** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/3/19/n1.htm Jusuf Kalla Salahkan Mega Jakarta (Bali Post) - Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK) merasa dikambinghitamkan atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), karena seharunya kebijakan tersebut sudah dilakukan ketika pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. ''Kenaikan BBM mestinya tahun lalu. Coba buka pengantar Nota Keuangan Ibu Mega yang mengatakan bahwa biarlah pemerintahan baru yang menentukannya,'' kata Wapres Jusuf Kalla di Istana Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (18/3) kemarin. Menurut Wapres, pemerintahan yang lalu (Mega-red) tidak berani menaikkan harga BBM, walaupun undang-undang mengatakan bahwa subsidi seharusnya Rp 25 trilyun. ''Ini bukan masalah tiga bulan atau empat bulan pemerintahan. Ini karena pemerintah yang lalu tidak berani menaikkan. Jadi bukan soal tahun, tetapi ini soal terlambat dinaikkan tahun lalu, karena menunggu-nunggu,'' jelas Kalla. Dalam hal menaikkan harga BBM, kata Kalla, pemerintah tidak memerlukan persetujuan DPR-RI, dan ini merupakan mutlak kewenangan pemerintah. ''Kami tidak mengharapkan apa itu disetujui atau tidak disetujui. Kami ingin menyatakan menaikkan harga eceran adalah kewenangan pemerintah agar pemerintah dapat menjalankan anggaran sesuai undang-undang (UU),'' tegasnya. Ketua Umum Partai Golongan Karya ini mengungkapkan, sepanjang sejarah republik ini, DPR tidak punya hak untuk menaikkan harga BBM, dan itu selalu menjadi hak pemerintah. Jika DPR ikut ambil bagian dalam menaikkan harga BBM, kata Wapres, DPR sudah memasuki wilayah kerja eksekutif. ''Mari kita kerja berdasarkan kewenangan-kewenangan konstitusi,'' pesannya. Wapres mengatakan, DPR akan mendapat bagian dalam kebijakan pada saat pengajuan APBN Perubahan (P) bulan Juni mendatang. Saat itu terjadi perubahan dalam anggaran yang merupakan dampak dari kenaikan harga BBM. Sesuai UU Nomor 36/2004 tentang APBN 2005, kata Kalla, subsidi ditargetkan hanya sebesar Rp 19 trilyun, namun jika harga BBM tidak dinaikkan maka defisit mencapai Rp 100 trilyun. ''Jadi, mana yang melanggar UU, menaikkan atau tidak menaikkan yang melanggar,'' tanyanya. Sikap Aneh Hal yang sama diungkapkan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Ia merasa heran dan aneh, karena masih adanya fraksi-fraksi di DPR yang bersikeras menolak kenaikan harga BBM, padahal pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, semua fraksi menyetujui kenaikan BBM itu. ''Saya punya arsip dari para fraksi DPR yang menyetujui dan mendukung adanya kenaikan harga BBM. Anehnya, kenapa sekarang kok malah menolak, ada apa ini,'' ungkapnya. Sebenarnya, lanjut Sudi Silalahi, sejak awal yang menjadi pertanyaan dan persoalan di sejumlah fraksi terkait dengan penyaluran dana kompensasi kenaikan BBM itu. ''Anehnya sekarang kok malah diubah menjadi sikap penolakan,'' tanya. Di tempat yang sama, Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra menjelaskan, pemerintah menyiapkan sejumlah argumentasi tertulis tentang adanya uji material yang dilakukan oleh sejumlah anggota Dewan, terkait dengan keputusan pemerintah yang telah menaikkan harga BBM. ''Meski argumentasi itu belum mendapat pemberitahuan secara resmi dari Mahkamah Agung, namun kita sudah menyiapkan lebih dahulu. Ini sangat penting untuk menjaga jangan sampai kita belum mempersiapkan argumentasi itu,'' ungkapnya. Dijelaskannya, ada peraturan MA No. 1/2004 tentang masalah judicial review di mana mereka dapat mengajukan permohonan, namun pemerintah juga akan didengar pendapatnya. Memang upaya hukum yang dilakukan oleh anggota Dewan itu adalah sah-sah saja. Karena itu, untuk menguji apakah Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 itu bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang APBN, maka pemerintah siap untuk menjelaskannya. (010/034/kmb4) ++++ http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=4676 Minggu, 20 Mar 2005, Mega Bantah Kalla SURABAYA - Pernyataan Wapres Jusuf Kalla bahwa kebijakan soal kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) merupakan amanat pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri menuai kecaman. Bahkan, ketua umum PDIP itu langsung menepis bahwa kebijakan pemerintahan saat ini menaikkan harga BBM adalah melanjutkan kebijakan dirinya saat menjadi presiden. "Nggak benar itu," tegas Mega kepada para wartawan setelah menghadiri Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Utusan Kongres DPC PDIP Se-Jatim di Hotel Garden Palace, Surabaya, kemarin. Sayangnya, Megawati tidak merinci lagi penjelasannya yang membantah pernyataan Kalla tersebut. Dia menuturkan, Pemilu Presiden (Pilpres) 2004 sangat berbeda dari pilpres sebelumnya. Jika dulu dipilih MPR, kini presiden langsung dipilih rakyat. Dan, ada pemaparan visi serta misi. Pernyataan itu dia sampaikan guna menjelaskan bahwa proses terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan dirinya jelas berbeda. "Bisa saja soal (BBM) itu kemudian memang dijadikan program-program kampanye," ujarnya. Sebagai ketua umum PDIP, Mega juga menegaskan bahwa dirinya memerintahkan Fraksi PDIP di DPR untuk tetap menolak kenaikan harga BBM. Sangat mungkin karena ketegasan sikap penolakan itu, ada pihak-pihak yang menjadikan era kepemimpinannya sebagai tumpuan kesalahan. Tujuannya, kata dia, FPDIP di DPR tak lagi bersuara keras menentang kenaikan harga BBM. Apakah dirinya juga mendukung langkah Badan Kehormatan (BK) DPR untuk mengusut dugaan suap terhadap anggota fraksinya terkait penyikapan kenaikan harga BBM? Mega menyatakan sepakat indikasi politik uang tersebut dituntaskan. "Silakan saja. Kalau itu memang ditemukan, partai jelas mendukung pengusutan," tegasnya. Lantas, bagaimana tanggapan FPDIP atas pernyataan Kalla bahwa kenaikan harga BBM itu adalah amanat pemerintahan Megawati? Sekretaris FPDIP DPR Jacobus Mayongpadang menilai bahwa pernyataan Kalla tersebut tidak etis. Apalagi, saat pemerintahan Mega, Kalla menjabat Menko Kesra dan SBY menjadi Menko Polkam. Saat itu, keduanya selalu mengikuti rapat kabinet soal BBM. "Karena itu, pernyataan tersebut tidak etis," kata Jacobus kepada koran ini kemarin. Bukan hanya itu. Dia menilai, pernyataan bahwa siapa pun pemerintahannya akan melakukan kebijakan yang sama adalah bentuk kebohongan kepada rakyat. Pemerintah dinilai sama sekali tidak melakukan perubahan, namun hanya melakukan kebijakan konvensional. "Kalau merasa berat menyubsidi, seharusnya mencari alternatif," ujarnya. Dia mengaku ingin membuka kebohongan pemerintah itu dalam rapat konsultasi dengan DPR. Karena itu, saat konsultasi lalu, FPDIP secara mati-matian menginginkan dilakukan tertutup. "Itu kalau ingin perubahan," cetusnya. Pemerintahan saat ini, lanjut Jacobus, berbeda dengan pemerintahan Megawati. Buktinya, ketika ingin menaikkan tiga tarif komponen pokok (BBM, telepon, dan listrik), Megawati merespons protes dan keberatan DPR. Mega memilih berunding dulu dengan DPR. "Tidak seenaknya seperti sekarang," tuturnya. Dia lantas menjelaskan, dalam rapat paripurna Senin nanti, FPDIP tetap menginginkan DPR secara langsung memutuskan menerima atau menolak kebijakan kenaikan harga BBM. Dia berharap keputusan yang diambil nanti bersifat final. "Opsinya hanya menerima atau menolak kenaikan harga BBM," tandasnya. Ancam Walk Out Lagi Sementara itu, anggota FKB DPR Saifullah Ma?shum (dapil Jatim V) memastikan bakal kembali melakukan aksi walk out bila rapat paripurna DPR besok terus berputar membahas mekanisme perumusan sikap dewan, dan bukan melakukan voting menolak atau menerima kenaikan harga BBM. "Kami akan melihat Senin nanti (besok, Red). Kalau ditunda lagi, ke forum konsultasi, atau dikembalikan ke komisi dan fraksi, kami pasti walk out," tegasnya seusai diskusi di Mario?s Place, Jakarta, kemarin. Dia menyangkal walk out FKB merupakan siasat mengambil jalan aman. Spekulasi itu muncul karena sikap FKB DPR bisa saja berseberangan dengan pandangan DPP PKB. Karena dapat jatah dalam kabinet, bukan mustahil DPP PKB menyetujui kenaikan harga BBM. "Kami tidak tahu bagaimana DPP PKB menyikapi persoalan ini. Jika kami dinilai salah, tentu DPP akan menegur. Tapi, sejauh ini tidak ada," terangnya. Menurut dia, penundaan pengambilan sikap resmi DPR atas kenaikan harga BBM berpotensi mengubah lagi komitmen yang sudah ada. "Kalau itu yang terjadi, rapat paripurna DPR hanya akan jadi alat legitimasi hasil konsultasi yang diikuti pimpinan fraksi dan pimpinan DPR. Semua tahu, dalam konsultasi, bisa terjadi lobi-lobi dan negosiasi yang bisa merusak komitmen awal partai," katanya. Anggota FPG Idrus Marham (Dapil Sulsel I) menyebut, rapat paripurna besok sebaiknya tetap mengagendakan voting dengan opsi menolak atau menerima kenaikan harga BBM. Opsi kedua, memberi kesempatan pada fraksi-fraksi untuk menyampaikan sikap politiknya atas kenaikan harga BBM dalam rapat paripurna. Selanjutnya, membahas tentang alat-alat kelengkapan dewan berkaitan dengan rencana perubahan APBN tahun ini. Hal itu sesuai dengan kesepakatan pimpinan fraksi dan pimpinan DPR dalam rapat konsultasi pada 17 Maret 2005. FPG, ungkap dia, condong memperjuangkan opsi kedua. "Kami paham, hal yang mendesak harus diperhatikan. Tapi, hal-hal lebih mendasar juga harus diperhatikan. Kalau harga BBM tak dinaikkan sekarang, tanggungan bebannya akan dialihkan ke masa datang," ujarnya. "Masyakat harus diberi pengertian. Kenaikan BBM itu hasil ijtihad politik. Soal kebutuhan mendesak masyarakat, ya lewat kompensasi dana BBM itu," jelasnya. Siap Dipecat Anggota FPDIP Effendi M.S. Simbolon (Dapil DKI Jakarta I) mengaku siap menerima risiko terburuk atas sikap emosinya dalam rapat paripurna DPR Rabu lalu. Ketika itu, dia disebut sebagai penyulut kericuhan dan melanggar kode etik dewan. "Kenapa takut? Pokoknya, pada detik rapat paripurna mengambil keputusan, saat itu juga saya akan datangi Badan Kehormatan DPR untuk meminta klarifikasi. Kalau karena itu saya dipecat, saya akan ambil risiko itu. Malah, saya akan minta diproses secepatnya," jelasnya. Dia menjamin, sikapnya bukan karena mempersoalkan Ketua DPR Agung Laksono dalam memimpin sidang atau terkait bargaining position untuk menaikkan gaji DPR. Dia mengaku tidak bisa menerima ketidakpekaan DPR atas para konstituennya. Soal rapat paripurna besok, dia menegaskan bahwa voting dengan opsi menolak atau menerima kenaikan harga BBM mutlak harus dilaksanakan. "Apa pun hasilnya, itu adalah sikap dewan," jelasnya. (hud/nur/arm) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **