadakan dari kompensasi BBM. Pengalaman kita selama ini dengan yang namanya dana jaring pengaman sosial (JPS), dana kompensasi BBM tahun-tahun sebelumnya, tidak pernah jelas. Banyak data fiktif, yang menyebabkan dana tidak sampai ke sasaran yang dituju. Akhirnya pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar rata-rata 29% pada 1 Maret 2005 lalu, setelah terjadi perdebatan panjang dengan kalangan parlemen (DPR-RI), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai representasi wakil rakyat. Meski hingga saat terakhir masih banyak fraksi di DPR yang belum setuju dengan rencana kenaikan harga BBM tersebut, toh pemerintah tetap berjalan dengan rencana semula, yakni mengalihkan subsidi BBM dengan konsekuensi kenaikan harga BBM. Seperti biasanya, gayung pun bersambutan. Jauh hari sebelum harga BBM dinaikkan, harga beberapa kebutuhan pokok (sembako) sudah mulai merambat naik terlebih dahulu. Efek psikologis tampaknya sangat kental mewarni rencana kenaikan harga BBM. Jadilah akhirnya, tarik menarik kenaikan harga sulit untuk dielakkan. Harga kebutuhan pokok seolah berkompetisi mencuri start, untuk naik terlebih dahulu sebelum harga BBM naik. Fenomena semacam ini jelas memberatkan masyarakat bawah. Meski logika yang berlaku adalah ekonomi subsidi harus segera diakhiri, namun tak urung persoalan ini juga debatable. Mempertahankan subsidi hanya untuk minyak tanah keperluan rumah tangga, misalnya, juga mengakibatkan maraknya penyelundupan dan berbagai praktik penimbunan untuk kepentingan oknum pengepul tertentu. Pendek kata, dispartitas harga minyak tanah sebagai salah satu komoditas BBM yang masih dipertahankan subsidinya, juga akan menciptakan kecurangan dan akhirnya hanya memperkaya beberapa gelintir orang. Dilema Di atas kertas (tataran teori), pemerintah memang berkeinginan agar subsidi yang salah sasaran bisa dikoreksi, sehingga tepat sasaran dan tepat waktu. Oleh sebab itu, dalam konteks ini, pemerintah akan mengalihkan subsidi BBM untuk mengurangi beban masyarakat kecil. Menurut iklan layanan masyarakat yang dipersembahkan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika, dana kompensasi BBM yang diberikan kepada masyarakat, setidaknya Rp 16,4 triliun sudah dipersiapkan untuk membantu rakyat miskin. Dana-dana tersebut menurut iklan layanan masyarakat akan dialokasikan untuk beberapa kebutuhan, di antaranya adalah Rp 5,6 triliun untuk beasiswa (pendidikan) 9,6 juta siswa miskin (1 siswa menerima Rp 584.000/tahun), Rp 5,4 triliun untuk subsidi beras bagi 8,6 juta KK miskin (1 KK menerima Rp 628.000/ tahun), Rp 3,3 triliun dana bantuan untuk 11 ribu lebih desa tertinggal (1 desa menerima Rp 300 juta/tahun), serta Rp 2,1 triliun untuk pengobatan gratis bagi 36 juta lebih rakyat miskin (I orang menerima Rp 58.000/tahun). Jika kita mencermati dana-dana kompensasi yang diterima untuk setiap siswa/KK miskin/desa tertinggal atau untuk pengobatan, maka rasa-rasanya dana tersebut teramat kecil apabila dibandingkan dengan lonjakan harga barang dan jasa yang demikian besarnya. Lihat saja, sebelum, selama dan sesudah kenaikan harga BBM, ternyata harga kebutuhan pokok sudah melonjak dengan drastisnya. Periode sebelum kenaikan harga BBM misalnya, harga kebutuhan pokok di pasar-pasar tradisonal sudah mulai merangkak naik. Bahkan di hari pertama sejak diumumkannya kenaikan harga BBM, beberapa perusahaan angkutan (transportasi) langsung saja memberikan respon dengan menaikkan tarif angkutan yang berkisar antara 10-50%. Padahal, kalau tarif angkutan dinaikkan, maka hampir bisa dipastikan semua komoditas yang memerlukan alat angkut (sarana angkutan, yang sudah dinaikkan tarifnya) akan naik harganya. Dengan demikian, besar kemungkinannya berbagai komoditas yang berhubungan dengan sembako akan naik dengan drastis. Fenomena semacam ini jelas tidak akan terhindarkan lagi. Jadilah akhirnya kompetisi kenaikan harga tidak sebanding dengan besarnya kompensasi yang diberikan kepada masyarakat miskin. Lonjakan kenaikan harga barang dan jasa, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan dana-dana kompensasi yang diterima oleh masyrakat miskin. Lagi pula hitungan-hitungan di atas merupakan hitungan ideal, dimana tidak terjadi penyunatan, korupsi, data fiktif dan lain sebagainya. Nah, apabila berbagai kecurangan itu terjadi, maka dana kompensasi yang akan diterima masyarakat akan bertambah kecil saja. Maklum, yang namanya perhitungan statistik kemiskinan di Indonesia sangatlah lemah. Data orang miskin yang sudah dihitung, mungkin tidak sama dengan realitas yang ada di lapangan. Data-data fiktif, mungkin banyak dimunculkan sehubungan dengan adanya dana dadakan dari kompensasi BBM ini. Pengalaman kita selama ini dengan yang namanya dana jaring pengaman sosial (JPS), dana kompensasi BBM tahun-tahun sebelumnya, tidak pernah jelas. Banyak data fiktif, yang menyebabkan dana tidak sampai ke sasarn yang dituju). Di dalamnya tidak ada pertanggungan jawab yang jelas, serba carut marut. Terlebih banyaknya oknum yang ingin ikut bermain di air yang keruh, sering mengakibatkan distorsi penyaluran. Orang yang masuk kategori tidak miskin, bisa-bisa mendapatkan dana kompensasi karena dia kenal dengan oknum yang bertugas membagikan dana tersebut. Sementara itu, masyrakat miskin yang sebenarnya justru membutuhkan bantuan dana kompensasi, hanya bisa gigit jari. Fenomena semacam ini akan jamak ditemui di lapangan, dan pemerintah jelas sulit untuk memonitornya. Pendek kata, penyaluran dana kompensasi BBM ini akan dijadikan "proyek" tersendiri bagi para mafia, yang selama ini memang suka dengan "bisnis kemiskinan". Akhirnya, dana kompensasi BBM ini akan dijadikan bancakan dan jarahan yang dilegalkan atas nama pemerintah. Dalam konteks semacam ini memang dibutuhkan pengawasan melekat yang ekstra ketat dari semua elemen dan komponen masyarakat. Semua pihak harus mengawal dan menjaga dana kompensasi, sehingga bisa menetes kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Sembari melakukan pemantauan yang ketat terhadap dana kompensasi BBM, pemerintah hendaknya juga bisa mengontrol kenaikan harga barang kebutuhan pokok (sembako). Sebab, realitas yang terjadi di lapangan, kenaikan komoditas ini sudah diluar jangkauan rasio. Aji-aji mumpung, tampaknya dilakukan oleh para spekulan, pengepul, agen dan seterusnya, untuk ikut mendongkrak harga, agar keuntungan yang didapatkan semakin besar. Pemerintah sebenarnya bisa berhitung, berapa besar pengaruh kenaikan BBM terhadap komoditas tertentu. Nah, hitungan semacam ini yang perlu dilakukan terhadap semua item barang komoditas penting, sehingga kenaikan harga barang bisa dipertanggungjawabkan. Komponen BBM bisa dihitung dari keseluruhan proses produksi, dan akan keluar besaran tertentu, dan itu bisa dijadikan patokan untuk menaikkan harga dengan prosentase yang sudah terhitung rapi. Itu semua sebenarnya mudah dihitung apabila memang ada itikad baik dari kita semua untuk ikut menyukseskan program pemerintah dalam pengalihan subsidi BBM ini. Dengan cara semacam ini, kenaikan harga barang dan jasa, akan terkontrol dengan baik. Dengan demikian angka inflasi pun akan dapat ditekan, tetap dalam koridor single digit. Semua pihak tentunya menginginkan adanya harga-harga yang stabil. Atau kalaupun naik tidak terjadi lonjakan yang drastis. Oleh sebab itu, semua pihak hendaknya bisa menahan diri, tidak perlu emosi menanggapi kenaikan BBM ini. Penyesuaian harga barang dan jasa tetap diperlukan untuk menutup biaya produksi. Namun, semuanya harus berdasarkan perhitungan yang matang, tidak asal-asalan saja. Akhirnya, kenaikan harga BBM adalah bagaikan buah simalakama, di mana ibu mati, tidak dimakan ayah mati. Maju kena, mundur pun kena. Itulah realitas yang dihadapi bersama. Meski demikian, tidak ada harga mati. Subsidi BBM memang secara perlahan harus dikurangi, namun sembari itu juga mengalihkannya kepada masyarakat miskin yang benar-benar membutuhkan. Dalam segala aspek kehidupan, mereka perlu dibantu, tidak hanya sekadar pendidikan dan fasilitas kesehatan yang murah, namun juga kebutuhan sehari-hari yang murah dan terjangkau. Semoga impian itu dapat terwujud dalam waktu dekat, pascakenaikan harga BBM. Semoga. *** (Penulis adalah praktisi bisnis, pemerhati masalah ekonomi). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **