[list_indonesia] [ppiindia] Kemiskinan Membunuh Ibu & Anak

  • From: "Ikranagara" <ikra@xxxxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Mon, 21 Mar 2005 11:30:01 -0000

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **


Dari milis LISI:

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0412/17/utama/1444219.htm

Kemiskinan Memaksa Ibu Bunuh Diri Bersama Dua Anaknya

Pengangguran merajalela, sementara yang bekerja, upah
begitu kecil. Tidak sepadan dengan biaya sekolah,
kesehatan, serta biaya hidup lainnya yang begitu
tinggi. Hal ini mengakibatkan banyak rakyat miskin
yang bunuh diri karena masalah ekonomi.

Di sisi lain, gaji anggota DPR Rp 25 juta sebulan,
gaji presiden jauh lebih tinggi lagi, dan gaji
Direktur BUMN dapat mencapai Rp 150 juta bahkan Rp 250
juta per bulan.

Tak ada pemerataan. Hampir tak ada pejabat yang
memeriksa kondisi rakyatnya yang miskin dan membantu
mereka.

Hal ini kontradiktif sekali dengan Khalifah Umar ra
yang selalu memeriksa kondisi rakyatnya secara
sembunyi2 dan langsung mengangkut karung makanan
sendiri dengan tangannya ketika mendapat seorang ibu
yang kelaparan.

Tapi pemimpin yang peduli rakyat seperti itu, sekarang
seperti hanya ada di "dongeng zaman dahulu kala."

"Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh
tipu daya, di masa itu para pendusta dibenarkan
omongannya sedangkan orang-orang jujur didustakan, di
masa itu para pengkhianat dipercaya sedangkan orang
yang terpercaya justru tidak dipercaya, dan pada masa
itu muncul Ruwaibidlah, ditanyakan kepada beliau Saw
apa itu Ruwaibidlah? Rasul menjawab: Seorang yang
bodoh yang dipercaya berbicara tentang masalah
rakyat/publik." [HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah].

Jumat, 17 Desember 2004

Kemiskinan Memaksa Ibu Bunuh Diri Bersama Dua Anaknya

MAHFUD (32) tampak lemas. Masih amat segar dari
ingatannya kematian Jasih (istrinya) dan Galuh
Permana, anaknya yang baru berusia empat tahun, ia
kembali harus menghadapi kenyataan pahit.

Kamis (16/12) sekitar pukul 09.00, Galang Ramadhan (6)
putra pertamanya juga menyusul ibu dan adiknya. Galang
meninggal dalam kesakitan yang sangat akibat luka
bakar di sekujur tubuhnya.

"Saya masih ingat kemarin (Rabu) jam 18.00 ia masih
sadar dan bisa bicara. Dia bilang kalau Galang mau
sembuh, Galang sayang sama papa. Galang takut sama
mama. Setelah itu saya peluk dia," cerita Mahfud
dengan isak tertahan di ruang tunggu kamar mayat Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, kemarin.

Bagi lelaki asal Desa Panambangan, Kecamatan Sindang
Laut, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ini meninggalnya
Galang, Galuh, dan Jasih berarti hilangnya harapan,
kebanggaan, sekaligus citra dirinya.

"Saya enggak tahu lagi apa yang harus saya lakukan.
Semua yang dekat dengan saya diambil. Saya bingung,"
keluh Mahfud dengan air mata berurai.

Mahfud memang sangat pantas bersedih. Rabu dini hari
lalu, Jasih membakar diri bersama kedua anaknya di
rumah kontrakan mereka di Jalan Lagoa Gang III,
Kelurahan Lagoa, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.

Jasih bunuh diri dengan cara menyiramkan minyak tanah
ke tempat tidur dan ke tubuh dirinya dan kedua
anaknya. Saat itu kedua anaknya tengah tidur. Galuh
yang saat itu tengah sakit dan tak berdaya, tidak bisa
berbuat apa-apa ketika api melahap tubuhnya yang kurus
itu.

Sedangkan Galang masih sempat terbangun dan berlari
menyelamatkan diri. Meski demikian, seluruh tubuhnya
melepuh akibat luka bakar yang sangat serius. Sehari
kemudian, dia pun menyusul kepergian ibu dan adik
kesayangannya di tengah deraan kemiskinan.

YANG paling membuat Mahfud terpukul, mereka bunuh diri
ketika ditinggal pergi bekerja sebagai kuli alat berat
di Pelabuhan Tanjung Priok. Mahfud sendiri saat
dikabari tetangganya mengira Galuh, putra keduanya
yang meninggal.

Pasalnya kondisi Galuh sudah kritis akibat kanker otak
yang dideritanya selama setahun, dan mulai menyerang
hebat tiga bulan lalu. Begitu mendengar kalau ada
anaknya yang meninggal, saat itu Galuh mencoba tawakal

Saat itu dia berpikir bahwa itulah jalan yang
dikehendaki Tuhan. Apalagi, sebagai orang tua dia dan
Jasih sudah berusaha maksimal untuk menyembuhkan sakit
kanker otak yang diderita anaknya itu.

"Sejak tiga bulan lalu, dokter meminta supaya anak
saya diobati seminggu sekali. Tapi saya tidak mampu
karena setiap berobat butuh uang Rp 300.000. Saya
hanya bisa membawa sebulan sekali," kata Mahfud.

Uang sebesar Rp 300.000 itu pun sudah dikumpulkan
dengan susah payah dalam waktu sebulan. Bayangkan
saja, sebagai kuli pelabuhan yang sehari-hari bekerja
sebagai pengendali cran, Mahfud hanya mendapatkan
bayaran tidak lebih dari Rp 500.000.

Dalam kondisi sepi, penghasilannya bisa lebih kecil
lagi. Namun, kalau pas ada borongan bongkar muat
dengan kapasitas banyak, ia mungkin bisa mendapatkan
tambahan. Itu pun jarang sekali.

Uang sebesar itu ia gunakan untuk membiayai dua anak
dan seorang istri. Meski sudah berkelana di Jakarta
sejak sepuluh tahun lalu, kehidupan Mahfud tidak juga
berubah lebih baik. Buktinya, hingga saat ini dia
hanya mampu mengontrak rumah petak dengan harga sewa
Rp 2 juta per tahun.

."Sulit nyari uang. Mungkin tidak hanya saya, tetapi
semua orang tahu. Nyari uang itu sulit," kata Mahfud
berkali-kali.

Meskipun sulit mendapatkan uang, Mahfud tidak cepat
menyerah. Terpaan derita yang mereka alami dengan
sakitnya Galuh, membuat mereka harus lebih ketat
mengencangkan ikat pinggang. Hanya satu keinginan
mereka ketika itu, ingin agar Galuh bisa sembuh dari
sakitnya.

Ia sudah berkali-kali mengingatkan istrinya untuk
sabar menghadapi cobaan ini. Karena itu, sama sekali
tidak terlintas atau terbayang dalam pikirannya kalau
istrinya menempuh jalan bunuh diri.

Mahfud sendiri tidak bisa menyatakan seperti apa
perilaku istrinya sehari-hari. Demikian pula dengan
pengalamannya selama menjalani hidup dengan Jasih.
Setiap kali ditanya masalah tersebut, air mata Mahfud
menetes. Beban berat mendadak membayang dalam
pikirannya. "Saya enggak bisa ngomong itu, enggak
bisa," kata Mahfud kembali menangis.

Mahfud menceritakan, pada Rabu petang itu saat dia
berangkat bekerja, kehidupan rumah tangganya mengalir
seperti biasa. Jasih juga tidak berbicara apa-apa.
Entah pikiran semacam apa yang dirasakan Jasih ketika
itu sehingga dia memilih bunuh diri, dan membawa serta
dua anaknya.

Namun yang pasti, Mahfud menyatakan memang selama ini
Jasih sering mengeluh mengenai kesehatan anak
keduanya. Ia pun mengeluhkan besarnya biaya yang harus
ditanggung, di tengah kemiskinan yang selalu
menderanya.

Di Jakarta dan kota-kota lain di sekitarnya, tidak
hanya Jasih yang nekat bunuh diri karena terjepit
kesulitan ekonomi. Pada 2 Agustus lalu, Suwarni (34),
ibu rumah tangga yang tengah hamil empat bulan, tewas
setelah menelan racun serangga di kamar mandi rumah
kontrakannya di Kampung Pinggir Rawa RT 03 RW 03,
Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Kepada suaminya pelaku
sempat mengeluhkan kondisi ekonomi keluarga yang
pas-pasan. Sehingga mereka tak mampu membiayai sekolah
anak perempuan mereka yang baru lulus sekolah dasar
(SD).

Sehari kemudian, Sari (21), ditemukan tewas tergantung
di tiang pintu kamar kontrakannya dengan sehelai kain
sarung di Kampung Panembong Kaler, Desa Mekarsari,
Kecamatan Cianjur Kota. Pelaku diduga nekat mengakhiri
hidupnya karena tak tahan menghadapi kesulitan ekonomi
rumah tangganya.

Masih pada bulan yang sama, Sulaeman (21), warga RT
010 RW 009 Kelurahan Jembatan Besi, Kecamatan Tambora,
Jakarta Barat, tewas gantung diri di plafon kamar
tidurnya dengan menggunakan seprai warna merah
bermotif kembang-Kembang. Pelaku diduga mengalami
tekanan batin karena dikeluarkan dari pekerjaannya.

Suherman (32) juga ditemukan tewas tergantung di rumah
orangtuanya di Jalan Banteng RT 02 RW 02, Kranji,
Bekasi Barat pada September lalu. Bapak satu anak yang
sudah menganggur satu tahun itu nekat mengakhiri
hidupnya meskipun istrinya sedang hamil tiga bulan.

Sawijan (42), warga Wringinjajar RT 3 RW 1, Mranggen,
Demak, nekat bunuh diri dengan menabrakkan diri ke
kereta api (KA) yang sedang lewat di kawasan
Brumbung-Jamus. pada 9 November lalu. Pelaku diduga
stres karena terlilit utang arisan kepada sejumlah
orang.

Kemiskinan merupakan ancaman serius di Jakarta. Orang
bisa berbuat apa saja dengan alasan itu. Pemerintah
seharusnya bekerja lebih giat dan lebih hirau kepada
mereka, apalagi kalau sudah menyangkut masalah
kesehatan.

Bagaimana pun, mereka adalah warga Indonesia, saudara
kita. (HERMAS EFENDI PRABOWO)






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Kemiskinan Membunuh Ibu & Anak