** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.suarapembaruan.com/News/2005/03/04/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Harga BBM, Liberalisasi, dan Kaum Miskin Benny Susetyo Pr EPERTI biasanya, alasan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah supaya biaya subsidi bisa diberikan tepat sasaran, yakni kepada mereka yang miskin. Alasan yang dikemukakan ini memang begitu rasional dan logis. Logika yang dipakai oleh pemerintah selama ini bahwa yang menikmati harga BBM tersubsidi hanya orang kaya. Pertanyaan yang mendasar adalah apakah pilihan untuk menaikkan harga BBM sungguh-sungguh mempunyai berpengaruh untuk mengurangi kemiskinan? Apakah dengan kenaikan harga BBM, rakyat miskin bisa menikmati biaya pendidikan dan kesehatan murah, bahkan gratis? Pertanyaan inilah yang pertama-tama seharusnya dipersiapkan untuk dijawab terlebih dahulu. Pemerintah harus memiliki kredibilitas yang kuat untuk meyakinkan publik bahwa kenaikan harga BBM memang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum miskin. Ini perlu ditegaskan dengan tepat. Bukan semata-mata dengan pembuktian berdasarkan angka-angka, yang bagi publik, sulit untuk dinalar. Nalar publik sebenarnya sangat sederhana, yakni berharap bahwa kenaikan harga BBM harus diimbangi dengan pelayanan publik yang lebih efisien dan murah. Realitasnya, kenaikan harga BBM sering tidak diimbangi dengan kemudahan bagi orang miskin dan perbaikan fasilitas umum. Ada kecenderungan bahwa dana kompensasi yang ada kurang tepat sasaran karena disalahgunakan untuk kepentingan di luar hal ini. Inilah yang membuat publik selalu ragu bahwa kenaikan harga BBM akan mengurangi kaum miskin. Dua hal yang menurut publik, dalam kenyataannya, selalu bertolak belakang dan tak ada buktinya di lapangan secara konkret. Kenaikan harga BBM sering tidak diimbangi dengan penghapusan praktik pungli yang melekat dalam diri birokrasi dan pelayanan publik. Ketidakmampuan pemerintah menghapuskan biaya tinggi (high cost), inilah yang membuat kebijakan kenaikan harga BBM tidak mengubah nasib kaum miskin. Kaum miskin hidupnya semakin tersisih dalam daya tawarnya terhadap kekuatan global yang sekarang ini telah merasuki kekuatan politik dan pasar. Kekuatan global ini sekarang telah menguasai hajat hidup kehidupan ekonomi kita. Ini terjadi karena ketidakmampuan elite politik dalam rangka membangun kemandirian ekonomi bangsa. Elite politik yang ada saat ini tidak memiliki kemampuan untuk membaca sebuah perubahan tata dunia global. Dan lebih jelasnya, mereka tidak memiliki visi yang akurat ke arah mana kaum miskin di negaranya akan diarahkan untuk berkompetisi dalam pasar global. Argumen Di negara kita, setiap pemerintah membuat kebijakan menaikkan harga BBM, selalu muncul pertengkaran dua argumen, argumen penguasa dan argumen rakyat. Kedua argumen itu bertolak belakang dan selalu susah untuk sama-sama memahami. Jika kita berada dalam tempat yang netral, kedua argumen itu akan kita lihat sama-sama rasional, dalam artian bisa dimengerti secara akal sehat. Argumen penguasa menaikkan harga BBM adalah untuk mengurangi subsidi, menempatkan subsidi pada sasaran yang tepat, mengurangi angka kemiskinan. Dengan perhitungan yang njelimet dan mumet, argumen ini coba disebarkan melalui bahasa-bahasa sederhana dalam iklan televisi pesanan pemerintah. Pemerintah menggunakan "tokoh-tokoh" artis yang dikenal publik sebagai representasi wong cilik. Pemerintah berusaha mencari cela-cela ke mana isu publik bisa dimasuki agar kebijakan kenaikan harga BBM ini bisa dipahami publik. Mereka datang melalui isu subsidi pendidikan, akses kesehatan untuk orang miskin dst. Argumen tandingan yang dimunculkan rakyat sebaliknya. Kenaikan harga BBM pasti akan menyengsarakan karena selalu diikuti dengan kenaikan harga non-BBM, yang pasti tak bisa dikendalikan secara tegas oleh penguasa. Kenaikan harga BBM pasti bukan untuk mengurangi kaum miskin, malah menambahnya. Lebih fundamental, argumen ini diperkuku dengan landasan teoritik bahwa upaya menaikkan harga BBM tak lebih dari usaha mengintegrasikan perekonomian Indonesia yang tidak kuat ini ke dalam arus liberalisasi ekonomi global. Bahkan tak sedikit para demonstran yang menyatakan bahwa kenaikan harga BBM adalah intervensi kekuatan ekonomi asing agar mereka leluasa mengoperasikan kaki tangan modalnya di Indonesia. Lalu siapa pun tahu, the show must go on. Harga BBM selalu naik kendati ditentang. Demonstrasi untuk menentang sering hanya seumur jagung, dan harga BBM yang "mahal", tetap saja dikonsumsi oleh rakyat berapapun harganya. Kendati hal itu pasti tidak akan sebanding dengan kenaikan pendapatan yang mereka hasilkan. Kenyataan yang ironis, kaum miskin tetaplah miskin, pendidikan untuk kaum miskin adalah isapan jempol. Akses kesehatan hanya dinikmati oleh orang kaya. Dan orang miskin selalu dilarang sekolah dan dilarang sakit, begitu kata seorang teman. Melihat pertengkaran argumen di atas, yang selalu terjadi setiap tahun, tak pelak membuat upaya Indonesia untuk memperbaiki nasibnya selalu terhambat. Ketika argumen penguasa tidak bisa ditepati -karena dana subsidi BBM diselewengkan oleh "oknum"- mereka berdalih itu bukanlah aspek yang terkait dalam proses kebijakan kenaikan BBM. Itu adalah soal lain. Begitu pula dengan argumen rakyat, dampak kenaikan harga BBM tidak kunjung bisa dirasakan sebagaimana pesan-pesan pemerintah (mengurangi kemiskinan). Nyatanya kemiskinan semakin bertambah model dan modusnya, walaupun angkanya selalu dilaporkan berkurang. Secara kuantitas bisa jadi kaum miskin berkurang, tetapi secara kualitas orang yang dinyatakan tidak miskin dalam artian biro statistik selalu merupakan arti konotatif. Bagaimana orang dengan pendapatan kurang dari Rp 500.000 sebulan misalnya, (katakan sebagai rata-rata UMR di tiap daerah) dikatakan tidak miskin, dengan berbagai kebutuhan harga yang menaik setiap tahun. Standarisasi kemiskinan (sebagaimana bakat Orde Baru) selalu berbau politis, dan sering tidak jelas. Dalam menaikkan harga BBM, penguasa berdalih kebijakan itu diambil demi rakyat. Dan mereka bilang, "Saya siap untuk tidak popular dengan soal ini", "I don't care with my popularity." Dengan pandangan objektif, siapa pun penguasanya tampaknya memang sulit untuk tidak melakukan pekerjaan mengerikan ini. Paling tidak itu bisa dilihat dari tiga atau empat penguasa terakhir Indonesia. Siapa pun penguasanya, menaikkan harga BBM dan menempuh satu-satunya kebijakan ini sebagai jalan untuk mempertahankan kelangsungan ekonomi, mulai dianggap lumrah-lumrah saja. Rakyat sendiri sering bersikap adil dalam konteks ini dengan bertanya, "Demi rakyat kecil yang mana yang engkau bela pemerintah"? "Setahun atau dua tahun yang lalu, engkau juga menyatakan bahwa menaikkan harga BBM akan mengurangi kemiskinan, mana buktinya?" Kapitalisme Terus terang, tata dunia yang ada sekarang ini lebih dikuasai oleh kapitalisme yang amat liberal. Negara mulai dipangkas fungsinya untuk melindungi kaum miskin. Harga kebutuhan pokok dinaikkan (sebagai efek maupun secara langsung) tanpa mempertimbangkan kondisi sesungguhnya rakyat. Kapitalisme inilah yang sekarang menguasai kehidupan politik dengan menggunakan argumen pro-pasar. Sebuah kapitalisme yang hidup dalam tatanan ekonomi bangsa yang berasaskan Pancasila, ekonomi kerakyatan. Demi logika pasar, semua kebijakan bisa ditempuh dengan mengesampingkan semua logika yang berasal dari masyarakat miskin. Padahal amanat UUD 1945 menegaskan, usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai dan dikelola oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Realitasnya, apa yang menjadi amanat konstitusi tidak lagi dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Pemerintah kurang memperhatikan daya beli masyarakat. Pemerintah kurang pula berempati bahwa krisis yang menimpa bangsa ini belum usai, dan itu berakibat pada banyaknya rakyat yang jatuh miskin. Lalu, apakah dengan naiknya harga BBM, pemerintah bisa memberikan jaminan akan berkurangnya kaum miskin? Inilah yang seharusnya dijadikan pijakan pemerintah pasca-kebijakannya menaikkan harga BBM ini. Kepada masyarakat luas, akan lebih baik diskusi kita arahkan untuk membuktikan, apakah kenaikan harga BBM akan sungguh-sungguh mampu mengurangi jumlah kaum miskin, di perkotaan maupun di pedesaan. Apakah pemerintah serius untuk membantu kondisi masyarakat yang saat ini mengalami ketidakberdayaan karena sektor usaha mereka sedikit demi sedikit mulai mati suri. Dalam konteks ini, ada prakondisi kebijakan yang belum siap. Seharusnya sebelum kebijakan ini dikeluarkan, pemerintah sudah menuntaskan prioritas utama, yakni membenahi birokrasi pemerintah. Birokrasi pemerintahan yang terlalu boros dan kacau administrasinya, dan amat berpeluang untuk korup, harus dibenahi terlebih dahulu untuk menjamin dana kompensasi akan tepat sasaran. Jangan sampai rakyat menilai bahwa banyak biaya tinggi memang sengaja diciptakan semata-mata untuk memperkaya diri birokrasi sendiri dan kroninya. Masalah utama dalam hal ini tentu bukan popular atau tidaknya sebuah kebijakan diambil, melainkan pilihan yang amat mendasar ini harus dilatarbelakangi oleh pertimbangan yang jelas orientasinya. Yaitu pemihakan kepada kaum miskin. Kalau pertimbangan hanya semata-mata demi logika pasar, maka di mana kepedulian pemerintah untuk membela posisi kaum miskin yang sampai saat ini masih saja sengsara? Ada lagi pertanyaan ikutan lainnya. Di mana peranan partai politik yang selama ini katanya membela kaum miskin? Beranikah mereka membuat pertimbangan yang berbeda dengan pemerintah? Di sinilah partai politik diuji nyalinya? Apakah partai politik benar mempunyai keberpihakan kepada rakyat? Atau seperti biasanya, mereka akan menyetujui tanpa mau bersikap kritis bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah adalah benar-benar akan membuat rakyat miskin menjadi berkurang. Dan kini, harga BBM sudah naik. Orang kaya tidaklah terlalu bermasalah dengan kenaikan ini. Orang yang sangat kecil kaya (dan sangat kecil jumlahnya di negara kita) tidak perlu demonstrasi dan protes, karena dengan pendapatan yang ada sekarang, dipotong subsidi separuh pun, mungkin bagi mereka enjoy saja. Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Padahal itulah yang tidak bisa dialami oleh orang miskin. Ketika harga BBM naik, harga kebutuhan untuk pabrik-pabrik pasti meningkat. Tetapi gaji para buruh tentu tidak serta merta dinaikkan, menunggu didemontrasi terlebih dahulu berbulan-bulan, bahkan bila perlu ada korban. Nelayan tidak bisa melaut karena tidak bisa beli solar, petani tak bisa beli peralatan untuk sawah ladangnya, karena ada ketidakseimbangan biaya produksi dan hasil produksi. Di sinilah penderitaan orang kecil itu. Mereka selalu menjadi korban dari proyek-proyek liberalisasi yang disebarluaskan dengan berbagai cara dan bahasa. Mereka yang miskin adalah mereka yang sudah pasang badan untuk digilas. Penulis adalah budayawan Last modified: [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **